AZAB KUBUR UNTUK MAYAT YANG DIRATAPI KELUARGANYA

AZAB KUBUR UNTUK MAYAT YANG DIRATAPI KELUARGANYA

Abu Burdah meriwayatkan dari ayahnya: Ketika Umar terkena tikaman, Shuhaib meratap, “Saudaraku.”

Umar berkata, “Tidakkah engkau tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحَيِّ

Sesungguhnya mayat diazab karena ratapan orang yang hidup.’” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari membuat bab tersendiri “Bab Mayat Diazab karena Ratapan Keluarganya,” jika meratap merupakan kebiasaannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا

Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.” (QS at-Tahrim: 6)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR al-Bukhari)

Jika mereka tidak biasa meratap, maka mayat tidak akan dibebani dosa orang lain, sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Hal itu seperti dalam firman Allah Ta’ala:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰى وَاِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ اِلٰى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰى

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika orang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya, itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya.” (QS Fathir: 18)

Terdapat rukhsah (keringanan) untuk tangisan yang tanpa meratap.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلَّا كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

Tidaklah satu jiwa terbunuh secara zalim melainkan anak Adam pertama (Habil) menanggung darahnya, karena ia adalah orang pertama yang melakukan pembunuhan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Syekh al-Albani merajih pendapat jumhur ulama bahwa hadis tersebut tertuju kepada orang yang berwasiat agar meratapinya. Ia tidak berwasiat agar meninggalkannya, padahal  ia tahu bahwa orang-orang biasa meratapi mayat. Oleh karena itu, Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Jika semasa hidup ia telah melarang orang-orang meratap, tetapi mereka tetap meratapi kematiannya, maka ia tidak disiksa.” Adapun makna azab menurut mereka adalah hukuman.

Baca juga: BAJU API BAGI KORUPTOR

Baca juga: TERBENAM DI DALAM BUMI BAGI ORANG YANG SOMBONG

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Akidah