SEGERA TINGGALKAN PEKERJAAN BATIL

SEGERA TINGGALKAN PEKERJAAN BATIL

Ketahuilah bahwa pemberian terbaik Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah keimanan dan ketakwaan. Hendaklah kekayaan dan kecukupan hidup tidak menjadi penghalang seseorang untuk bertakwa.

Ingatlah bahwa kekayaan tidak diukur dengan harta yang melimpah. Kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan yang terdapat pada jiwa, yaitu jiwa yang selalu kanaah dan menerima dengan lapang dada setiap pemberian Allah Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ ‏

Sungguh beruntung orang yang telah berserah diri, diberi kecukupan rezeki, dan diberi sifat kanaah terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya.” (HR Muslim)

Dengan sifat kanaah, seorang muslim mampu menjaga diri dalam mencari rezeki. Ketika mencari nafkah, ia tidak melakukan kezaliman dengan memakan harta orang lain secara haram.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kalian dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.” (QS al-Baqarah: 188)

Lihatlah sekarang ini, begitu banyak orang pintar tapi licik memakan harta orang lain. Bahkan ada di antara mereka mempermasalahkan dan membawa kasusnya ke hadapan hakim. Berbagai cara ditempuh supaya bisa mendapatkan harta yang bukan haknya. Padahal, barangsiapa mengambil bagian hak orang lain, maka hakikatnya ia telah mengambil bagian dari bara api Neraka, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Barangsiapa merampas hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk Neraka dan mengharamkannya Surga.”

Salah seorang sahabat bertanya, “Meskipun sedikit, wahai Rasulullah?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ ‏

Ya, meskipun hanya setangkai kayu sugi (siwak).” (HR Muslim)

Mari kita lihat contoh pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau bertransaksi jual beli, yakni ketika menjual seorang budak kepada al-Adda’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuliskan: “Ini adalah yang telah dibeli al-Adda’ bin Khalid bin Haudhah dari Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia telah membeli seorang budak tanpa cacat yang tersembunyi. Tidak ada tipu daya maupun rekayasa.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan: “Inilah jual beli muslim dengan muslim lainnya.”

Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh etika jual beli sesama muslim, yaitu dengan mengadakan akad secara tertulis, dan tidak ada unsur dusta. Namun para pemburu dunia yang serakah telah menempuh jalan menyimpang dalam mencari harta. Mereka melakukannya dengan cara batil, tipu daya, manipulasi, dan mengelabui orang lemah. Bahkan ada yang berkedok penolong kaum miskin, tetapi nyatanya pelaku pemerasan, menekan, memakan harta orang-orang yang terhimpit kesusahan, tidak memiliki rasa iba dan belas kasih. Berbagai kedok ini mereka namakan pinjaman lunak, gadai, lelang dan sebagainya. Kenyataannya, bantuan dan pinjaman tersebut menjerumuskan ke dalam jurang penderitaan, kesusahan, dan kemiskinan.

Benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Sungguh akan datang kepada manusia suatu masa, yaitu seseorang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan yang halal atau (yang) haram.” (HR al-Bukhari)

Kita menyaksikan pada masa ini, usaha-usaha yang diharamkan agama menjamur, seperti perjudian, perdukunan, pelacuran, perdagangan barang haram seperti khamar, rokok dan narkoba, pencurian dan perampokan, tidak jujur dalam perdagangan dengan menipu dan mengurangi timbangan, memakan riba, memakan harta anak yatim, korupsi, kolusi dan lain-lain.

Ketahuilah bahwa hidup orang yang memakan harta haram tidak akan tenang dan bahagia. Doa yang dia panjatkan tertolak.

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebuah kisah, yaitu seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, hingga keadaannya kusut dan berdebu. Kemudian dia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabbi, ya Rabbi,” akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dikenyangkan dari yang haram. Lantas, bagaimana mungkin doanya dikabulkan?

