CIRI-CIRI PENGHUNI SURGA DAN NERAKA

CIRI-CIRI PENGHUNI SURGA DAN NERAKA

Dari Haritsah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ. أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni Surga? Yaitu setiap orang lemah dan diremehkan, yang jika bersumpah atas nama Allah, sumpahnya pasti dikabulkan. Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni Neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, gemar menumpuk harta tetapi enggan mengeluarkan haknya, dan sombong.” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni Surga? Yaitu setiap orang lemah dan diremehkan.”

Lemah dan diremehkan (dipandang rendah) adalah salah satu ciri penghuni Surga. Ciri yang lain adalah tidak berambisi meraih jabatan dan kedudukan dunia, perhatiannya hanya tercurah kepada kedudukan tertinggi di sisi Rabbnya, jiwanya merunduk, hatinya merendah, tidak senang popularitas, dan tidak terpandang atau memiliki kedudukan di mata kaumnya.

Oleh karena itu, kita melihat bahwa ahli akhirat tidak peduli dengan dunianya yang hilang. Ketika didatangi oleh sedikit dunia ia bersyukur. Ketika kehilangan sesuatu dari dunia ia tidak tenggelam dalam kesedihan. Ia yakin bahwa setiap kehendak Allah Ta’ala pasti terjadi. Setiap yang tidak dikehendaki Allah Ta’ala pasti tidak terjadi. Semua urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala. Sesungguhnya kelestarian adalah perkara yang mustahil. Tidak mungkin menghindar dari apa yang telah terjadi dan tidak mungkin menolak dari apa yang telah ditakdirkan, kecuali dengan sebab-sebab syar’i yang telah Allah Ta’ala gariskan.

Sabda Rasulullah, “yang jika bersumpah atas nama Allah, sumpahnya pasti dikabulkan.”

Maksudnya, jika ia bersumpah untuk sesuatu karena Allah, Allah pasti memudahkan urusannya dan mewujudkan keinginannya.

Orang yang bersumpah untuk sesuatu dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharap pahala di sisi-Nya, maka Allah akan mengabulkannya. Dan ini banyak terjadi. Sedangkan orang yang bersumpah atas nama Allah dengan penuh kesombongan terhadap rahmat-Nya, maka ia akan terjauh dari rahmat-Nya.

Contohnya adalah sebagai berikut:

Pertama: Seorang sahabiyah Anshar yang bernama ar-Rabi’ binti an-Nadhir radhiyallahu ‘anhu pernah mematahkan gigi seri seorang perempuan Anshar. Keluarga si perempuan mengadukan perkaranya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan agar kisas dilakukan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi.” (QS al-Ma-idah: 45)

Saudara ar-Rabi’ yang bernama Anas bin an-Nadhir berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah, kumohon jangan kau patahkan gigi ar-Rabi’!”

Beliau bersabda, “Wahai Anas, hukum Allah adalah kisas.”

Anas berkata, “Demi Allah, jangan kau patahkan gigi ar-Rabi!”

Anas bersumpah demikian bukan untuk menolak hukum Allah dan Rasul-Nya, tetapi berharap agar keluarga perempuan Anshar itu memaafkan ar-Rabi’ lalu mengambil denda atau memaafkan secara cuma-cuma tanpa mengambil denda, karena ia yakin keluarga perempuan Anshar itu akan memaafkannya.

Ternyata Allah Taala memudahkan urusannya. Keluarga perempuan Anshar itu memaafkan ar-Rabi’ tanpa menuntut kisas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

Sesungguhnya di antara hamba Allah ada yang jika ia bersumpah karena Allah, ia pasti dikabulkan.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Tidak diragukan lagi bahwa yang membuat Anas bin an-Nadhir melakukan itu adalah kekuatan harapannya kepada Allah Taala, bahwa Dia pasti akan menurunkan sebab-sebab yang membatalkan hukuman kisas terhadap saudarinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ  لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ

Sungguh ada di antara hamba Allah yang jika ia bersumpah atas nama Allah, ia pasti dikabulkan.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa-i)

Yakni, orang yang bersumpah atas nama Allah dengan penuh keyakinan dan harapan terhadap rahmat-Nya, ia pasti dikabulkan.

