Ibrahim ‘alaihissalam meninggalkan kaumnya untuk berhijrah ke negeri Syam karena Allah. Ia disertai Sarah, istrinya dan Luth, keponakannya. Luth bersama Ibrahim karena ia beriman kepada Ibrahim.
Allah Ta’ala berfirman,
وَنَجَّيْنٰهُ وَلُوْطًا اِلَى الْاَرْضِ الَّتِيْ بٰرَكْناَ فِيْهَا لِلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (QS al-Anbiya: 71)
فَاٰمَنَ لَهٗ لُوْطٌۘ وَقَالَ اِنِّيْ مُهَاجِرٌ اِلٰى رَبِّيْ ۗاِنَّهٗ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan ia (Ibrahim) berkata, ‘Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.’” (QS al-Ankabut: 26)
Bumi kala itu dilanda kekeringan. Ibrahim kemudian pindah ke Mesir yang disebut sebagai perbendaharaan bumi. Namun kekeringan ternyata terjadi di mana-mana dan akan terulang kembali dalam kisah Nabi Yusuf. Tampaknya Mesir menjadi tempat bernaung yang bagus bagi siapa pun yang mengalami kekeringan. Mereka yang tertimpa kemarau panjang dan kekeringan di negeri masing-masing pindah ke Mesir.
Ketika Ibrahim dan Sarah tiba di wilayah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang lalim, seseorang memberitahukan kehadiran mereka kepada raja. Ia berkata, “Di negeri kita ada seorang laki-laki membawa seorang perempuan yang amat cantik.”
Raja mengirim utusan untuk bertanya kepada Ibrahim tentang perempuan yang dimaksud. Utusan itu bertanya kepada ibrahim, “Siapa dia?”
Ibrahim menjawab, “Dia saudariku.”
Setelah itu Ibrahim menemui Sarah. Ia berkata, “Wahai Sarah. Di muka bumi ini tidak ada seorang mukmin pun selain kita berdua. Raja negeri ini bertanya kepadaku tentang dirimu. Kujawab bahwa engkau adalah saudariku. Oleh karena itu, janganlah engkau mendustakan aku.”
Kebiasaan mereka, jika orang-orang seperti mereka menginginkan seorang perempuan mereka akan menyerang suami si perempuan jika si perempuan telah bersuami. Mereka tidak mengusik keluarga si perempuan jika si perempuan masih lajang. Karena itulah Ibrahim berkata kepada utusan raja bahwa Sarah adalah saudaranya ketika ditanya tentang Sarah demi menghindari kesewenang-wenangan sang raja lalim.
Raja mengirim utusan untuk memanggil Sarah. Setelah Sarah tiba di hadapan raja, sang raja berusaha meraih Sarah dengan tangannya. Namun kemudian ia tertimpa azab hingga tangannya lumpuh, karena Sarah berdoa kepada Rabbnya, “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku beriman kepada-Mu dan Rasul-Mu, maka jagalah kemaluanku, kecuali untuk suamiku. Oleh karena itu, janganlah Engkau kuasakan si kafir itu terhadap diriku.”
Raja akhirnya berkata, “Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku. Aku tidak akan menyakitimu.”
Sarah mengkhawatirkan keselamatan dirinya jika raja mati, sebab orang-orang akan menuduhnya telah membunuh raja. Sarah pun berdoa, “Ya Allah. Jika dia mati, tentu orang-orang akan berkata, ‘Dia (Sarah) telah membunuhnya.’” Maka Allah melepas azab yang menimpa raja lalim tersebut.
Namun raja itu berusaha meraih Sarah untuk kedua kali. Ia pun kembali tertimpa petaka seperti sebelumnya, bahkan lebih parah.
Raja berkata, “Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku. Aku tidak akan menyakitimu.”
Sarah kemudian berdoa kepada Allah. Raja pun terlepas dari petaka yang menimpanya.
Pada kali ketiga atau keempat, Raja memanggil salah seorang ajudannya dan berkata, “Yang kalian bawa ini bukan manusia, tetapi setan. Kembalikanlah ia kepada Ibrahim. Berilah ia Hajar sebagai pelayan.”
Sarah pulang dan menemui Ibrahim yang saat itu tengah salat. Mengetahui kedatangan Sarah, Ibrahim segera menyelesaikan salatnya. Ibrahim berisyarat dengan tangannya seakan bertanya kondisi istrinya.
Sarah berkata, “Allah membalikkan tipu daya orang kafir itu sehingga berbalik menimpa dirinya. Dan ia menghadiahkan Hajar kepadaku sebagai pelayan.”
Ibrahim meminta pertolongan kepada Allah dengan perantara sabar dan salat. Begitu juga Sarah. Akhirnya Allah menyelamatkan keduanya. Bahkan keduanya dihadiahi dengan sejumlah harta. Bukan hanya itu, keduanya juga mendapatkan hadiah lain. Allah menjadikan persinggahan Ibrahim di Mesir dan peristiwa raja lalim sebagai sebab Sarah menghibahkan Hajar kepadanya. Perempuan itu adalah Hajar al-Mishriyyah, yang tidak tahu bahwa takdir sedang menyembunyikan sebuah kemuliaan untuknya, kemuliaan puncak yang tidak ada lagi kemuliaan sebelum maupun setelahnya. Ibrahim juga tidak tahu bahwa janji itu tidak lama lagi akan terwujud. Ia akan melihat keturunannya setelah genap berusia 86 tahun.
Ibrahim hingga usia senja seperti itu belum memiliki keturunan karena Sarah mandul. Walaupun demikian, Ibrahim berkeinginan kuat untuk memiliki anak. Allah mengetahui hal itu sehingga jalan menuju Mesir menjadi langkah untuk mewujudkan janji itu.
