WAJIB MENAATI PEMIMPIN SELAMA BUKAN KEMAKSIATAN

WAJIB MENAATI PEMIMPIN SELAMA BUKAN KEMAKSIATAN

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Seorang muslim wajib mendengarkan dan menaati apa yang ia suka dan tidak suka kecuali ia diperintahkan untuk berbuat maksiat. Jika diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka ia tidak perlu mendengar dan tidak perlu menaati.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

PENJELASAN

Hadis ini menunjukkan wajibnya seseorang menaati pemimpin selama bukan dalam kemaksiatan. Ia tidak perlu menaati pemimpin jika perintahnya adalah dalam rangka melawan Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian.” (QS an-Nisa’: 59)

Menurut ulama terdapat dua macam pemegang urusan, yaitu ulama dan umara. Ulama adalah pemegang urusan yang menjelaskan dan mengajarkan perkara syariat, serta membimbing manusia kepada kebenaran. Umara adalah pemegang urusan yang menjamin keamanan dan melindungi pelaksanaan syariat. Ulama adalah pemegang urusan yang lebih utama dari umara, karena mereka menjelaskan syariat kepada kaum muslimin dan menyampaikannya kepada umara untuk melaksanakannya. Umara tidak dapat melaksanakan syariat tanpa arahan dari ulama. Ulama mempunyai kedudukan yang lebih utama disebabkan keimanan di dalam hatinya. Siapa saja memiliki iman, ia pasti tunduk dan patuh kepada ulama dan mendengarkan arahan mereka. Adapun umara dipatuhi karena kekuasaannya. Itulah mengapa orang-orang yang lemah iman lebih takut kepada umara daripada kepada ulama. Bahkan mereka lebih takut kepada umara daripada kepada Allah Ta’ala. Semoga kita dilindungi dari perbuatan seperti itu.

Sebuah masyarakat islami harus memiliki ulama dan umara. Ketaatan kepada keduanya harus dilandasi pada ketaatan kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” (QS an-Nisa’: 59)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala tidak menyebutkan, “Dan taatlah kepada pemegang urusan kalian,” karena kepatuhan terhadap umara sesungguhnya bersandarkan kepatuhan kepada Allah Ta’ala, tidak berdiri sendiri. Adapun kepatuhan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri sendiri. Oleh karena itu, perintah di sini diulang, “Taatilah… taatilah….”

Dengan demikian, apabila umara memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala, maka kita tidak perlu mematuhinya, karena kedudukan Allah di Ta’ala di atas kedudukan mereka.

Ada beberapa aturan yang dibuat oleh penguasa yang tidak bersumber dari syariat, tetapi tidak bertentangan dengan syariat, seperti peraturan lalu lintas. Barangsiapa menentangnya, ia berdosa.

Intinya, peraturan penguasa terbagi menjadi tiga:

1️⃣ Peraturan yang memerintahkan untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Peraturan ini wajib dipatuhi.

2️⃣ Peraturan yang memerintahkan untuk melawan Allah Ta’ala. Peraturan ini tidak boleh dipatuhi.

3️⃣ Peraturan yang memerintahkan sesuatu yang bukan termasuk perintah atau larangan Allah Ta’ala. Peraturan ini wajib dipatuhi. Jika tidak mau, maka kamu berdosa dan mereka diizinkan menghukummu.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Kami dahulu membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mau mendengar dan menaati. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami,

فِيْمَا اسْتَطَعْتُمْ

‘Semampu kalian.” (HR Muslim)

Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa membuang kepatuhan (kepada penguasa), di Hari Kiamat kelak saat bertemu dengan Allah ia tidak memiliki bantahan (untuk membela diri). Barangsiapa meninggal dalam keadaan tidak memiliki baiat, ia akan meninggal dalam keadaan mati jahiliah.” (HR Muslim)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

Dengarkanlah dan taatilah (penguasamu), meskipun kalian diperintah oleh seorang budak hitam yang kepalanya seperti kismis.” (HR al-Bukhari)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ

Wajib bagimu mendengarkan dan menaati (penguasamu) dalam keadaan sulit maupun mudah, dalam keadaan giat maupun malas, dan bahkan dalam keadaan mereka lebih mementingkan orang lain daripada dirimu.” (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

Barangsiapa membaiat seorang imam lalu menjabat tangannya dan melakukannya dengan kerelaan hari, hendaklah ia menaatinya semampunya. Jika datang orang lain ingin mencabut kekuasaannya, maka penggallah leher orang itu.” (HR Muslim)

Dari Alqamah bin Wa’il bin Hujr, dia berkata: Salamah bin Yazid al-Ja’fii radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Nabiullah, bagaimana jika kita diperintah oleh penguasa yang meminta haknya dari kita tetapi tidak memberikan hak kita, apa yang engkau perintahkan?”

Beliau berpaling dan dia mengulangi pertanyaannya. Beliau pun menjawab,

اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا، فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ

Dengarkanlah dan taatilah (mereka), karena pada mereka ada kewajiban yang harus mereka laksanakan dan pada kalian ada kewajiban yang harus kalian laksanakan.” (HR Muslim)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa tidak menyukai sesuatu yang dilakukan oleh penguasanya, hendaklah ia bersabar. Sebab, barangsiapa keluar dari ketaatan kepada penguasa meski hanya sejengkal (sedikit), ia akan mati dalam keadaan mati jahiliah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ يَعْصِنِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ، وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي

Barangsiapa menaatiku, berarti ia menaati Allah. Barangsiapa mendurhakaiku berarti ia mendurhakai Allah. Barangsiapa taat kepada penguasa, berarti ia taat kepadaku. Barangsiapa melawan penguasa, berarti ia melawanku.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Suatu kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kami. Lalu kami membaiat beliau. Isi baiat adalah mendengar dan menaati (para pemimpin) dalam keadaan giat atau malas, dalam keadaan sulit atau mudah, dalam keadaan mereka lebih mementingkan orang lain daripada kami, dan kami tidak akan menentang perintah siapa pun yang dipercayakan.”

Beliau bersabda,

إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ‏

Kecuali jika kalian melihatnya mengikuti kekafiran, maka kalian nanti punya bantahan (untuk membela diri) di hadapan Allah.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Oleh karena itu, ulama ahlisunah berpendapat bahwa seseorang tidak boleh pergi untuk melawan para penguasa dan membunuh mereka meskipun mereka menzalimi rakyatnya, seperti yang ditunjukkan dalam hadis-hadis sahih. Hal itu karena kerusakan yang ditimbulkan oleh pemberontakan adalah lebih besar daripada kezaliman para penguasa itu sendiri.”

Beliau juga berkata, “Perlu diketahui bahwa kekuasaan para penguasa merupakan sesuatu yang harus ada dalam beragama. Agama tidak terlaksana kecuali dengannya. Selain itu, manusia tidak dapat sempurna kecuali dengan hidup bermasyarakat. Mereka saling membutuhkan sehingga diperlukan pemimpin bagi mereka.”

Fudhail bin Iyadh dan Ahmad bin Hanbal rahimahumullah berkata, “Jika kami punya doa yang pasti dikabulkan, maka kami pasti mendoakan para pemimpin.”

Baca juga: BENTUK-BENTUK NASIHAT UNTUK PEMIMPIN

Baca juga: PEMIMPIN YANG ADIL

Baca juga: MEMELIHARA DIRI DAN KELUARGA DARI API NERAKA

(Syekh Abu Ubaidah Usamah bin Muhamad al-Jamal)

Serba-Serbi