TAGUT DAN HIKMAH DIUTUSNYA PARA RASUL

TAGUT DAN HIKMAH DIUTUSNYA PARA RASUL

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

Dan sungguh Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.’” (QS an-Nahl: 36)

PENJELASAN

Makna Umat

Firman-Nya (بَعَثْنَا). “Kami telah mengutus.” Maksudnya, Kami telah mengutus ke setiap umat.

Umat adalah sekelompok manusia. Lafaz “umat” di dalam al-Quran disebut untuk empat makna:

🔵 ath-Tha’ifah (sekelompok manusia), seperti disebutkan dalam ayat di atas.

🔵 al-Imam (pemimpin), seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًا

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif.” (QS an-Nahl: 120)

🔵 al-Millah (agama), seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

اِنَّا وَجَدْنَآ اٰبَاۤءَنَا عَلٰٓى اُمَّةٍ

Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama.” (QS az-Zukhruf: 23)

🔵 az-Zaman (waktu), seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

وَادَّكَرَ بَعْدَ اُمَّةٍ

Dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya.” (QS Yusuf: 45)

Hikmah Diutusnya Para Rasul

Para rasul diutus dengan hikmah sebagai berikut:

🟢 Untuk menegakkan hujah, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

رُسُلًا مُّبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ لِئَلَّا يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّٰهِ حُجَّةٌ ۢ بَعْدَ الرُّسُلِ

Rasul-rasul adalah pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul diutus.” (QS an-Nisa’: 165)

🟢 Sebagai rahmat Allah Ta’ala bagi manusia, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS al-Anbiya’: 107)

🟢 Menjelaskan jalan menuju Allah, sebab manusia tidak mengetahui apa yang diwajibkan Allah secara rinci, kecuali melalui jalan para rasul.

Makna Ibadah

Firman-Nya (اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ) “Sembahlah Allah.” Maksudnya, tunduklah kalian kepada-Nya dengan menjalankan ibadah.

Ibadah memiliki dua makna:

🔴 Ibadah bermakna merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dengan dilandasi cinta dan pengagungan kepada-Nya.

🔴 Ibadah bermakna sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, “Kata yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridai oleh Allah Ta’ala, yang berupa perkataan dan perbuatan, yang lahir maupun batin.

Definisi Tagut

Firman-Nya (وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ) “Dan jauhilah tagut.” Maksudnya, jauhilah dia di mana kalian berada di satu sisi, dan tagut berada di sisi lain.

Tagut berasal dari kata thughyan. Kata ini adalah sifat musyabbahah. Arti kata thughyan adalah melampaui batas, seperti disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

 اِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاۤءُ حَمَلْنٰكُمْ فِى الْجَارِيَةِ

Sesungguhnya ketika air naik (sampai ke gunung), Kami membawa (nenek moyang) kalian dalam kapal.” (QS al-Haqqah: 11)

Maksudnya, ketika air telah melampaui ambang batasnya.

Definisi tagut yang paling lengkap adalah definisi yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, yaitu apa saja yang seorang hamba melampaui batas terhadapnya, baik berupa sesuatu yang diikuti, diibadahi, atau ditaati. Maksudnya adalah apa saja yang diridai dengan hal itu. Sesuatu disebut juga tagut dilihat dari sisi orang yang mengikutinya, menyembahnya dan menaatinya karena orang itu telah melampaui batas terhadapnya. Dia menempatkan sesuatu itu melebihi kedudukan yang telah Allah tentukan sehingga sesuatu itu diikuti, disembah, atau ditaati. Itulah yang melampaui batas.

Contoh sesuatu yang diikuti adalah dukun, tukang sihir dan ulama jahat. Contoh sesuatu yang diibadahi adalah patung dan berhala. Contoh sesuatu yang ditaati adalah para pemimpin yang menyimpang dari ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Ketika seseorang telah menjadikan mereka sebagai tuhan yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah karena mereka menghalalkannya, atau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah  karena mereka mengharamkannya, berarti mereka adalah tagut. Dan orang yang melakukan hal itu adalah pengikut tagut.

Allah Ta’ala berfirman:

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ اُوْتُوْا نَصِيْبًا مِّنَ الْكِتٰبِ يُؤْمِنُوْنَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوْتِ وَيَقُوْلُوْنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا هٰٓؤُلَاۤءِ اَهْدٰى مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا سَبِيْلًا

Tidakkah kamu memerhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka percaya kepada jibt dan tagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Makkah) bahwa mereka lebih benar jalannya dibanding orang-orang yang beriman.” (QS an-Nisa: 51)

Petunjuk tauhid dari ayat ini adalah bahwa patung-patung adalah tagut yang disembah selain Allah.

Rukun Tauhid

Tauhid tidak sempurna kecuali dengan dua rukun:

🟦 al-Itsbat (penetapan ibadah hanya untuk Allah)

🟦 an-Nafyu (penafian ibadah kepada selain Allah)

Penafian murni adalah pengingkaran murni, dan penetapan murni tidak menghalangi keikutsertaan.

Contoh: “Zaid berdiri.” Kalimat ini menunjukkan Zaid berdiri, namun tidak menunjukkan hanya Zaid yang berdiri. Contoh lain: “Tidak seorang pun berdiri.” Kalimat ini adalah penafian murni. Contoh lain: “Tidak ada yang berdiri kecuali Zaid.” Kalimat ini menunjukkan hanya Zaid yang berdiri karena mencakup penetapan dan penafian.

Ayat ini menunjukkan kesepakatan para rasul dalam mendakwahkan tauhid dan mereka diutus dengan membawa tauhid, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

Dan sungguh Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah tagut.’” (QS an-Nahl: 36)

Baca juga: BERIBADAH HANYA KEPADA ALLAH

Baca juga: MACAM-MACAM SYIRIK BESAR

Baca juga: AKIDAH ISLAM

Baca juga: URGENSI DAN PEMBAGIAN TAUHID

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Akidah