Istihadah adalah darah yang mengalir dari kemaluan perempuan secara terus-menerus, tanpa henti, atau hanya berhenti sebentar sebelum mengalir kembali.
Keadaan Perempuan Mustahadah
Keadaan perempuan yang mengalami istihadah (mustahadah) dapat dibagi menjadi tiga kategori berikut:
๐ Ia memiliki kebiasaan haid yang tetap sebelum mengalami istihadah.
๐ Ia tidak memiliki kebiasaan haid yang tetap sebelum mengalami istihadah, namun mampu membedakan antara darah haid dan darah istihadah.
๐ Ia tidak memiliki kebiasaan haid yang tetap dan tidak mampu membedakan antara darah haid dan darah istihadah karena sifat-sifatnya yang samar atau berubah-ubah.
Berikut hukum masing-masing keadaan di atas:
Pertama: Apabila seorang perempuan mengalami keadaan pertama, ia harus menghitung masa haidnya berdasarkan kebiasaan yang sudah tetap. Masa tersebut dianggap sebagai haid, sedangkan selainnya dianggap sebagai istihadah.
Misalnya, seorang perempuan biasanya mengalami haid selama enam hari pada setiap awal bulan. Ketika ia mengalami istihadah dan darahnya keluar terus-menerus, masa haidnya tetap dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedangkan darah yang keluar setelah itu dianggap sebagai istihadah. Hal ini berlaku untuk setiap bulan.
Hal ini berdasarkan hadis dari Aisyah radhiyallahu โanha, bahwasanya Fathimah binti Abi Hubaisyi radhiyallahu โanha bertanya, โWahai Rasulullah, sesungguhnya aku terus-menerus mengeluarkan darah setelah masa haid sehingga aku tidak bisa suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat?โ
Nabi shallallahu โalaihi wa sallam menjawab,
ููุงุ ุฅูููู ุฐููููู ุนูุฑูููุ ูููููููู ุฏูุนูู ุงูุตููููุงุฉู ููุฏูุฑูุงููุฃููููุงู ู ุงูููุชูู ููููุชู ุชูุญูููุถููููู ููููููุงุ ุซูู ูู ุงูุบูุชูุณูููู ููุตููููู
โTidak, sesungguhnya itu adalah โirq (urat nadi yang memanas). Tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat.โ (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah)
Kedua: Apabila seorang perempuan tidak memiliki kebiasaan haid yang tetap, dan istihadah terus-menerus terjadi sejak pertama kali ia mendapati darah, maka hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan) antara darah haid dan darah istihadah jika ia mampu. Jika tidak mampu, maka ia berpindah ke keadaan ketiga.
Ketahuilah bahwa darah haid berwarna hitam kental, memiliki bau khas yang membedakannya dari darah lainnya, dan mudah dikenali. Adapun darah selainnya adalah istihadah. Hal ini berdasarkan hadis dari Fathimah binti Abi Hubaisyi radhiyallahu โanha, bahwa Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ุฅูุฐูุง ููุงูู ุฏูู ู ุงููุญูููุถูุ ููุฅูููููู ุฏูู ู ุฃูุณูููุฏู ููุนูุฑูููุ ููุฃูู ูุณูููู ุนููู ุงูุตููููุงุฉูุ ููุฅูุฐูุง ููุงูู ุงููุขุฎูุฑูุ ููุชูููุถููุฆููุ ููุฅููููู ูุง ููููุนูุฑููู
โJika darah itu darah haid, sesungguhnya darahnya berwarna hitam yang sudah dikenal. Oleh karena itu, tinggalkanlah shalat. Jika tidak demikian, maka berwudhulah, karena itu hanya โirq (urat nadi yang memanas).โ (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, al-Hakim, dan al-Baihaqi. al-Hakim mensahihkannya berdasarkan kriteria Muslim. Disepakati oleh adz-Dzahabi. Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam Shahihul Jamiโ)
Ketiga: Apabila seorang perempuan tidak memiliki kebiasaan haid yang tetap dan tidak mampu membedakan darah, maka hendaklah ia mengikuti kebiasaan perempuan pada umumnya. Masa haidnya adalah enam atau tujuh hari setiap bulan, dihitung sejak pertama kali mendapati darah. Selebihnya dianggap sebagai istihadah. Hal ini dilakukan dengan melihat masa haid perempuan yang lebih dekat hubungan kekerabatannya. Dengan demikian, ia berpatokan pada masa tersebut untuk menentukan haid, sementara darah yang keluar setelahnya dianggap sebagai istihadah karena ketidakmampuannya dalam membedakan darah.
