Suatu hari kaum Tsamud berkumpul di sebuah tempat pertemuan. Nabi Shalih datang menghampiri mereka. Ia menyeru mereka kepada Allah, mengingatkan, menasihati, dan memerintahkan mereka.
Mereka berkata kepada Nabi Shalih, “Jika kamu mampu mengeluarkan dari bongkahan batu itu seekor unta bunting yang berperawakan besar dengan ciri-ciri seperti ini dan itu -Mereka menyebut sejumlah ciri unta yang mereka inginkan-.”
Nabi Shalih berkata kepada mereka, “Bagaimana menurut kalian jika aku mampu memenuhi permintaan kalian? Apakah kalian akan mengimani apa yang aku sampaikan dan memercayai apa yang diutuskan kepadaku?”
Mereka menjawab, “Ya.”
Nabi Shalih mengambil perjanjian itu. Setelah pertemuan itu Nabi Shalih pergi ke tempat salat untuk mengerjakan salat. Seusai salat, ia berdoa kepada Allah agar Allah mengabulkan permintaan mereka.
Allah memerintahkan bongkahan batu itu pecah dan mengeluarkan seekor unta bunting yang berperawakan besar dengan ciri-ciri yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Ketika dilihatnya seekor unta bunting yang berperawakan besar dengan ciri-ciri yang sesuai dengan yang mereka inginkan muncul dari bongkahan batu besar, mereka seperti melihat hal yang besar, kekuatan yang luar biasa, dan bukti yang nyata, hingga banyak di antara mereka beriman, meski sebagian besar tetap ingkar, sesat, dan membangkang. Karena itulah Allah Ta’ala berfirman, “Tetapi mereka menganiaya (unta betina itu).” (QS al-Isra’: 59). Yaitu mereka mengingkari unta itu dan tidak mau mengikuti kebenaran.
Nabi Shalih berkata kepada mereka, “Sesungguhnya telah datang kepada kalian bukti yang nyata dari Rabb kalian. Unta betina dari Allah ini adalah sebagai tanda bagi kalian. Oleh karena itu, biarkanlah dia makan di bumi Allah. Janganlah kalian mengganggunya dengan gangguan apapun. (Jika kalian mengganggunya,) kalian akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS al-A’raf 73)
Nabi Shalih juga berkata, “Ini seekor unta betina yang berhak mendapatkan (giliran) minum, dan kalian juga berhak mendapatkan minum pada hari yang ditentukan. Janganlah kalian menyentuh (unta ini) dengan suatu kejahatan, sebab nanti kalian akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat.” (QS asy-Syu’ara: 155-156)
Allah Ta’ala berfirman, “Dan telah Kami berikan kepada kaum Tsamud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu).” (QS al-Isra’: 59)
Akhirnya tercapai kesepakatan bahwa unta itu dibiarkan berada di tengah-tengah mereka, merumput di mana saja ia suka dan mendatangi sumber air mereka secara bergantian dengan mereka. Di hari giliran unta itu mendatangi sumber air, unta itu minum airnya, sementara mereka menunda mengambil air yang mereka butuhkan hari itu ke hari berikutnya.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka,” yaitu sebagai ujian bagi mereka, apakah mereka beriman kepada Allah atau tetap ingkar? Allah Mahamengetahui apa yang mereka lakukan. “Maka tunggulah mereka,” yaitu tunggulah bagaimana urusan mereka itu. “Dan bersabarlah (Shalih),” (QS al-Qamar: 27) dalam menghadapi gangguan mereka, karena berita itu akan datang kepadamu dengan gamblang. “Dan beritahukanlah kepada mereka bahwa air itu dibagi di antara mereka (dengan unta betina itu). Setiap pihak berhak mendapat giliran minum.” (QS al-Qamar: 28)
Ketika situasi seperti ini berlangsung terus berlangsung, para pemuka kaum melakukan pertemuan. Mereka sepakat untuk menyembelih unta betina itu agar mereka dapat menguasai sumber air setiap hari. Setan telah menghiasi perbuatan buruk mereka.
Seorang wanita Tsamud yang terhormat, ditaati, dan kaya raya memanggil saudara sepupunya yang bernama Mishra. Ia memberi Mishra tugas menyembelih unta betina itu. Wanita Tsamud lain yang sudah tua menawarkan anak perempuannya kepada Qidar bin Salif. Dia mempersilakan Qidar memilih salah satu dari keempat anak perempuannya jika Qidar bersedia menyembelih unta betina itu. Jadilah kedua orang ini, Mishra dan Qidar sebagai ekskutor penyembelihan unta.
Berita tentang rencana penyembelihan unta menyebar ke telinga kaum Tsamud. Tujuh orang lain menerima ajakan untuk menyembelih unta betina itu sehingga eksekutor menjadi sembilan orang. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala, “Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi. Dan mereka tidak berbuat kebaikan.” (QS an-Naml: 48)
Mereka bahkan mengajak kabilah lain untuk menyembelih unta betina itu sehingga total menjadi lebih dari sembilan orang. Mereka pergi mengintai sang unta. Ketika sang unta meninggalkan sumber air, Mishra memasang perangkap. Ia memanah sang unta hingga anak panah menembus tulang pahanya. Para perempuan datang menghasut kabilahnya untuk membunuh sang unta dengan menyingkap wajah-wajah mereka.
Qidar mengayunkan pedangnya ke arah unta dan mengenai urat keting. Unta pun tersungkur ke tanah, mengeluarkan suara yang sangat keras hingga anak unta keluar dari perutnya. Qidar menikam kepala sang unta, lalu menyembelihnya. Anak unta melarikan diri ke atas gunung dan mengeluarkan suara keras tiga kali. Mereka mengejar anak unta dan menangkapnya. Kemudian mereka menyembelihnya. Allah Ta’ala berfirman, “Maka mereka memanggil kawannya, lalu dia menangkap (unta itu) dan memotongnya.” (QS al-Qamar: 29)
Ketika melihat pemandangan yang menakutkan itu, Nabi Shalih sadar bahwa azab akan datang dan tidak bisa ditolak.
Mereka berkata, “Wahai Shalih, buktikanlah ancaman kamu kepada kami jika benar kamu seorang rasul.” (QS al-A’raf: 77)
Nabi Shalih membalas, “Bersukarialah kalian di rumah-rumah kalian selama tiga hari (QS Hud: 65), di luar hari kalian menyembelih unta itu.”
Meski diancam dengan azab yang keras, mereka tetap membangkang. Parahnya lagi, sore harinya mereka berencana membunuh Nabi Shalih. Mereka berkata satu sama lain, “Bersumpahlah kalian dengan (nama) Allah bahwa kita akan menyerang dia dan keluarganya pada malam hari di rumahnya, lalu membunuhnya. Kemudian kita akan katakan kepada ahli warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kebinasaan kuarganya. Dan sungguh, kita adalah orang-orang yang benar.” (QS an-Naml: 49) Mereka akan mengingkari perbuatan itu jika wali-wali Shalih menuntut kematiannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka membuat tipu daya, dan Kami pun menyusun tipu daya, sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah, bagaimana akibat dari tipu daya mereka, bahwa Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya. Maka itulah rumah-rumah mereka runtuh karena kezaliman mereka. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mengetahui. Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman, dan mereka selalu bertakwa.” (QS an-Naml: 50-53)
Malam itu orang-orang yang akan membunuh Shalih dan keluarganya bersembunyi di kaki gunung, menunggu kesempatan membunuh Nabi Shalih dan keluarganya. Namun Allah menghukum mereka. Allah menjatuhkan sebuah batu besar dari puncak gunung yang menghantam mereka. Mereka pun mati dengan cara yang sangat tragis.
Pada Kamis pagi, yaitu hari pertama dari tiga hari penantian, wajah-wajah kaum Tsamud pucat pasi, tepat seperti yang diancamkan oleh Nabi Shalih. Sore harinya mereka berteriak, “Satu hari penantian telah berlalu.”
Pada Jumat pagi, yaitu hari kedua dari tiga hari penantian, wajah-wajah mereka berubah merah. Sore harinya mereka berteriak. “Dua hari penantian telah berlalu.”
Pada Sabtu pagi, yaitu hari ketiga dari tiga hari penantian, wajah-wajah mereka berubah hitam. Sore harinya mereka berteriak, “Masa penantian telah berlalu.”
Pada Ahad pagi mereka melumuri badan mereka dengan kapur barus, bersiap-siap menerima azab. Mereka belum tahu, azab apa yang akan menimpa mereka, dan dari arah mana azab itu datang.
Ketika matahari terbit, langit di atas mereka bergemuruh, bumi di bawah kaki mereka berguncang hebat. Mereka bertumbangan tak bernyawa, bergelimpangan di bawah reruntuhan rumah-rumah mereka.
Allah Ta’ala berfirman, “Seolah-olah mereka belum pernah tinggal di tempat itu dengan keleluasaan rezeki dan kekayaan. Ingatlah, kaum Tsamud mengingkari Rabb mereka. Ingatlah. Binasalah kaum Tsamud.” (QS Hud: 68)
Allah menyelamatkan Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman. Shalih berkata kepada kaum yang telah binasa sambil meninggalkan negeri mereka, “Wahai kaumku, sungguh aku telah menyampaikan amanat Rabbku kepada kalian dan aku telah menasihati kalian, tetapi kalian tidak menyukai orang yang memberi nasihat.” (QS al-A’raf: 79) Watak kalian memang enggan menerima kebenaran. Itulah yang membuat kalian ditimpa azab pedih seperti ini, azab yang akan terus menimpa kalian. Aku sedikit pun tidak memiliki daya upaya untuk menghindarkan kalian dari azab ini. Aku hanya berkewajiban menyampaikan risalah dan nasihat. Tugas itu sudah kulaksanakan terhadap kalian. Tetapi Allah berbuat seperti yang Dia kehendaki.
Baca sebelumnya: NABI SHALIH DIUTUS KEPADA KAUM TSAMUD
Baca juga: LARANGAN MEMASUKI NEGERI KAUM YANG PERNAH DISIKSA
(Dr Hamid Ahmad ath-Thahir)