Abu Jahal Memaksa Pasukan Quraisy Maju ke Badar
Pasukan Quraisy hendak kembali ke Makkah, namun Abu Jahal menolak dan berkata, “Demi Allah, kita tidak akan pulang sebelum tiba di Badar. Kita akan berdiam di sana selama tiga hari, menyembelih unta-unta, makan dan minum, serta memainkan musik untuk menghibur diri. Orang-orang Arab akan mendengar perjalanan dan pasukan kita ini, sehingga mereka akan tetap menghormati kita. Maka berangkatlah.”
Seluruh pasukan menaati Abu Jahal, kecuali al-Akhnas bin Syariq yang kembali bersama kaumnya dari Bani Zuhrah. Thalib bin Abu Thalib juga kembali ke Makkah karena mendengar pembicaraan di antara orang-orang Quraisy yang menuduh bahwa hati Bani Hasyim sebenarnya berpihak kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pasukan Quraisy melanjutkan perjalanan hingga tiba di dekat Badar, di balik sebuah bukit pasir yang terletak di sisi lembah yang jauh dari arah Madinah.
Musyawarah Rasulullah dengan Muhajirin dan Anshar
Ketika mendengar berita keberangkatan orang-orang Quraisy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan para sahabat. Sebagian dari mereka khawatir akan terjadi perang karena belum terbiasa menghadapi peperangan besar, dan mereka pun belum menyiapkan perlengkapan perang. Mereka menyampaikan pendapatnya dan berusaha meyakinkan Rasulullah tentang pandangan mereka. Berkenaan dengan sikap mereka, Allah berfirman:
“Sebagaimana Rabb-mu menyuruhmu keluar dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. Mereka membantahmu (Muhammad) tentang kebenaran setelah nyata (bahwa mereka pasti menang), seakan-akan mereka dihalau menuju kematian, sedang mereka melihat (sebab kematian itu). Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untukmu, sedangkan kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untukmu. Akan tetapi, Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir sampai ke akar-akarnya.” (QS Al-Anfal: 5–7)
Beberapa tokoh Muhajirin menyampaikan pendapat untuk terus maju dan menghadapi musuh, di antaranya Abu Bakar, Umar, dan al-Miqdad bin ‘Amr. Di antara yang dikatakan oleh al-Miqdad adalah, “Wahai Rasulullah, teruslah berjalan sebagaimana yang diperlihatkan Allah kepadamu. Sungguh, kami akan tetap bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa, ‘Pergilah engkau bersama Rabb-mu dan berperanglah. Sesungguhnya kami duduk-duduk saja di sini.’ Namun, pergilah engkau bersama Rabb-mu untuk berperang, dan sesungguhnya kami akan ikut berperang bersama kalian berdua. Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau berjalan membawa kami hingga ke Barkil Ghamad (tempat yang jauh di Yaman), niscaya kami akan menempuhnya bersamamu hingga engkau tiba di Sana’.”
Dalam riwayat lain, ia berkata, “Kami tidak akan mengatakan seperti yang dikatakan oleh kaum Musa, ‘Pergilah engkau bersama Rabb-mu dan berperanglah.’ Namun, kami akan berperang di sebelah kananmu, di sebelah kirimu, di depanmu, dan di belakangmu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa senang mendengar perkataan itu, dan para sahabat yang lain pun turut gembira. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, “Aku pernah mengalami sebuah peristiwa bersama al-Miqdad bin al-Aswad. Sungguh, aku lebih menginginkan untuk ikut bersamanya daripada menghindar darinya.” (HR al-Bukhari)
Setelah mendengar pendapat para tokoh Muhajirin, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, sampaikanlah usulan kalian!”
Yang beliau maksud adalah beliau ingin mendengar pendapat dari kalangan Anshar, karena jumlah mereka lebih banyak, dan karena naskah Bai’at Aqabah al-Kubra tidak menyebutkan secara spesifik bahwa mereka harus melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di luar Madinah.
Sa‘ad bin Mu‘adz, pembawa panji kaum Anshar, memahami maksud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bangkit dan berkata, “Demi Allah, sepertinya yang engkau maksud adalah kami, wahai Rasulullah?”
Beliau berkata, “Betul.”
Sa‘ad berkata, “Sungguh, kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Kami telah memberikan sumpah dan janji untuk mendengar dan menaati perintahmu. Maka lakukanlah apa yang engkau kehendaki, wahai Rasulullah. Sungguh, kami tetap bersamamu. Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memerintahkan kami untuk menyelami laut, lalu engkau menyelaminya, niscaya kami pun akan menyelaminya bersamamu, dan tidak seorang pun dari kami yang akan tertinggal. Kami juga tidak keberatan jika esok engkau membawa kami menghadapi musuh. Sungguh, kami adalah orang-orang yang sabar dalam peperangan dan tegas ketika berhadapan dengan musuh. Semoga Allah memperlihatkan dari kami apa yang dapat menghibur hatimu. Maka berangkatlah bersama kami dengan keberkahan dari Allah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa senang dengan perkataan Sa‘ad, dan beliau pun semakin bersemangat. Beliau bersabda, “Berangkatlah, dan bergembiralah! Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok ini. Demi Allah, seakan-akan saat ini aku dapat melihat tempat kematian kaum itu.”
Baca sebelumnya: STRATEGI AWAL PERANG BADAR DAN MANUVER ABU SUFYAN
Baca setelahnya: PENYELIDIKAN PERGERAKAN MUSUH DAN PERKIRAAN KEKUATAN PASUKAN
(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)