Dari Hamnah binti Jahsy radhiyallahu โanha, ia berkata, โWahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami haid yang sangat deras. Bagaimana pendapatmu tentang hal ini?โ
Beliau shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ุฃูููุนูุชู ูููู ุงููููุฑูุณููู ููุฅูููููู ููุฐูููุจู ุงูุฏููู ู
โAku tunjukkan kepadamu kapas, karena ia dapat menyerap darah.โ
Hamnah berkata, โDarahnya lebih banyak dari itu.โ
Nabi shallallahu โalaihi wa sallam bersabda,
ููุงุชููุฎูุฐูู ุซูููุจูุง
โGunakanlah kainโฆโ hingga pada sabda beliau,
ุฅููููู ูุง ูููู ุฑูููุถูุฉู ู ููู ุงูุดููููุทูุงููุ ููุชูุญููููุถูู ุณูุชููุฉู ุฃููููุงู ู ุฃููู ุณูุจูุนูุฉู ุฃููููุงู ู ููู ุนูููู ู ุงููููููุ ุซูู ูู ุงุบูุชูุณููููุ ููุฅูุฐูุง ุฑูุฃูููุชู ุฃูููููู ููุฏู ุทูููุฑูุชู ููุงุณูุชูููููุฃูุชูุ ููุตููููู ุฃูุฑูุจูุนูุง ููุนูุดูุฑูููู ููููููุฉู ุฃููู ุซูููุงุซูุง ููุนูุดูุฑูููู ููููููุฉู ููุฃููููุงู ูููุง
โSesungguhnya itu adalah usikan setan, maka hitunglah haidmu enam atau tujuh hari menurut ilmu Allah, setelah itu mandilah. Jika engkau merasa bahwa engkau telah suci dan bersih, maka shalatlah dua puluh empat malam atau dua puluh tiga siang dan malamnya.โ (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. at-Tirmidzi berkata, โHasan sahih.โ Dihasankan oleh Syekh al-Albani dalam al-Irwaโ)
Apa yang Harus Dilakukan oleh Perempuan Mustahadah Terkait Shalatnya?
Jika masa haid perempuan mustahadah telah berakhir (sesuai perincian yang disebutkan sebelumnya), ia wajib mandi haid, kemudian membalut kemaluannya dengan sehelai kainโperbuatan ini disebut taljam dan istitsfarโ. Setelah itu, baginya berlaku hukum-hukum thuhr (keadaan suci). Dengan demikian, ia diperbolehkan untuk shalat, puasa, tawaf, dan melakukan hal-hal lain yang sebelumnya haram dilakukan saat haid. Namun, terkait dengan shalat, ia harus memilih salah satu dari opsi berikut:
๐ Berwudhu setiap kali hendak shalat, yaitu ia tidak boleh berwudhu sebelum masuk waktu shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam,
ุชูููุถููุฆูู ููููููู ุตูููุงุฉู
โBerwudhulah kamu setiap kali hendak shalat.โ (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Sebelum berwudhu hendaklah ia membasuh kemaluannya terlebih dahulu dan menyumbatnya dengan sehelai kain.
๐ Mengakhirkan shalat Dzuhur hingga mendekati waktu Asar, kemudian mandi, lalu melaksanakan shalat Dzuhur dan Asar. Demikian pula, ia mengakhirkan shalat Magrib hingga mendekati waktu Isya, kemudian mandi, lalu melaksanakan shalat Magrib dan Isya. Untuk shalat Subuh, ia mandi terlebih dahulu, kemudian melaksanakan shalat Subuh. Hal ini didasarkan pada hadis dari Hamnah binti Jahsy radhiyallahu โanha, di mana Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam bersabda kepadanya,
ููุฅููู ูููููุชู ุนูููู ุฃููู ุชูุคูุฎููุฑูู ุงูุธููููุฑู ููุชูุนูุฌููููู ุงููุนูุตูุฑูุ ููุชูุบูุชูุณูููููู ููุชูุฌูู ูุนูููู ุจููููู ุงูุตููููุงุชููููู ุงูุธููููุฑู ููุงููุนูุตูุฑูุ ููุชูุคูุฎููุฑูููู ุงููู ูุบูุฑูุจู ููุชูุนูุฌููููููู ุงููุนูุดูุงุกูุ ุซูู ูู ุชูุบูุชูุณูููููู ููุชูุฌูู ูุนูููู ุจููููู ุงูุตููููุงุชูููููุ ููุงููุนููููุ ููุชูุบูุชูุณูููููู ู ูุนู ุงููููุฌูุฑูุ ููุงููุนูููู
โJika kamu sanggup mengakhirkan shalat Dzuhur dan menyegerakan shalat Asar, lalu kamu mandi dan menjamak (menggabungkan) dua shalat tersebut yaitu Dzuhur dan Asar, juga mengakhirkan shalat Magrib dan menyegerakan shalat Isya, lalu kamu mandi dan menjamak dua shalat tersebut, maka lakukanlah. Dan jika kamu sanggup mandi untuk shalat Subuh, maka lakukanlah.โ
Rasulullah melanjutkan,
ููููุฐูุง ุฃูุนูุฌูุจู ุงูุฃูู ูุฑููููู ุฅูููููู
โBagiku ini adalah perkara yang lebih aku sukai dari dua pilihanโ (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Pilihan ini lebih aku utamakan: mandi tiga kali untuk melaksanakan shalat lima waktu: satu kali mandi untuk shalat Dzuhur dan Asar, satu kali mandi untuk shalat Magrib dan Isya, serta satu kali mandi untuk shalat Subuh. Sedangkan pilihan kedua adalah mandi setiap kali hendak melaksanakan shalat (lima kali sehari), sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di bawah ini.
