MENJAGA AMAL-AMAL

MENJAGA AMAL-AMAL

Allah Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ

Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras.” (QS al-Hadid: 16)

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَفَّيْنَا بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَآتَيْنَاهُ الْأِنْجِيلَ وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا

Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” (QS al-Hadid: 27)

Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثاً

Dan janganlah kamu seperti perempuan yang mengurai kembali benangnya yang telah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai.” (QS an-Nahl: 92)

Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Sembahlah Rabb-mu hingga datang kepadamu keyakinan (yakni kematian).” (QS al-Hijr: 99)

Adapun hadis, di antaranya hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa “Amalan yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dilakukan terus-menerus oleh pelakunya.” (Hadis ini telah disebutkan pada bab sebelumnya.)

Penulis rahimahullah berkata:

Bab menjaga amal-amal maksudnya adalah amal-amal saleh. Setelah membahas bab tentang bersikap pertengahan dalam ketaatan, bahwa seseorang tidak sepatutnya memberatkan dirinya dalam ibadah, melainkan hendaklah mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia melanjutkan dengan bab ini, yaitu menjaga amal ketaatan. Sebab, banyak orang awalnya semangat dalam kebaikan, bersungguh-sungguh dalam beramal, namun kemudian melemah, malas, dan meremehkan. Hal ini sering terjadi pada pemuda, karena tindakan mereka sering didasari emosi, bukan pertimbangan akal. Seorang pemuda bisa sangat bersemangat dalam ibadah, lalu merasa lelah dan berhenti. Karena itu, sebagaimana diingatkan oleh penulis rahimahullah, hendaklah seseorang bersikap seimbang dalam ketaatan, tidak berlebihan, dan senantiasa menjaga amalnya. Menjaga ketaatan merupakan tanda kecintaan dan keinginan terhadapnya. Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus meski sedikit. Maka, jika seseorang menjaga ibadahnya dan terus melaksanakannya, itu menunjukkan kecintaan dan keinginannya terhadap kebaikan.

Penulis rahimahullah menyebutkan beberapa ayat, di antaranya firman Allah Ta’ala:

وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثاً

Dan janganlah kamu seperti perempuan yang mengurai kembali benangnya yang telah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai.” (QS an-Nahl: 92)

Perumpamaannya adalah seorang perempuan yang telah memintal benang dengan baik, kuat, dan kokoh, kemudian setelah itu ia mengurainya kembali hingga benang tersebut hancur dan tidak tersisa sedikit pun. Demikian pula sebagian manusia; mereka pada awalnya sangat bersemangat dan memperbanyak ibadah, tetapi kemudian mereka merusaknya sendiri dengan meninggalkannya.

Demikian pula penulis rahimahullah menyebutkan tentang Bani Israil firman Allah ‘Azza wa Jalla:

وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا

Dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.” (QS al-Hadid: 27)

Artinya, mereka tidak terus melaksanakannya dan tidak menjaganya, tetapi justru menelantarkannya.

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ

Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras.” (QS al-Hadid: 16)

Maksudnya, waktu yang panjang berlalu atas mereka dalam beramal hingga hati mereka menjadi keras dan mereka pun meninggalkan amal —semoga Allah melindungi kita dari hal itu.

Kesimpulannya, seseorang hendaklah senantiasa menjaga amalnya, tidak bermalas-malasan, tidak meninggalkannya, tetapi terus-menerus melaksanakannya dengan istiqamah.

Apabila hal ini (yakni menjaga amal secara terus-menerus) berlaku dalam ibadah, maka ia juga berlaku dalam urusan kebiasaan (atau kehidupan sehari-hari). Hendaklah seseorang tidak berubah arah dan pikiran setiap saat. Sebaliknya, hendaklah ia tetap dan terus berada di atas keadaan yang sedang ia jalani selama belum jelas bahwa keadaan tersebut salah. Namun, jika kesalahan telah jelas, maka seseorang tidak boleh membiarkan dirinya terus berada dalam kesalahan. Selama belum jelas kesalahannya, maka tetap pada keadaan semula adalah lebih baik, karena hal itu menunjukkan keteguhan dirinya. Ia adalah orang yang tidak melangkah satu langkah pun kecuali telah mengetahui di mana ia menapakkan dan mengangkat kakinya —yakni berhati-hati dan berpikir matang dalam tindakannya.

Sebagian orang tidak memerhatikan urusan kebiasaannya. Kamu dapati setiap hari pikirannya berubah, pandangannya pun berganti-ganti. Akibatnya, waktunya banyak terbuang dan jiwanya tidak pernah tenang pada satu hal. Karena itu, diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Barang siapa diberkahi dalam suatu hal, maka hendaklah ia menekuninya.”

Ini adalah kalimat yang agung. Maksudnya, jika kamu mendapatkan keberkahan dalam suatu hal —apa pun bentuknya— maka tekunilah dan jangan berpindah-pindah ke sana kemari, karena hal itu hanya akan membuat waktumu terbuang dan kamu tidak akan membangun (mencapai) sesuatu yang berarti.

Kita memohon kepada Allah agar Dia meneguhkan kita dan kalian di atas kebenaran, serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang menyeru dan membela kebenaran.

Baca juga: ISTIKAMAH ADALAH KUNCI SUKSES DALAM AGAMA ISLAM

Baca juga: MENJAGA SUNAH HARUS DENGAN ILMU DAN AMAL

Baca juga: SEIMBANG DALAM BERIBADAH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati Riyadhush Shalihin