Ingatlah hisab, pembalasan, dan siksa di akhirat. Para pelaku kezaliman akan mengalami kebangkrutan di akhirat. Meskipun ia membawa pahala yang sangat banyak yang ia kumpulkan di dunia, namun pahala itu akan dialihkan kepada orang-orang yang pernah ia zalimi. Jika pahalanya telah habis sementara kezaliman yang ia lakukan belum tertutupi, maka dosa orang-orang yang ia zalimi dialihkan kepada dirinya, sehingga dia terbebani dengan dosa orang-orang yang ia zalimi. Ia pun bangkrut tanpa pahala. Akhirnya ia dilemparkan ke dalam api Neraka. Wal ‘iyyadzu billah.

Kepada para majikan, janganlah kalian memotong upah pegawai dengan cara yang batil, atau enggan membayarnya. Takutlah kepada Allah Ta’ala.

Ketahuilah bahwa para pegawai yang telah bekerja telah mengorbankan pikiran, waktu, dan tenaga untuk kalian. Para pekerja juga memiliki tanggungan anak dan isteri yang harus dinafkahi. Sungguh celaka orang-orang yang berbuat zalim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

أَعْطُوا ا لْأَ جِيْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفًّ عَرَقُهُ

Berikanlah upah kepada para pekerja sebelum keringatnya kering.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

Diriwayarkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman:

ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ

Ada tiga golongan di mana Aku akan menjadi lawannya pada Hari Kiamat: 1) Orang yang memberi dengan sumpah atas nama-Ku, kemudian ia membatalkannya; 2) Orang yang menjual orang merdeka, lalu ia memakan hasil penjualannya; 3) Orang yang mempekerjakan karyawan yang  karyawan itu menyempurnakan pekerjaannya, akan tetapi upahnya tidak dibayar.” (HR al-Bukhari)

Bahwa usaha yang haram tidak akan menghasilkan kecuali kebinasaan. Suap demi suap makanan yang didapat dari jalan haram akan menurunkan harga diri di masyarakat. Sebaliknya, usaha yang baik dan halal, walaupun sedikit akan menjadi pahala dan tabungan yang selalu bertambah tanpa putus di akhirat.

Dalam kehidupan terkadang kita tidak bisa dipisahkan dari hutang, disebabkan keperluan tertentu. Meski demikian, sebaiknya kita menjauhi dan menghindari hutang, kecuali keadaan memaksa, karena mungkin ada hajat mendesak yang tidak mungkin terpenuhi kecuali dengan berhutang. Orang yang berhutang akan selalu tertawan dan gelisah hingga ia melunasi hutangnya.

Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu bila aku terbunuh di jalan Allah, apakah dosa-dosaku terhapuskan?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلَّا الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَالَ لِي ذَلِكَ

Tentu, bila engkau bersabar dan hanya mengharapkan pahala, terus melangkah maju dan tidak mundur, kecuali jika engkau mempunyai hutang. Sesungguhnya Jibril telah mengatakan yang demikian itu kepadaku.” (HR Muslim)

Melihat besarnya pengaruh dan akibat yang ditanggung oleh orang yang berhutang, semestinya kita memiliki kepedulian. Barangsiapa membantu orang yang sedang dalam kesusahan, ikut meringankan beban orang yang berhutang, memberinya tempo atau bahkan membebaskan hutangnya, maka Allah Ta’ala akan menaungi dirinya pada Hari Kiamat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ

Barangsiapa memperhatikan orang yang dilanda kesusahan atau bahkan ikut menghilangkan kesusahannya, maka Allah akan menaungi dirinya pada Hari Kiamat.” (HR Muslim)

Akhirnya, dalam mencari rezeki tetaplah mencari dari jalan yang halal yang diridai Allah, sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kita hindari jalan-jalan yang diharamkan sejauh-jauhnya.

Tidak ada kebenaran kecuali dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca juga: CURANG DALAM TAKARAN DAN TIMBANGAN

Baca juga: ALLAH TIDAK MENERIMA SEDEKAH DARI HARTA CURIAN

Baca juga: HARAMNYA NYANYIAN DAN MUSIK

(Abu Abdul Karim Abdul Aziz)

Kelembutan Hati