Kedua: Orang yang bersumpah atas nama Allah karena menentang, sombong dan kagum pada diri sendiri, maka Allah menggagalkan keinginannya. Contohnya adalah seorang ahli ibadah yang taat kepada Allah Taala. Suatu ketika ia berjalan melewati seseorang yang tengah berbuat maksiat. Ia berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan ini.” Ia bersumpah bahwa rahmat Allah jauh dari hamba-Nya yang bermaksiat itu karena kagum pada diri sendiri dan nikmat Allah yang ada padanya. Maka Allah Taala berfirman dalam hadis qudsi,

مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ -أَيْ يَحْلِفُ عَلَيَّ- أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ؟ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ. وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ

Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya. Dan Aku telah menghapus amalmu.” (HR Muslim)

Sabda beliau, “Maukah kalian kuberitahu tentang penghuni Neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, gemar menumpuk harta tetapi enggan mengeluarkan haknya, dan sombong.”

Ini adalah sebagian ciri penghuni Neraka.

Kata ‘utull’ artinya orang yang kejam dan kasar, hatinya keras seperti batu atau lebih keras dari itu.

Kata ‘jawwaazhin mustakbirin’ mengandung beberapa penafsiran. Dikatakan bahwa maknanya adalah ‘al-jumu al-manu’ yaitu orang yang suka menumpuk harta tetapi enggan mengeluarkan haknya.

Secara zahir bahwa makna ‘aljawwazh’ adalah laki-laki yang tidak sabar. Maka kata ‘jawwazh di sini artinya adalah orang yang tidak mampu bersabar sama sekali. Ia mengira dirinya berada di tempat yang paling tinggi yang tidak dapat dicapai oleh siapapun.

Senada dengan hal itu adalah kisah seseorang yang berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan. Ia dikenal sebagai seorang pemberani, mampu menumpas musuh-musuh yang dihadapinya, tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentangnya, “Sesungguhnya ia termasuk penghuni Neraka.”

Sabda beliau ini membuat para sahabat terheran-heran. Mereka berkata, “Bagaimana ia termasuk penghuni Neraka sedangkan kedudukannya seperti itu?”

Seorang sahabat berkata, “Demi Allah, aku akan mengikutinya sehingga aku menyaksikan sendiri bagaimana ia sebenarnya.”

Sahabat itu pun mengikutinya. Dalam perang tersebut sang pemberani terkena panah musuh. Ia tidak mampu bersabar dan putus asa. Ia mengambil pedangnya, menyandarkan tubuhnya di ujung pedang sehingga pedang itu menancap dan menembus punggungnya. Ia pun mati bunuh diri.

Kemudian sahabat itu menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”

Beliau bersabda, “Dengan dasar apa engkau berkata demikian?

Ia menjawab, “Karena orang yang engkau katakan, ‘Sesungguhnya orang ini termasuk penghuni Neraka’ telah melakukan ini dan itu.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ

Sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan penghuni Surga menurut pandangan manusia, padahal sebenarnya ia adalah penghuni Neraka.” (HR al-Bukhari)

Perhatikanlah orang ini! Ia tidak bersabar dan putus asa, dan akhirnya bunuh diri.

Kata ‘jawwazh’ artinya orang yang tidak bersabar, mudah putus asa, selalu sedih, gelisah, cemas, menentang ketetapan takdir, bahkan tidak yakin terhadap Allah sebagai Rabbnya.

Adapun orang sombong adalah orang yang terhimpun dalam dirinya dua sifat, yaitu (1) menolak kebenaran, dan (2) meremehkan orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR Muslim)

Bathru al-haqqi’ adalah menolak kebenaran. ‘Ghamthu an-nas’ adalah meremehkan orang lain.

Dalam diri orang yang sombong terdapat keangkuhan dalam menerima kebenaran, merasa tinggi dibandingkan makhluk lain, tidak mengikuti kebenaran dan tidak mengasihi sesama. Ini adalah ciri penghuni Neraka.

Kita memohon kepada Allah agar Dia menjaga kita dari siksa Neraka dan memasukkan kita ke dalam Surga-Nya. Dia-lah yang Mahadermawan lagi Mahamulia.

Baca juga: ORANG SOMBONG TIDAK MASUK SURGA

Baca juga: PENYEBAB SU’UL KHATIMAH

Baca juga: TERBENAM DI DALAM BUMI BAGI ORANG YANG SOMBONG

Baca juga: ISTIKAMAH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati