Kewajiban puasa terjadi dalam tiga fase (tahap). Puasa yang pertama kali diwajibkan adalah puasa Asyura, lalu puasa Ramadan yang diwajibkan tanpa penekanan, kemudian puasa Ramadan yang diwajibkan atas semua kaum muslimin secara jelas. Maksudnya, kaum muslimin harus berpuasa. Tahap-tahap pensyariatan puasa adalah sebagai berikut:
Tahap pertama: Kewajiban puasa Asyura. Hal ini ditunjukkan oleh perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat agar mereka berpuasa hari Asyura. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Tahap kedua: Kewajiban puasa Ramadan tanpa penekanan. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala:
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya, ia wajib membayar fidiah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi, barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka hal itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Baqarah: 184)
Kemudian hukum pada ayat ini dinasakh (dihapus) oleh ayat setelahnya. Allah Ta’ala tidak memberi rukhsah (keringanan) kecuali kepada orang sakit dan musafir.
Tahap ketiga: Kewajiban puasa Ramadan atas semua kaum muslimin. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al–Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan bagi petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian berada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (QS al-Baqarah: 185)
Itulah tiga tahap pensyariatan puasa. Hikmah di balik semua itu adalah bahwa dalam ibadah puasa terdapat kesulitan dan kepayahan yang menimpa jiwa dan raga. Oleh karena itu, pensyariatannya dilakukan secara bertahap. Segala yang dirasa sulit bagi jiwa dan raga, maka Allah Azza wa Jalla dengan hikmah dan kasih sayang-Nya mewajibkannya kepada hamba-hamba-Nya secara bertahap.
Tahap pensyariatan hukum secara bertahap juga dapat kita lihat pada pengharaman khamar.
Tahap pertama: Pembolehan khamar. Sebenarnya pembolehan khamar tidak bisa dianggap sebagai tahap tersendiri, karena ia merupakan hukum asal. Akan tetapi, Allah Ta’ala telah menyatakan hal itu dalam firman-Nya:
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًا
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik.” (QS an-Nahl: 67)
Tahap kedua: Penjelasan bahwa pada khamar terdapat manfaat. Akan tetapi, dosa khamar lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.’” (QS al-Baqarah: 219)
Tahap ketiga: Larangan salat dalam keadaan mabuk. Hal ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendekati salat ketika kalian dalam keadaan mabuk, sampai kalian sadar apa yang kalian ucapkan.” (QS an-Nisa’: 43)
Tahap keempat: Larangan meminum khamar secara tegas. Hal ini terdapat firman Allah Ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung.” (QS al-Ma’idah: 90)
Baca juga: HUKUM PUASA
Baca juga: SALAT LIMA WAKTU, SALAT JUMAT, DAN PUASA RAMADAN ADALAH PENGHAPUS DOSA
Baca juga: PERMOHONAN AMPUNAN MALAIKAT BAGI ORANG YANG BERPUASA
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)