PENYEBAB SU’UL KHATIMAH

PENYEBAB SU’UL KHATIMAH

Dari Sahal bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ. فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، فَيَدْخُلُهَا. وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ. فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيَدْخُلُهَا

Sungguh salah seorang dari kalian mengerjakan perbuatan ahli Surga, hingga jarak antara dirinya dan Surga tinggal sehasta. Namun suratan takdir ditetapkan baginya, hingga ia mengerjakan perbuatan ahli Neraka, dan akhirnya ia masuk Neraka. Dan sungguh salah seorang dari kalian mengerjakan perbuatan ahli Neraka, hingga jarak antara ia dan Neraka tinggal sehasta. Namun suratan takdir ditetapkan baginya, hingga ia mengerjakan perbuatan ahli Surga, dan akhirnya ia masuk Surga.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Dirahasiakannya akhir amal seseorang mengandung hikmah yang sangat besar dan merupakan pengaturan yang sangat bijak. Seandainya manusia mengetahui akhir amalannya dan ia termasuk orang yang selamat, niscaya ia akan sombong dan malas beramal. Jika ia termasuk orang yang binasa, niscaya ia bertambah sombong. Perkara tersebut dirahasiakan oleh Allah Ta’ala agar hidup manusia berada di antara perasaan takut dan berharap.”

Ketakutan orang-orang saleh terhadap su’ul kahtimah sangat besar.

Salah seorang dari mereka berkata, “Ketakutan orang-orang saleh terhadap su’ul khatimah terjadi pada setiap pikiran dan gerakannya.”

Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidaklah seseorang merasa aman dari tercabutnya keimanan pada saat kematiannya, melainkan iman orang itu akan tercabut.”

Menjelang kematiannya, Sufyan ats-Tsauri rahimahullah menangis. Seseorang bertanya kepadanya, “Wahai Abu Abdullah, apakah engkau menangis karena merasa banyak dosa?” Ia menjawab, “Tidak. Aku menangis karena aku takut imanku tercabut sebelum kematianku.”

Oleh karena itu, ulama salaf merasa khawatir jika dosa-dosa mereka menyebabkan diri mereka terhalang dari husnul khatimah.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Inilah fikih terbesar di mana seseorang khawatir jika dosa-dosanya akan memperdayanya pada saat kematiannya, sehingga ia terhalang dari husnul khatimah.”

al-Hafizh Abdul Haq al-Isybili rahimahullah berkata, “Su’ul khatimah, semoga Allah Ta’ala melindungi kita darinya, memiliki pintu, jalan, dan sebab. Di antaranya adalah tenggelam dalam meraih dunia. Segala usaha dikerahkan guna menggapai harta dunia. Di antara sebab lain adalah berpaling dari mengingat akhirat, dan kemudian memberanikan diri untuk bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Bisa jadi seseorang tenggelam dalam suatu kesalahan atau kemaksiatan, berpaling (dari kebenaran) dan berani berbuat dosa, sehingga dosa itu menguasai dan menawan hati dan akalnya, lalu kematian datang menjemputnya dalam keadaan seperti itu. Su’ul khatimah tidak akan terjadi pada orang yang kondisi lahiriahnya lurus dalam beragama dan keadaan batinnya juga baik. Hal seperti ini tidak pernah terdengar dan diketahui. Segala puji hanya milik Allah Ta’ala. Su’ul khatimah hanya menimpa orang yang memiliki akidah yang rusak, terus tenggelam dalam dosa-dosa besar, memberanikan diri berbuat dosa-dosa besar sehingga bisa jadi ia tenggelam ke dalam dosa-dosa tersebut, lalu kematian datang menjemputnya sebelum bertobat.”

Terkadang orang yang sedang mengalami sakratul maut menampakkan tanda-tanda su’ul khatimah, seperti enggan mengucapkan kalimat syahadatain, berbicara tentang keburukan dan perbuatan yang diharamkan, menampakkan ketergantungan pada dosa, hal-hal lain yang tampaknya baik, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang menandakan keadaan dirinya yang berpaling dari agama Allah Ta’ala, serta marah dengan ketentuan Allah Ta’ala yang turun kepadanya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika kamu memerhatikan keadaan orang-orang yang sedang menghadapi sakratul maut, maka kamu akan mendapati bahwa mereka sedang dihalangi dari husnul khatimah, sebagai akibat dari perbuatan buruk mereka.”

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Sesungguhnya su’ul khatimah disebabkan oleh keburukan batiniah dalam diri seseorang yang orang lain tidak mengetahuinya, baik berupa perbuatan buruk maupun yang lainnya. Perbuatan yang rahasia ini menyebabkan su’ul khatimah pada saat kematiannya. Sebaliknya, bisa jadi seseorang mengerjakan perbuatan para penghuni Neraka, namun di dalam dirinya tersimpan potensi kebaikan, lalu potensi itu muncul menguasai dirinya di akhir hayatnya, sehingga ia mendapatkan husnul khatimah.”

Para ulama menyebutkan beberapa penyebab su’ul khatimah:

1. Menunda bertobat, tetap dalam kemaksiatan, dan menganggap remeh penunaian kewajiban

Terkadang seseorang menyimpan keinginan untuk bertobat, tetapi kapan? Seorang pemuda berkata, “Aku akan bertobat setelah menikah.” Seorang murid berkata, “Aku akan bertobat setelah lulus.” Orang miskin berkata, “Aku akan bertobat setelah kaya.” Anak remaja berkata, “Aku akan bertobat kalau sudah besar.” Masing-masing menentukan waktu bertobat. Kepada mereka dikatakan, “Siapakah yang dapat menjamin bahwa kalian akan sampai kepada waktu yang kalian tetapkan itu? Apakah kalian tidak takut tiba-tiba kematian menjemput kalian sebelum kalian sampai kepada waktu yang kalian tetapkan? Seandainya kalian sampai kepada waktu tersebut, apakah ada jaminan bahwa kalian akan diberi taufik untuk bertobat, sementara kalian menghabiskan usia kalian dengan dosa, kesesatan, dan syahwat yang diharamkan?

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kalian akan dikumpulkan.” (QS al-Anfaal: 24)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ

Dan Kami palingkan hati dan penglihatan mereka.” (QS al-An’am: 110)

Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan tentang sebab berpalingnya hati mereka melalui firman-Nya:

 كَمَا لَمْ يُؤْمِنُواْ بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ

Seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (al-Qur’an).” (QS al-An’am: 110)

Maksudnya, karena mereka menolak kebenaran pada saat kebenaran itu datang pertama kali kepada mereka.

Kemudian Allah Ta’ala menjelaskan:

وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan.” (QS al-An’am: 110)

Allah Ta’ala mencela suatu kaum yang tenggelam dalam angan-angan panjang sehingga lalai dari beramal untuk akhirat, lalu tiba-tiba ajal datang mengejutkan mereka.

Allah Ta’ala berfirman:

رُّبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ كَانُواْ مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُواْ وَيَتَمَتَّعُواْ وَيُلْهِهِمُ الأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ

Orang-orang kafir seringkali (di akhirat nanti) menginginkan kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong). Maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS al-Hijr: 2-3)

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Yang aku takutkan terjadi pada diri kalian hanya dua perkara, yaitu panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Panjang angan-angan dapat menyebabkan seseorang lupa kepada akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu dapat menyebabkan seseorang berpaling dari kebenaran.”

2. Senang bermaksiat

Orang yang senang berbuat maksiat dan tidak segera bertobat akan terbiasa dengan kemaksiatan tersebut sehingga kemaksiatan tersebut menguasai hati dan pikirannya di detik-detik akhir kehidupannya. Ia pun mati dalam keadaan su’ul khatimah dan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ

Setiap hamba akan dibangkitkan dalam keadaan yang sama seperti ketika ia meninggal dunia.” (HR Muslim)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Dosa-dosa, kemaksiatan, dan syahwat akan mengecewakan pelakunya pada saat kematian datang, bersamaan dengan berkhianatnya setan kepadanya. Terkumpul padanya dua kekecewaan yang ditambah dengan lemahnya iman, sehingga ia pun terjatuh ke dalam su’ul khatimah.”

Abdul Aziz bin Abu Ruwad rahimahullah berkata, “Aku menyaksikan seorang laki-laki yang sedang menghadapi kematian. Ia ditalkinkan ‘Laa ilaaha illallah’. Di akhir ucapannya ia berkata, ‘Ia kafir terhadap apa yang kamu katakan.’ Lalu ia meninggal dalam keadaan seperti itu. Aku bertanya tentang laki-laki itu. Ternyata ia adalah seorang pecandu minuman keras. Aku berkata, ‘Takutlah kalian terhadap dosa, sebab dosa itulah yang mejerumuskan laki-laki itu.’ Di lain waktu, seorang sedang menghadapi kematian. Dikatakan kepadanya, ‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallah’. Namun ia malah mendendangkan lagu-lagu hingga rohnya dicabut. Di kesempatan lain seorang anak diperintahkan untuk mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ menjelang kematiannya. Ia menjawab, ‘Ah, ah, aku tidak bisa mengucapkannya.’ Dan cerita seperti ini sangat banyak.”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Jika kamu mengetahui makna su’ul khatimah, wasapadalah terhadap sebab-sebabnya, persiapkanlah perbuatan-perbuatan baik untuk menghadapinya. Janganlah menunda-nunda persiapan, karena usiamu sangat pendek. Setiap hembusan nafasmu bagaikan akhir hidupmu, sebab bisa jadi rohmu tercabut pada saat itu. Manusia akan mati dalam keadaan yang sama dengan kehidupannya, dan akan dibangkitkan dalam keadaan yang sama dengan kematiannya.”

Oleh karena itu, seorang hamba hendaklah mengharuskan dirinya untuk hidup dalam ketaatan dan ketakwaan, menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, segera bertobat dari semua kemaksiatan, memelas dalam berdoa kepada Allah Ta’ala agar diberikan husnul khatimah, dan berperasangka baik terhadap Allah Ta’ala.

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ. يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ

Sesungguhnya hati seluruh manusia berada di antara jari-jemari ar-Rahman seperti satu hati. Dia memalingkannya sekehendak-Nya.”

Kemudian  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

Ya Allah, Yang Mahamembolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam ketaatan kepada-Mu.” (HR Muslim)

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Baca juga: PANJANG UMUR DAN BAIK AMAL

Baca juga: SATU TINGGAL, DUA KEMBALI

Baca juga: SUAP ADALAH DOSA BESAR YANG MEMBINASAKAN

Baca juga: MAKSIAT BESAR DAN MAKSIAT KECIL

(Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi)

Serba-Serbi