WAKTU SAHUR

WAKTU SAHUR

Dari Anas bin Malik, dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Kami sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau berdiri untuk salat.

Anas berkata: Aku bertanya kepada Zaid, “Berapa lama antara azan dan sahur?”

Zaid menjawab, “Sekadar lima puluh ayat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

PENJELASAN

“Kami sahur…” Yakni, kami makan sahur.

“…bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Yakni, di rumahnya.

‘Anas berkata.’ Orang yang menukil perkataan ini adalah Qatadah. Perawi hadis ini dari Anas bin Malik.

“…antara azan.” Yakni, antara ikamah. Hanya saja dinamai azan karena ia merupakan pemberitahuan berdiri menuju salat.

“…sahur.” Yakni, selesai dari makan sahur.

“…sekadar lima puluh…” Yakni, selama waktu yang diperlukan untuk membaca lima puluh ayat.

“…ayat.” Bagian yang berdiri sendiri dari al-Qur’an. Maksudnya adalah ayat yang sedang, tidak panjang dan tidak pula pendek.

Karena di antara tujuan sahur adalah untuk menguatkan fisik orang yang berpuasa dan menjaga staminanya, maka termasuk bijaksana apabila seseorang mengakhirkan sahur. Inilah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan hadis dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu bahwa Zaid menemani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sahur di rumahnya. Setelah sahur beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk salat. Tidak ada antara salat dan selesai sahur melainkan selama waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat yang sedang dari al-Qur’an dengan bacaan yang tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lambat.

Faedah Hadis

🟢 Pensyariatan sahur dan mengakhirkannya.

🟢 Antara sahur Nabi dan salat Fajar adalah selama waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat.

🟢 Antusiasme para sahabat untuk berkumpul bersama Nabi agar mereka dapat belajar dari beliau.

🟢 Kemurahan dan ketawadukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

🟢 Pensyariatan bersegera mengerjakan salat Subuh.

Baca juga: ADA KEBERKAHAN PADA MAKAN SAHUR

Baca juga: KEUTAMAAN MAKAN SAHUR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih