RUKIAH YANG DIPERBOLEHKAN DAN RUKIAH YANG DILARANG

RUKIAH YANG DIPERBOLEHKAN DAN RUKIAH YANG DILARANG

Rukiah (jampi-jampi) adalah kata-kata atau kalimat yang dibaca atau diucapkan dengan  tujuan mencegah mudarat dan mendatangkan manfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggolongkan rukiah ke dalam kesyirikan.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكً

Sesungguhnya rukiah (jampi-jampi), tamimah (jimat), dan pelet (pengasih) adalah syirik.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa menggunakan rukiah (jampi-jampi), tamimah (jimat), dan pelet (pengasih) untuk tujuan mencegah mudarat dan mendatangkan manfaat dari selain Allah adalah syirik kepada Allah Ta’ala. Itu karena tidak ada yang dapat menolak mudarat dan mendatangkan manfaat selain Allah Ta’ala. Berita dalam hadis ini memiliki makna larangan dari melakukannya.

Tamimah (jimat) adalah sesuatu yang dikalungkan pada leher anak kecil untuk menangkal penyakit ‘ain dan sebagainya. Sedangkan tiwalah (pelet) adalah sesuatu yang dibuat agar menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya. Rukiah, tamimah, dan tiwalah adalah kesyirikan kepada Allah Ta’ala.

Para ulama bersepakat bahwa rukiah diperbolehkan apabila terkumpul tiga syarat:

1️⃣ Tidak diyakini dapat memberi manfaat dengan sendirinya tanpa seizin Allah Ta’ala. Bila diyakini dapat memberi manfaat dengan sendirinya tanpa seizin Allah Ta’ala, maka hukumnya haram, bahkan syirik. Seharusnya rukiah diyakini sebagai sebab yang tidak dapat memberi manfaat kecuali dengan izin Allah Ta’ala.

2️⃣ Harus bersumber dari Kitabullah (firman Allah) Ta’ala atau sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau berdoa dengan menggunakan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya. Bila rukiah mengandung doa kepada selain Allah Ta’ala, atau istigasah kepada jin dan yang semisal dengannya, maka hukumnya haram, bahkan syirik.

3️⃣ Harus dengan ucapan yang didengar, dipahami, dimengerti, dan dengan menggunakan bahasa Arab. Rukiah tidak boleh menggunakan bahasa selain bahasa Arab, kecuali masuk kategori doa. Jika masuk kategori doa, maka boleh menggunakan bahasa selain bahasa Arab dengan syarat tidak boleh mengubah nama-nama Allah karena nama-nama Allah adalah tauqifiyah (nama-nama harus disebut sesuai dengan bahasa masing-masing).

Apabila salah satu syarat di atas tidak terpenuhi maka rukiah yang diucapkan berubah menjadi rukiah yang tidak syar’i.

Dari Abu Abdillah Utsman bin Abil Ash radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia mengeluhkan sakit di tubuhnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللَّهِ ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

Letakkanlah tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit, lalu ucapkanlah bismillah sebanyak tiga kali. Dan ucapkanlah sebanyak tujuh kali, A’udzu bi-’izzatillahi wa qudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir (Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari derita yang aku rasakan dan khawatirkan).” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Malik)

Apabila seseorang merasakan sakit, selayaknya dia meletakkan tangannya di tempat yang sakit, lalu mengucapkan doa tersebut dengan diiringi keyakinan dan keimanan. Dia yakin bahwa dia akan mendapatkan manfaat darinya. Dengan itu, rasa sakit akan mereda dengan izin Allah Ta’ala.

Pengobatan dengan cara rukiah ini lebih ampuh daripada pengobatan fisik dengan tablet, sirup atau suntik, karena kita meminta perlindungan kepada Zat yang di tangan-Nya benda langit dan benda bumi berada. Dia-lah yang menurunkan penyakit tersebut, dan Dia pula yang mengangkatnya dari kita.

Perintah untuk meletakkan tangan di tempat yang sakit adalah bentuk pengajaran dan petunjuk kepada sesuatu yang mendatangkan manfaat, yaitu dengan cara orang yang merukiah meletakkan tangannya di tubuh pasien dan megusapnya. Tidak layak seorang perukiah meninggalkan mengusap dan beralih kepada penggunaan besi, garam atau lainnya, karena cara seperti itu tidak dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata kepada Tsabit rahimahullah, “Maukah engkau aku rukiah dengan rukiah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Ia menjawab, “Mau.”

Anas mengucapkan,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ مُذْهِبَ الْبَاسِ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِي، لَا شَافِيَ إِلَّا أَنْتَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Ya Allah, pemelihara manusia, penghilang kesusahan, sembuhkanlah. Engkaulah Mahapenyembuh. Tidak ada penyembuh kecuali Engkau. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Pada hadis di atas Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mendoakan orang sakit kepada Rabbnya agar Dia menghilangkan penyakitnya, dahsyatnya penyakit, rasa nyerinya, dan menjadikan kesembuhan yang tidak ada lagi penyakit setelahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah dirukiah oleh Jibril’alaihissalam.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Jibril mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata,

يَا مُحَمَّدُ، أَشْتَكَيْتَ؟

Wahai Muhammad, apakah engkau mengeluh sakit?

Beliau menjawab,

نَعَمْ

Ya.”

Jibril berkata,

بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شرك كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ بِسم الله أرقيك

Dengan nama Allah, aku merukiahmu dari segala hal yang menyakitimu, dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang hasad. (Semoga) Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku merukiahmu.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Muslim)

Ini adalah doa dari Jibril, malaikat paling mulia untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasul paling mulia.

Ucapan Jibril, “Apakah engkau mengeluh sakit?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Ini menjadi dalil bahwa tidak masalah jika orang sakit mengatakan kepada orang lain, “Aku sedang sakit,” saat mereka menanyakannya, dan ini tidak termasuk mengeluh.

Yang dimaksud mengeluh adalah seseorang mengadukan Allah Ta’ala kepada makhluk dengan berkata, misalnya, “Aku dibuat sakit oleh Allah dengan penyakit ini.” Dia mengadukan Rabb kepada makhluk. Ini tidak boleh. Oleh karena itu, Ya’qub ‘alaihissalam berseru,

اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ

Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)

Ucapan Jibril, “Dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang hasad.” Yakni, dari kejelekan jiwa-jiwa manusia atau jiwa-jiwa jin atau selainnya, atau mata yang hasad yang dinamakan oleh manusia dengan al-’ain. Hal ini terjadi karena orang itu dengki. Jiwa yang tidak suka bila Allah Ta’ala menganugerahkan kenikmatan kepada hamba-Nya adalah jiwa yang buruk dan jahat. Jiwa yang buruk dan jahat terkadang menimbulkan sesuatu yang menimpa orang yang didengki. Oleh karena itu, Jibril berkata, “Atau mata yang hasad. Semoga Allah menyembuhkanmu.” Yakni, Allah Ta’ala membebaskannya dan menghilangkan penyakitnya.

Ucapan Jibril, “Dengan nama Allah, aku merukiahmu.” Jibril memulai dan mengakhiri doanya dengan basmalah.

Selain dilakukan oleh orang yang merukiah, rukiah juga dapat dilakukan oleh diri sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniupkan kepada diri sendiri dengan mu’awwidzat (surat an-Nas dan al-Falaq) ketika beliau sakit menjelang wafatnya. Tatkala sakit beliau semakin parah, akulah yang meniup dengan kedua surat tersebut dan aku megusapnya dengan tangan beliau sendiri untuk mendapat berkahnya. (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

Baca juga: PENGOBATAN ALTERNATIF

Baca juga: BEROBAT DENGAN YANG HALAL

Baca juga: HASAD ADALAH SIFAT YANG TERCELA DAN MEMBAHAYAKAN

(Abu Fairuz al-Kadudampiti)

Akidah