๐ Mandi setiap kali hendak shalat
Dari Aisyah radhiyallahu โanha, disebutkan bahwa Ummu Habibah radhiyallahu โanha pernah mengalami istihadah pada masa Rasulullah shallallahu โalaihi wa sallam. Lalu, beliau memerintahkannya untuk mandi setiap kali hendak melaksanakan shalat. (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahihkan oleh al-Albani dalam al-Irwaโ).
Beberapa Catatan
(1) Darah yang keluar dari perempuan mustahadah setelah ia berwudhu untuk shalat tidak membatalkan wudhunya, tidak peduli seberapa banyak darah tersebut, karena ia dalam keadaan uzur. Hendaklah ia menyumbat kemaluannya dengan sehelai kain.
(2) Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menyetubuhi perempuan mustahadah. Pendapat yang lebih kuat adalah bahwa hal itu diperbolehkan, karena syariat tidak melarangnya. Ini adalah pandangan mayoritas ulama.
Asy-Syaukani rahimahullah berkata, โTidak ada larangan terhadap perbuatan tersebut dalam syariat. Dalam Sunan Abu Dawud, dari Ikrimah, disebutkan bahwa โUmmu Habibah pernah mengalami istihadah, dan suaminya tetap menyetubuhinya.โโ (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Baihaqi. Ummu Habibah di sini adalah Hamnah binti Jahsy).
(3) Jika seorang perempuan kehilangan banyak darah akibat suatu alasan, seperti menjalani operasi pada rahim, maka ada dua keadaan yang mungkin terjadi:
๐ Jika diketahui bahwa perempuan tersebut tidak mungkin mengalami haid lagi, misalnya karena operasi pengangkatan rahim, maka dalam keadaan ini, hukum-hukum istihadah tidak berlaku baginya. Oleh karena itu, ia tidak boleh meninggalkan shalat pada waktu kapan pun, karena darah yang keluar dianggap sebagai darah penyakit atau darah rusak.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berpendapat bahwa perempuan tersebut harus berwudhu setiap kali akan melaksanakan shalat.
๐ Jika diketahui bahwa perempuan tersebut masih mungkin mengalami haid lagi, maka baginya berlaku hukum-hukum yang diterapkan pada perempuan mustahadah.
(4) Darah haid dapat dibedakan dari darah istihadah dengan empat tanda berikut:
Warna: Darah haid berwarna hitam, sedangkan darah istihadah berwarna merah.
Ketebalan: Darah haid tebal (pekat), sedangkan darah istihadah tipis (encer).
Bau: Darah haid berbau busuk, sedangkan darah istihadah tidak berbau busuk.
Kebekuan: Darah haid tidak beku (kental), sedangkan darah istihadah mudah membeku.
(5) Jika seorang perempuan memiliki kebiasaan haid yang tetap dan juga memiliki kemampuan membedakan darah, maka pendapat yang lebih kuat adalah bahwa perempuan tersebut sebaiknya berpatokan pada kebiasaannya, bukan pada kemampuan membedakan darah. Hal ini didasarkan pada tindakan Nabi shallallahu โalaihi wa sallam yang, ketika memerintahkan perempuan untuk berpatokan pada kebiasaannya (sebagaimana disebutkan dalam hadis), beliau tidak menanyakan, โApakah kamu dapat membedakan darah atau tidak?โ Selain itu, berpatokan pada kebiasaan lebih akurat bagi seorang perempuan, karena darah bisa saja berubah-ubah; satu hari berwarna hitam, dan hari berikutnya berwarna merah. Namun, jika ia lupa kebiasaan haidnya, maka ia berpedoman pada tamyiz (pembedaan).
(6) Jika seorang perempuan mengetahui waktu haidnya tetapi lupa akan jumlah hari haidnya, misalnya ia tahu bahwa haid biasanya datang pada awal bulan, namun lupa apakah haid tersebut berlangsung selama enam, tujuh hari, atau durasi lainnya, maka dikatakan kepadanya, โBerpedomanlah pada kebiasaan haid perempuan pada umumnya (sebagaimana dalam keadaan ketiga). Kamu tidak boleh berpedoman pada tamyiz.โ
(7) Sebaliknya, jika seorang perempuan mengetahui jumlah hari haidnya, tetapi lupa waktu haidnya, misalnya ia ingat bahwa masa haidnya berlangsung selama enam hari, namun lupa apakah haid tersebut terjadi di awal bulan atau di akhir bulan, maka hendaklah ia berpatokan pada awal bulan, berapa pun jumlah hari haid yang mendatanginya. Jika perempuan tersebut berkata, โHaidku datang di pertengahan bulan, tetapi aku tidak dapat menentukan waktunya secara pasti,โ maka ia harus menghitung mulai dari awal pertengahan bulan, berapa pun jumlah hari haid yang mendatanginya, karena pertengahan bulan dalam keadaan seperti ini lebih dekat pada keakuratan waktu. Wallahu aโlam.
Baca juga: HUKUM HAID
Baca juga: HUKUM NIFAS
Baca juga: HUKUM DARAH
(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)