Ibrahim, Sarah, dan Hajar akhirnya kembali ke Syam. Hajar adalah perempuan Mesir, dan perempuan Mesir memiliki karakter tersendiri. Sejak kecil mereka terbiasa meminum air sungai Nil yang berasal dari Surga, sehingga raut wajah muda memancar di wajahnya.
Sebuah ide muncul di benak Sarah yang terpancar melalui kedua matanya. Mengapa Hajar tidak menikah dengan Ibrahim agar Allah memberinya keturunan yang saleh seperti yang dijanjikan Allah kepadanya, yang sangat didambakan Ibrahim, dan yang selalu diminta Ibrahim siang dan malam? Terlebih setelah terbukti bahwa Sarah mandul.
Sarah melaksanakan ide tersebut. Dalam hitungan sembilan bulan, suara tangisan Ismail (si anak yang sabar) yang diberitakan Ibrahim sebelumnya akhirnya terdengar juga. Tangisannya membelah alam fitrah. Rumah tangga nubuwah pun begitu riang gembira. Allah memberikan keturunan yang saleh kepada hamba kesayangan-Nya.
Tapi kaum perempuan punya tabiat yang selalu melekat dalam kehidupannya, yaitu ceria, penuh keinginan, dan rasa cemburu. Tabiat terakhir lebih dekat di hati perempuan daripada dua tabiat pertama. Sarah cemburu kepada Hajar setelah Hajar melahirkan Ismail. Sarah bersumpah akan memotong tiga bagian tubuh Hajar. Ibrahim kemudian menyarankan agar Sarah mengkhitan kemaluan Hajar dan menindik kedua telinganya. Sarah pun melakukan saran Ibrahim. Sarah mengkhitan kemaluan Hajar. Ibrahim kemudian mengkhitan kemaluan Sarah ketika ia menginginkan memiliki anak dari Sarah, tetapi Allah tidak memberi Sarah anak.
Sarah telah menanggung beban berat berupa siksaan batin dan gangguan bersama sang suami, hamba kesayangan Allah. Oleh karena itu, Allah berkehendak untuk membalas kebaikannya, yaitu memberi Sarah keturunan dari al-khalil Ibrahim.
Rumah Ibrahim adalah rumah yang sering didatangi oleh orang-orang. Mereka senang melakukan itu karena Allah memberikan kelapangan kepada Ibrahim.
Sudah lima belas malam berlalu, tetapi kali ini tidak seorang pun datang ke rumah Ibrahim. Keadaan ini membuat Ibrahim merasa berat. Malam itu Ibrahim menyalakan api untuk mengantipasi kedatangan tamu. Ia duduk di menghadap tenda miliknya. Tanpa ia duga, beberapa laki-laki datang. Mereka mengucapkan salam kepada Ibrahim, dan Ibrahim menjawab, “Salam, wahai kaum yang tidak dikenal.”
Setelah menyambut dan menerima para tamu, diam-diam Ibrahim pergi menemui keluarganya. Setelah itu, ia kembali dengan membawa daging anak sapi gemuk yang dibakar. Daging itu ia hidangkan kepada para tamunya. Tetapi mereka tidak memakannya.
Ibrahim bertanya, “Mengapa tidak kalian makan?”
Ibrahim memperhatikan tangan-tangan mereka. Ternyata mereka memang tidak menyentuh daging itu. Timbul kecurigaan di hati Ibrahim. Kecurigaan itu lalu berubah menjadi rasa takut. Ibrahim takut kepada mereka. Ibrahim berkata, “Kami benar-benar merasa takut kepada kalian.”
Mereka berkata, “Jangan takut. Kami diutus kepada kaum Luth.”
Saat itu Sarah tengah berdiri. Ketika ia melihat suaminya ketakutan, ia malah tertawa. Ia tahu bahwa para laki-laki itu adalah utusan Allah yang Mahapemurah.
Mereka berkata, “Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak laki-laki yang akan menjadi orang yang alim.”
Mendengar berita gembira itu Sarah berkata, “Apakah aku akan melahirkan sementara aku sudah tua dan suamiku juga sudah tua? Ini benar-benar ajaib.”
Ibrahim juga berkata, “Apakah kalian menyampaikan kabar gembira ini kepadaku padahal aku sudah tua renta? Lantas dengan apa kalian memberikan kabar gembira kepadaku?”
Para malaikat berkata, “Mengapa kalian merasa heran dengan ketetapan Allah? Ini adalah rahmat dan berkah Allah yang dicurahkan kepada kalian, wahai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Mahaterpuji, Mahapengasih.”
Saat itu Ibrahim sudah menginjak usia yang sangat uzur yang membuat seorang laki-laki yakin bahwa ia tidak akan bisa memiliki keturunan. Tetapi para malaikat mengingatkannya. Mereka berkata, “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar. Maka janganlah engkau termasuk orang yang berputus asa.”
Ibrahim berkata, “Tidak ada yang berputus-asa dari rahmat Rabbnya kecuali orang yang sesat.”
Sarah pun hamil, lalu melahirkan anak yang alim yang bernama Ishaq. Kealimannya itu membuat ayahnya bergembira. Sayang, rasa gembira yang memenuhi rumah Ibrahim tidak bertahan lama. Dua anak bersaudara ini tidak dirawat secara bersama-sama. Mereka dirawat di tempat yang berbeda.
Baca sebelumnya: BERHADAPAN DENGAN MANUSIA YANG MENGAKU TUHAN
Baca sesudahnya: HAJAR DAN ISMAIL SERTA KISAH AIR ZAMZAM
(Dr Hamid Ahmad ath-Thahir)