136. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
“Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku: Aku diberi pertolongan dengan rasa takut (yang ditanamkan di hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan alat bersuci, maka siapa saja mendapati waktu shalat, hendaklah ia shalat.” Dan beliau menyebutkan kelanjutan hadis. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
137. Dalam hadits Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Muslim:
وجُعِلَتْ تُرْبَتُها لنا طَهوراً، إذا لم نَجِدِ الماءَ
“Dan tanahnya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci jika kami tidak menemukan air.”
138. Dan dari Ali radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat Ahmad:
وَجُعِلَ التُّرابُ لي طَهُوراً
“Dan tanah dijadikan bagiku sebagai alat bersuci.”
PENJELASAN
al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitabnya Bulughul Maram pada bab Tayamum:
Ketika beliau menyebutkan bersuci dengan air, baik berupa wudhu maupun mandi, beliau juga menyebutkan tayamum, yaitu bersuci dengan tanah bumi. Hal itu dilakukan dengan menepukkan tangan ke tanah, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangan saja. Tayamum adalah pengganti dari bersuci dengan air.
Tayamum secara bahasa berarti menyengaja menuju sesuatu. Orang yang menuju sesuatu disebut mutayammim, karena ia menjadikan sesuatu yang dituju sebagai arah hadapnya, ia menujunya dan pergi kepadanya.
Adapun dalam syariat, tayamum adalah bentuk ibadah kepada Allah, yaitu mengusap wajah dan kedua tangan dengan tata cara khusus. Allah telah menjadikan tayamum sebagai alat bersuci yang khusus bagi umat ini, dan ini merupakan bentuk kebaikan Allah kepada kita. Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kita atas banyak manusia. Adapun umat-umat terdahulu, jika mereka tidak mendapatkan air, mereka tidak melaksanakan shalat hingga mereka mendapatkan air, baru kemudian mereka shalat. Sedangkan umat ini –alhamdulillah– Allah mensyariatkan tayamum bagi mereka jika tidak mendapatkan air. Maka seseorang menepukkan kedua tangannya ke tanah, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya, kemudian shalat sesuai kehendak Allah.
Hal itu termasuk kekhususan umat ini, sebagaimana dalam hadis Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku,” maksudnya, dari para nabi.
Karunia Allah Ta’ala luas dan tidak ada yang membatasi Allah. Siapa yang Dia kehendaki, Dia memberinya dari karunia-Nya, dan siapa yang Dia kehendaki, Dia tidak memberinya. Sebab, kerajaan adalah milik Allah ‘Azza wa Jalla. Dia memberi kepada siapa yang Dia kehendaki dan menahan dari siapa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Dia beri, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Dia tahan.
Tayamum adalah pengganti dari bersuci dengan air, yang menempati posisinya dalam segala hal hingga seseorang menemukan air. Jika seseorang bertayamum untuk shalat Zhuhur —misalnya— dan ia tetap dalam keadaan suci hingga shalat Ashar, lalu hingga shalat Maghrib, kemudian hingga shalat Isya, maka ia tetap dalam tayamumnya. Tayamumnya tidak batal dengan keluarnya waktu shalat. Demikian pula jika ia mengetahui bahwa tidak ada air di sekitarnya atau ia sedang sakit, lalu ia bertayamum sebelum masuk waktu shalat, maka tayamumnya sah dan tidak perlu mengulanginya setelah masuk waktu, karena tayamum adalah penyuci. Allah Ta’ala telah menjadikannya sebagai pengganti air. Sesuatu yang menjadi pengganti suatu hal, maka ia menempati posisinya.
Sabdanya, “Aku diberi lima perkara,” maksudnya Allah Ta’ala memberiku lima perkara yang dengannya Dia melebihkanku atas para nabi sebelumnya.
Hadis ini menunjukkan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahwa Allah telah memberinya keutamaan-keutamaan yang tidak diberikan kepada siapa pun dari para nabi sebelum beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikaruniai berbagai kekhususan, di antaranya ada yang khusus dibanding para rasul lainnya dan ada pula yang khusus dibanding umatnya sendiri. Hal ini diketahui dan disebutkan dalam kitab-kitab yang membahas sifat-sifat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, keutamaannya, dan kekhususannya.
Dan sabdanya, “Aku diberi,” maksudnya bahwa yang memberinya adalah Allah, karena Dia Mahasuci dan Mahatinggi, Dia-lah yang memberi dan yang menahan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ مُعْطٍ
“Aku hanyalah pembagi, dan Allah-lah yang memberi.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
Maka Allah Ta’ala-lah yang memberi dari karunia-Nya apa yang Dia kehendaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia memberikan dari karunia-Nya keutamaan-keutamaan agama dan dunia.
Allah Ta’ala berfirman:
انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا
“Lihatlah bagaimana Kami telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Dan sungguh akhirat lebih besar derajatnya dan lebih besar keutamaannya.” (QS al-Isra’: 21)
Ini adalah keutamaan dunia.
Allah juga berfirman:
تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Itulah para rasul, Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain.” (QS al-Baqarah: 253),
dan juga:
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ ٱلنَّبِيِّۦنَ عَلَىٰ بَعْضٍ
“Sungguh Kami telah melebihkan sebagian nabi atas sebagian yang lain.” (QS al-Isra’: 55)
Ini adalah keutamaan akhirat.
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi keutamaan-keutamaan yang tidak diberikan kepada nabi mana pun sebelumnya. Di antaranya adalah lima perkara ini, dan ada keutamaan lain yang tidak disebutkan dalam hadis ini. Sebab, jika Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku diberi ini dan itu,” itu tidak berarti pembatasan, bahkan bisa jadi ada keutamaan-keutamaan lain.
Baca juga: TAYAMUM DENGAN TANAH SEBAGAI PENGGANTI AIR
Baca juga: MAKNA DAN DISYARIATKANNYA TAYAMUM
Baca juga: SYARAT-SYARAT DIPERBOLEHKANNYA TAYAMUM
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)