Hendaklah seseorang seimbang dalam beribadah, tidak berlebihan dan tidak pula kurang. Hendaklah ia beribadah di antara kedua titik ekstrim itu. Kaidah ini berlaku bagi semua orang dalam semua perkara.
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih–lebihan dan tidak (pula) kikir. Dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS al-Furqan: 67)
Dalam melaksanakan ketaatan kamu harus menggunakan kaidah ini. Kamu tidak boleh membebani diri di luar batas kemampuan.
Ketika mendapatkan informasi tentang tiga orang yang berkata, “Aku akan salat sepanjang malam selamanya,” “Aku akan berpuasa selamanya,” dan “Aku akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak menikah selamanya,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka,
أنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَاللهِ إنِّي لَأَخْشَاكُمْ للهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أصُومُ وَأُفْطِرُ، وأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّساءَ. فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي، فَلَيْسَ مِنِّي
“Apakah kalian tadi berbicara begini dan begitu? Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, salat dan tidur malam, juga menikahi perempuan. Barangsiapa membenci sunahku, ia bukan termasuk golonganku.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas diri dari orang yang membenci sunah beliau dan membebankan diri dengan sesuatu di luar kemampuannya.
Allah Ta’ala berfirman:
طٰهٰ مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى
“Thaha. Kami tidak menurunkan al–Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS Thaha: 1-2)
“Thaha” terdiri dari dua huruf, yaitu tha dan ha. Huruf ini bukan nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dugaan sebagian orang, tetapi termasuk huruf hijaiah yang dengannya Allah Ta’ala memulai sebagian surat al-Qur’an. Huruf-huruf ini tidak memiliki makna, karena al-Qur’an turun dalam bahasa Arab, sedangkan bahasa Arab tidak memahami bahwa huruf-huruf yang berdiri sendiri memiliki arti, kecuali jika disusun menjadi kata. Tetapi huruf-huruf ini memiliki maksud dan tujuan.
Tujuan dicantumkannya huruf-huruf ini di dalam al-Qur’an adalah sebagai mukjizat yang sangat jelas bagi orang-orang yang mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak mampu membuat satu ayat pun yang semisal dengan al-Qur’an, apalagi sepuluh ayat dalam satu surat, apalagi sepuluh surat. Walaupun demikian, al-Qur’an yang merupakan mukjizat ini tidak tersusun dari huruf-huruf yang mereka tidak mengenalnya. Semua huruf dalam al-Qur’an mereka mengenalnya. Oleh karena itu, hampir semua surat yang diawali dengan huruf-huruf ini setelahnya disebutkan kata al-Qur’an. Misalnya surat al-Baqarah, Ali Imran, al-A’raf, dan Yunus:
الۤمّۤ ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ
“Alif lam mim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS al-Baqarah: 1-2)
الۤمّۤ اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُۗ نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَ
“Alif lam mim. Allah, tidak ada ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan al-Kitab (al–Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil.” (QS Ali Imran: 1-3)
الۤمّۤصۤ كِتٰبٌ اُنْزِلَ اِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِيْ صَدْرِكَ حَرَجٌ مِّنْهُ لِتُنْذِرَ بِهٖ وَذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Alif lam mim shad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu. Maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang-orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS al-A’raf: 1-2)
الۤرٰ ۗتِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْحَكِيْمِ
“Alif lam ra. Inilah ayat-ayat al–Qur’an yang mengandung hikmah.” (QS Yunus: 1-2)
Ini merupakan isyarat bahwa al-Qur’an tersusun dari huruf-huruf yang bahasa Arab tersusun darinya. Walaupun demikian, orang Arab terkagum-kagum dengannya. Inilah maksud yang benar dari huruf-huruf hijaiah.
Firman Allah Ta’ala:
مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓى
“Kami tidak menurunkan al–Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” (QS Thaha: 2)
Maksudnya, Allah Ta’ala menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan untuk membuat hidup sengsara, tetapi untuk meraih kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًاۢ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚفَاِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى ەۙ فَمَنِ اتَّبَعَ هُدٰيَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْٓ اَعْمٰى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا قَالَ كَذٰلِكَ اَتَتْكَ اٰيٰتُنَا فَنَسِيْتَهَاۚ وَكَذٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسٰى وَكَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ اَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْۢ بِاٰيٰتِ رَبِّهٖۗ وَلَعَذَابُ الْاٰخِرَةِ اَشَدُّ وَاَبْقٰى
“Allah berfirman, ‘Turunlah kalian berdua dari Surga bersama-sama. Sebagian kalian menjadi musuh sebagian yang lain. Maka, jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. Dan Kami akan menghimpunnya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.’ Berkatalah ia, ‘Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu seorang yang melihat?’ Allah berfirman, ‘Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya. Dan begitu (pula) pada hari inipun kamu dilupakan.’ Dan demikanlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat lebih berat dan lebih kekal.” (QS Thaha: 123-127)
Allah menurunkan al-Qur’an bukan untuk menyengsarakan manusia, melainkan untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan begitu, semakin seorang muslim berpegang teguh kepada al-Qur’an dan menjadikannya sebagai petunjuk, semakin ia meraih kemuliaan dan derajat yang tinggi di antara semua umat manusia. Sebaliknya, jika seorang muslim semakin jauh dari al-Qur’an, maka ia semakin mundur. Mundurnya sebanding dengan jauhnya ia dari al-Qur’an.
Allah Ta’ala berfirman:
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS al-Baqarah: 185)
Yaitu dengan syariat-Nya Allah pada dasarnya ingin memudahkan hambanya.
Ayat ini turun berkenaan dengan puasa, yaitu agar tidak muncul prasangka bahwa Allah mensyariatkan puasa untuk menyusahkan manusia. Allah menjelaskan bahwa Dia menginginkan hambanya kemudahan, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, barangsiapa sedang dalam perjalanan atau sakit, ia tidak wajib puasa. Ia boleh mengganti puasa pada hari yang lain. Inilah kemudahan dari Allah Azza wa Jalla. Dengan begitu, agama Islam adalah agama yang mudah, indah, baik, dan sangat toleran.
Kita mohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia menganugerahkan kita untuk selalu berpegang teguh dengan agama-Nya hingga ajal tiba dan bertemu dengan-Nya.
Baca juga: MENJADI HAMBA YANG BERSYUKUR
Baca juga: PEMBATAL-PEMBATAL AMAL IBADAH
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)