KEUTAMAAN MAKAN SAHUR

KEUTAMAAN MAKAN SAHUR

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي اَلسَّحُورِ بَرَكَةً

Makan-sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Sabda beliau, “Makan-sahurlah kalian.” Yaitu, makanlah kalian di waktu sahur, yaitu waktu di akhir malam.

Makan-sahurlah kalian” adalah perintah yang diperintahkan kepada orang-orang yang berpuasa, karena mereka harus makan sahur.

Sabda beliau, “karena sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat keberkahan.” Ini adalah alasan dari perintah tersebut, dan merupakan penjelasan bahwa di dalam makan sahur terdapat keberkahan.

Berkah adalah kebaikan yang berlimpah, tetap ada, dan terus menerus.

Keberkahan di dalam Makan Sahur

Keberkahan di dalam makan sahur atau makanan sahur dilihat dari beberapa aspek:

Pertama: Makan sahur merupakan pengamalan dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau bersabda, “Makan-sahurlah kalian.”

Betapa besar keberkahan yang kita dapatkan ketika kita berhasil mengamalkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Ta’ala pun berfirman:

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS al-Ahzab: 71)

Jika kamu mengerjakan suatu amalan karena mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkan perintahnya, maka kamu akan mendapatkan kenikmatan dan semangat mengerjakannya. Jika kamu mengerjakan amalan atas dasar ibadah saja atau untuk menunaikan kewajiban saja, hal itu memang tidak apa-apa, akan tetapi kamu tidak merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan jika kamu mengerjakannya karena mengamalkan perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua: Makan sahur merupakan salah satu bentuk menyelisihi ahli kitab, karena kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka. Makan sahur merupakan pembeda antara puasa kita (kaum muslimin) dan puasa ahli kitab, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وصِيَامِ أهْلِ الكِتَابِ، أكْلَةُ السَّحَرِ

Pembeda antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur.” (HR Muslim)

Tidak diragukan lagi bahwa menyelisihi orang-orang kafir, apalagi dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan peribadatan adalah baik dan berkah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud)

Jadi, segala yang dapat membedakan orang muslim dan orang kafir, baik dalam berpakaian, berhias atau apapun, maka hal itu adalah baik dan berkah. Tidak ada kebaikan sama sekali bagi muslim yang menyerupai orang musyrik, orang Yahudi, dan orang Nasrani dalam segala hal. Jika penyerupaan itu berkaitan dengan peribadatan, maka hal itu dapat mengantarkan kita kepada kesyirikan dan kekufuran. Jika berkaitan dengan adat istiadat, maka kita katakan bahwa menyerupai mereka dalam perkara-perkara yang zahir dapat menuntun kita menyerupai mereka dalam perkara-perkara yang batin.

Sering terjadi bahwa orang yang menyerupai orang lain mendapatkan pada dirinya rasa kagum terhadap orang itu. Dia pun meyakini bahwa orang itu pantas ditiru dan diteladani, atau boleh jadi di dalam hatinya ada rasa cinta kepadanya.

Ketiga: Makan sahur dapat memberi kekuatan dalam berpuasa. Segala sesuatu yang dapat membantu seseorang untuk melakukan ketaatan, maka sesuatu itu akan bernilai pahala. Orang yang makan sahur akan menjadi lebih kuat dalam berpuasa daripada orang yang tidak makan sahur.

Keempat: Makan sahur dapat membantu seseorang melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala, karena kita makan sahur untuk menguatkan diri dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah berkah. Jadi, segala sesuatu yang dapat membantu kita melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah baik dan berkah. Perkara keempat ini berbeda dengan perkara sebelumnya. Pada perkara sebelumnya kita berbicara tentang kekuatan dalam berpuasa secara langsung, sedangkan pada perkara keempat kita berbicara tentang kekuatan dalam berpuasa jika dibarengi dengan niat, yaitu kita makan sahur untuk menguatkan diri dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Kelima: Makan sahur merupakan bentuk keteladanan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus mengamalkan perintah beliau, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu makan sahur. Tidak diragukan lagi bahwa mengerjakan sesuatu yang dengannya kita meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kebaikan dan berkah.

Keenam: Makan sahur dapat menjaga kekuatan jiwa dan tubuh. Kita diperintahkan untuk selalu menjaga stamina tubuh kita dan menjauhi segala yang membahayakannya. Setiap kali jiwa kita mendapatkan bagiannya dari makanan dan minuman, maka dia akan merasa nyaman dan tenteram. Demikian juga, setiap kali tubuh mendapatkan bagiannya dari makanan dan minuman, maka dia akan tumbuh dan kekuatannya terjaga. Oleh karena itu, makruh atau bahkan haram bagi kita melaksanakan salat ketika makanan yang kita sukai telah dihidangkan, karena hal itu dapat mengganggu hati dan pikiran kita.

Ketujuh: Keberkahan secara hissi tampak jelas. Orang yang tidak berpuasa dapat makan dua hingga tiga kali sehari dan minum enam hingga tujuh kali sehari. Ketika ia makan sahur dan berpuasa, ia tidak makan dan minum sekali pun. Mungkin saja ia merasa heran dan berkata, “Bagaimana mungkin ini terjadi? Kemarin aku makan tiga kali dan minum enam kali sehari, tetapi sekarang aku dapat menahan diri untuk tidak makan dan minum?” Itu adalah salah satu berkah dari makan sahur.

Ketujuh aspek itu tercakup dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “karena sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat keberkahan.” Boleh jadi masih ada berkah-berkah lain yang bersifat maknawi yang tidak tampak bagi kita, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kita untuk makan sahur dan memberikan alasannya, melainkan padanya terdapat banyak manfaat bagi para hamba.

Hukum Makan Sahur

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita makan sahur. Apakah perintah itu wajib atau anjuran saja?

Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah itu adalah wajib. Ini berdasarkan pendapat para ulama yang mengatakan bahwa puasa wishal adalah haram. Apabila puasa wishal antara dua hari diharamkan, maka makan di antara dua hari adalah wajib. Jadi, apabila kita tidak makan pada malam hari, maka kita wajib makan sahur agar kita tidak melakukan puasa wishal. Akan tetapi, jumhur ulama berpendapat bahwa perintah ini adalah anjuran selama tidak dikhawatirkan terjadi mudarat apabila tidak makan sahur. Apabila kita khawatir akan hal itu, maka perintah makan sahur adalah wajib.

Tanya: Apakah pendapat tersebut dapat dikuatkan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “karena sesungguhnya di dalam makan sahur terdapat keberkahan”?

Jawab: Ya. Keberkahan yang ada pada makan sahur tidak bertentangan dengan pendapat yang mewajibkannya. Bahkan kita katakan bahwa hal itu menguatkan pendapat yang mewajibkan makan sahur.

Tanya: Apakah kita boleh makan sahur dengan kurma, gandum, beras atau selainnya?

Jawab: Kita boleh makan sahur dengan jenis makanan apa saja yang mudah kita makan, dan itu sudah cukup.

Tanya: Seandainya seseorang sahur dengan minuman, seperti jus dan susu, apakah itu sudah cukup untuk sahurnya?

Jawab: Pendapat yang zahir menurutku – wallahu a’lam– adalah bahwa segala yang memberikan gizi dan kekuatan saat berpuasa di siang harinya adalah sudah cukup untuk makan sahur.

Baca juga: WAKTU SAHUR NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM

Baca juga: HUKUM MEMBATALKAN PUASA

Baca juga: KEUTAMAAN MENYEGERAKAN BERBUKA PUASA

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Fikih