HUKUM AIR KENCING BAYI

HUKUM AIR KENCING BAYI

Dari Ummu Qais radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anak laki-lakinya yang masih kecil dan belum memakan makanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendudukkan anak itu di atas pangkuannya. Tiba-tiba anak itu kencing dan mengenai pakaian beliau. Beliau meminta dibawakan air. Beliau memercikkan air ke pakaiannya. Beliau tidak mencuci pakaiannya. (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah)

Dari Abu as-Samh radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ، وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ

Air kencing bayi perempuan dicuci (dengan air) dan air kencing bayi laki-laki diperciki (dengan air).” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah)

Faedah Hadis

Dari hadis-hadis di atas dapat diambil beberapa faedah, yaitu:

1️⃣ Kencing bayi adalah najis.

2️⃣ Membersihkan sesuatu dari kencing bayi laki-laki cukup dengan memercikkan air kepadanya, sedangkan membersihkan dari kencing bayi perempuan wajib mencucinya.

3️⃣ Dalam hal pemercikan, disyaratkan bahwa bayi laki-laki belum memakan makanan. Maksudnya, bayi belum merasa memperoleh makanan kecuali air susu, berdasarkan jalan istiqlal. Dengan makna ini, bayi sudah berselera terhadap makanan. Jika dilarang atau dicegah dari makanan, ia menangis.

Baca juga: HUKUM KENCING DAN KOTORAN MANUSIA

Baca juga: HUKUM MAZI, MANI DAN WADI

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih