Bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Jagalah akidah kalian dari kerusakan, sebagaimana kalian menjaga tubuh kalian dari penyakit. Apa manfaat yang diraih oleh orang yang hidup dengan tubuh sehat tetapi akidah rusak? Sesungguhnya kesehatan badan yang disertai dengan kerusakan akidah merupakan kerugian di dunia dan di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِاللّٰهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh–jauhnya.” (QS an-Nisa’: 116)
Bertakwalah kepada Allah dalam setiap keadaan, dalam keadaan sehat dan sakit. Ambillah apa-apa yang dihalalkan oleh Allah Ta’ala dan tinggalkanlah apa-apa yang diharamkan-Nya. Sesungguhnya di dalam sesuatu yang halal terdapat kecukupan dari sesuatu yang haram. Ketahuilah bahwa dengan kemuliaan dan kemurahan-Nya, Allah Ta’ala menciptakan obat untuk segala penyakit bagi hamba-hamba-Nya.
Dari Abu az-Zubair, dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ. فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, maka penyakit itu akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim)
Berobat dengan obat yang diperbolehkan termasuk bentuk usaha yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.
Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, “Dalam hadis-hadis sahih terdapat perintah untuk berobat. Berobat tidaklah meniadakan tawakal, seperti halnya upaya-upaya menghilangkan rasa lapar, dahaga, panas, dan dingin. Bahkan hakikat tauhid tidaklah sempurna kecuali dengan melakukan sebab-sebab yang secara syariat dan logika dijadikan sebagai musabab. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Setiap penyakit ada obatnya,’ menjadi penguat bagi orang yang sakit dan dokter. Nabi juga memotivasi untuk mencari obat dan memeriksakan penyakit.”
Di zaman sekarang dunia medis telah berkembang. Banyak sekali ditemukan obat-obat yang bermanfaat dan diperbolehkan. Obat yang paling utama dan paling berkhasiat dalam terapi penyakit adalah rukiah dengan al-Qur’an. Hal itu karena al-Qur’an pada dasarnya dijadikan sebagai obat berbagai penyakit badan dan hati, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Begitu juga terapi dengan doa-doa Nabi yang syar’i. Adapun hal-hal yang haram, sesungguhnya Allah tidak menjadikannya sebagai obat, seperti yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagi kalian dari yang Allah haramkan bagi kalian.” (HR al-Bukhari)
Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata, “Mengobati penyakit dengan sesuatu yang haram secara logika dan syariat adalah sangat buruk. Adapun secara syariat adalah seperti yang telah aku sebutkan dari hadis-hadis dan selainnya. Adapun secara logika, sesungguhnya Allah mengharamkan sesuatu karena ia mengandung keburukan. Allah Ta’ala tidak mengharamkan sesuatu atas umat Islam sebagai hukuman bagi mereka, sebagaimana kebaikan yang diharamkan atas Bani Israil dalam firman-Nya:
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulu) dihalalkan atas mereka.” (QS an-Nisa’: 160)
Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu atas umat Islam karena sesuatu itu mengandung keburukan. Allah Ta’ala ingin menjaga umat Islam dari mengonsumsinya. Oleh karena itu, mereka tidak patut mencari kesembuhan dari penyakit dengan perkara yang haram. Walaupun perkara yang haram itu mungkin dapat menghilangkan penyakit badan, tetapi ia dapat menimbulkan penyakit hati yang dampaknya lebih besar karena kuatnya keburukan di dalamnya. Oleh karena itu, orang yang mengobati penyakit dengan obat yang haram seakan menghilangkan penyakit badan dengan penyakit hati.
Begitu pula, pengharaman obat yang haram menyebabkan benda itu dijauhi dengan berbagai jalan. Menjadikan sesuatu yang haram sebagai obat sama saja seperti menganjuran untuk menyukainya. Tentu hal ini berlawanan dengan tujuan syariat. Lagi pula, sesuatu yang haram disebut oleh Pembuat Syariat sebagai penyakit. Oleh karena itu, ia tidak boleh dijadikan obat.”
Jika akibat buruk yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim itu muncul dari berobat dengan benda-benda haram seperti khamar dan benda najis, lalu bagaimana dengan akibat buruk yang muncul dari berobat dengan perkara-perkara syirik yang dilakukan oleh tukang sihir dan dukun? Akibat buruknya adalah rusaknya akidah atau hidup tanpa akidah. Jika meninggal dunia dan tidak bertobat, ia meninggal dalam keadaan musyrik.
Bertakwalah kepada Allah. Hendaklah kalian berpegang teguh kepada kitab suci Allah dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta apa yang dipegang oleh jamaah kaum muslimin. Ketahuilah bahwa sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah.
Baca juga: HARAM MELAKUKAN PENGOBATAN DENGAN BENDA-BENDA HARAM
Baca juga: HARAM MENGAMBIL KHAMAR SEBAGAI OBAT
Baca juga: SETIAP PENYAKIT ADA OBATNYA
(Syekh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)