Sebagian orang mencari perlindungan dengan mengambil sebab-sebab untuk menolak atau mengangkat bala (musibah). Dan perlu diketahui bahwa ada tiga hal penting berkaitan dengan sebab-sebab tersebut:
Pertama: Tidak boleh menjadikannya sebagai sebab kecuali sesuatu yang telah terbukti sebagai sebab, baik secara syar’i maupun secara qadari (alami atau takdir).
Kedua: Seorang hamba tidak boleh bersandar kepada sebab itu sendiri, melainkan hendaklah ia bersandar kepada Dzat yang menjadikan dan menetapkan sebab tersebut (yaitu Allah), sambil tetap melaksanakan sebab-sebab yang disyariatkan dan bersungguh-sungguh terhadap hal-hal yang bermanfaat darinya.
Ketiga: Bahwa seseorang harus mengetahui, betapapun besar dan kuatnya sebab-sebab itu, semuanya tetap terikat dengan ketetapan dan takdir Allah. Tidak satu pun keluar darinya.
Cincin (lingkaran logam) bisa terbuat dari emas, perak, besi, atau tembaga. Sedangkan benang sudah dikenal. Benda-benda itu dipakai untuk menolak atau mengangkat bala, serta untuk perlindungan dari ‘ain dan hal-hal semisalnya.
Memakai cincin, benang, dan yang semisalnya —jika orang yang memakainya meyakini bahwa benda itu berpengaruh dengan sendirinya tanpa (keterlibatan) Allah, maka ia adalah seorang musyrik dengan kesyirikan yang besar dalam tauhid rububiyah. Sebab, ia meyakini adanya pencipta selain Allah bersama-Nya.
Jika ia meyakini bahwa benda itu hanyalah sebab, tetapi tidak berpengaruh dengan sendirinya, maka ia tergolong musyrik dengan kesyirikan yang kecil. Sebab, ia menganggap sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab. Dengan demikian, ia telah menyekutukan Allah dalam penetapan hukum bahwa benda tersebut adalah sebab, padahal Allah Ta’ala tidak menjadikannya sebagai sebab.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ
“Katakanlah, ‘Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian seru selain Allah? Jika Allah menghendakiku tertimpa suatu kemudaratan, apakah berhala-berhalamu itu bisa menghilangkan kemudaratan itu?’” (QS az-Zumar: 38)
Meskipun ayat ini turun berkenaan dengan berhala-berhala yang tidak mampu menolak atau mengangkat kemudaratan jika ia datang, maka demikian pula halnya dengan cincin dan benang: keduanya tidak dapat menolak kemudaratan dari orang yang memakainya, dan tidak pula dapat mengangkatnya jika sudah terjadi.
Dari ‘Imran bin Husain, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat pada lengan atas seorang laki-laki sebuah gelang. (Perawi) berkata: Seingatku beliau mengatakan itu terbuat dari kuningan. Maka beliau bersabda,
وَيْحَكَ مَا هٰذِهِ؟
“Celakalah kamu! Apa ini?”
Orang itu menjawab, “Ini untuk (mengobati) penyakit wahinah.”
Beliau bersabda,
أَمَا إِنَّهَا لَا تَزِيدُكَ إِلَّا وَهَنًا، انْبِذْهَا عَنكَ، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا
“Ketahuilah, ia tidak akan menambahmu kecuali kelemahan. Buanglah ia darimu. Karena jika engkau mati sementara ia masih ada padamu, engkau tidak akan pernah beruntung selama-lamanya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah)
Laki-laki itu mengenakan gelang dari tembaga untuk menolak penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tubuh. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa gelang itu tidak akan menambah apa pun kecuali kelemahan —yakni kelemahan fisik dan spiritual. Hal ini karena siapa pun yang memakai gelang, benang, atau semisalnya, hatinya bergantung kepada benda yang dikenakannya, dalam rangka menolak atau mengangkat bala. Oleh sebab itu, ketika ia melepasnya, terasa ada kelemahan yang menyusup dalam dirinya dan jiwanya, maka bertambahlah kelemahan dan kerapuhannya.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Karena jika engkau mati sementara ia masih ada padamu, engkau tidak akan pernah beruntung selama-lamanya” menunjukkan bahwa jika seseorang mati dalam keadaan masih memakainya, maka ia tergolong musyrik. Adapun apakah kesyirikan itu besar atau kecil, maka hal itu tergantung pada keyakinan yang ada dalam hati orang yang memakainya.
Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menunjukkan bahwa yang menjadi patokan adalah penutup (akhir kehidupan), dan bahwa siapa yang bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu dengan sesuatu pun sementara kami mengetahuinya, dan kami memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak kami ketahui.
Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, orang-orang mukmin dan mukminah, kaum muslimin dan muslimat. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, kepada keluarganya, dan limpahkanlah salam yang sebanyak-banyaknya hingga Hari Kiamat.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Baca juga: HUKUM MEMAKAI GELANG, BENANG DAN SEBAGAINYA UNTUK MENOLAK BENCANA
Baca juga: LAKI-LAKI DILARANG MEMAKAI BARANG DARI EMAS
Baca juga: SEGALA SESUATU BERJALAN SESUAI DENGAN TAKDIR
(Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub)