KISAH ORANG YANG BERPENYAKIT KUSTA, ORANG BOTAK, DAN ORANG BUTA

KISAH ORANG YANG BERPENYAKIT KUSTA, ORANG BOTAK, DAN ORANG BUTA

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ ثَلاثَةً مِنْ بَني إِسْرَائِيلَ: أبْرَصَ، وَأَقْرَعَ، وَأَعْمَى، أَرَادَ اللهُ أنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهمْ مَلَكاً، فَأَتَى الْأَبْرَصَ، فَقَالَ: أَيُّ شَيْءٍ أَحَبُّ إلَيْكَ؟ قَالَ: لَوْنٌ حَسنٌ، وَجِلْدٌ حَسَنٌ، وَيَذْهبُ عَنِّي الَّذِي قَدْ قَذِرَنِي النَّاسُ؛ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ وَأُعْطِيَ لَونًا حَسَنًا. فَقَالَ: فَأَيُّ المَالِ أَحَبُّ إِلَيكَ؟ قَالَ: الْإِبْلُ – أَوْ قالَ: البَقَرُ — شَكَّ الرَّاوِي – فَأُعْطِيَ نَاقَةً عُشَرَاءَ، فَقَالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيهَا. فَأَتَى الْأَقْرَعَ، فَقَالَ: أَيُّ شَيءٍ أَحَبُّ إلَيْكَ؟ قَالَ: شَعْرٌ حَسَنٌ، وَيَذْهَبُ عَنِّي هَذَا الَّذِي قَذِرَنِي النَّاسُ؛ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ وأُعْطِيَ شَعْرًا حَسَنًا. قالَ: فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِليْكَ؟ قَالَ : الْبَقَرُ، فَأُعْطِيَ بَقَرَةً حَامِلاً، وَقالَ: بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيهَا. فَأَتَى الْأَعْمَى، فَقَالَ: أَيُّ شَيءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ :أَنْ يَرُدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي فَأُبْصِرُ النَّاسَ؛ فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ بَصَرهُ. قَالَ: فَأَيُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِليْكَ؟ قَالَ: الْغَنَمُ، فَأُعْطِيَ شَاةً وَاِلدًا، فَأَنْتَجَ هذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا، فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنَ الْإِبْلِ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْبَقَرِ، وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْغَنَمِ. ثُمَّ إنَّهُ أَتَى الْأَبْرَصَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ: رَجلٌ مِسْكِينٌ قَدِ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ في سَفَرِي فَلا بَلَاغَ لِيَ الْيَوْمَ إلَّا باللهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِي أعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ، والْجِلْدَ الْحَسَنَ، وَالْمَالَ، بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ بِهِ فِي سَفَرِي، فَقَالَ: الْحُقُوقُ كَثِيرَةٌ. فَقَالَ: كأنِّي اَعْرِفُكَ، أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ، فَقِيرًا فَأعْطَاكَ اللهُ! فَقَالَ: إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ، فَقَالَ: إنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ. وَأَتَى الْأَقْرَعَ فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا، وَرَدَّ عَلَيهِ مِثْلَ مَا رَدَّ هَذَا، فَقَالَ: إنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ. وَأَتَى الْأَعْمَى فِي صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ، فَقَالَ: رَجُلٌ مِسْكينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ انْقَطَعَتْ بِيَ الْحِبَالُ فِي سَفَرِي، فَلَا بَلاَغَ لِيَ الْيَوْمَ إلَّا بِاللهِ ثُمَّ بِكَ، أَسْأَلُكَ بِالَّذِي رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِي سَفَرِي؟ فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللهُ إِلَيَّ بَصَرِي، فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ، فَوَاللهِ مَا أجْهَدُكَ الْيَوْمَ بِشَيءٍ أخَذْتَهُ للهِ عَزَّوَجَلَّ. فَقَالَ: أمْسِكْ مَالَكَ فِإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ، فَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْكَ، وَسَخِطَ عَلَى صَاحِبَيكَ

Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Israil: seorang penderita penyakit kusta, seorang yang botak, dan seorang yang buta. Allah hendak menguji mereka, maka Dia mengutus satu malaikat kepada mereka. Malaikat itu mendatangi si penderita kusta dan berkata, Apa yang paling kamu inginkan? Ia menjawab, Kulit yang indah, warna yang bagus, dan hilangnya penyakit yang membuat orang-orang menjauhiku.’ Maka malaikat itu mengusapnya, lalu penyakitnya hilang, dan ia diberikan warna kulit yang indah serta kulit yang bagus. Kemudian malaikat itu bertanya, Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab, Unta, atau (perawi ragu) Sapi. Maka ia diberi seekor unta betina yang sedang bunting, dan malaikat itu berkata, Semoga Allah memberkahi hartamu ini.’

Lalu malaikat itu mendatangi si botak dan bertanya, Apa yang paling kamu inginkan? Ia menjawab, Rambut yang indah, dan hilangnya penyakit yang membuat orang-orang menjauhiku.’ Maka malaikat itu mengusapnya, lalu penyakitnya hilang, dan ia diberikan rambut yang indah. Malaikat itu kemudian bertanya, Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab, Sapi.’ Maka ia diberi seekor sapi betina yang sedang bunting, dan malaikat itu berkata, Semoga Allah memberkahi hartamu ini.

Lalu malaikat itu mendatangi si buta dan bertanya, Apa yang paling kamu inginkan? Ia menjawab, Agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat orang-orang.’ Maka malaikat itu mengusapnya, lalu Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi, Harta apa yang paling kamu sukai? Ia menjawab, Kambing.’ Maka ia diberi seekor kambing betina yang sedang bunting.

Kemudian, ternak-ternak itu berkembang biak. Orang yang pertama memiliki lembah penuh dengan unta, orang kedua memiliki lembah penuh dengan sapi, dan orang ketiga memiliki lembah penuh dengan kambing.

Selanjutnya, malaikat itu datang kepada si penderita kusta dalam rupa dan bentuknya yang lama. Ia berkata, Aku seorang laki-laki miskin. Sungguh telah terputus denganku segala sarana dalam perjalananku. Maka, tidak ada cara bagiku untuk mencapai tujuan hari ini kecuali dengan (pertolongan) Allah, kemudian dengan (bantuan)mu. Aku memohon kepadamu, dengan (nama) yang telah memberimu warna yang bagus, kulit yang indah, dan harta, seekor unta yang dapat aku gunakan untuk mencapai tujuan dalam perjalananku. Ia menjawab, Hak-hak (tanggunganku) banyak.’ Malaikat itu berkata, Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah kamu dahulu adalah seorang yang berpenyakit kusta sehingga orang-orang merasa jijik kepadamu, dan kamu miskin, lalu Allah memberimu (kekayaan)? Ia menjawab, Sesungguhnya aku hanyalah mewarisi harta ini dari leluhurku.’ Malaikat itu berkata, Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.’

Malaikat itu lalu mendatangi si botak dalam rupa dan bentuknya yang lama. Ia berkata kepadanya sebagaimana yang ia katakan kepada yang pertama, dan orang itu menjawab seperti jawaban yang pertama. Maka malaikat itu berkata, Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.

Kemudian malaikat itu mendatangi si buta dalam rupa dan bentuknya yang lama. Ia berkata, Aku seorang laki-laki miskin dan musafir yang telah terputus segala sarana dalam perjalananku. Tidak ada cara bagiku untuk mencapai tujuan hari ini kecuali dengan (pertolongan) Allah, kemudian dengan (bantuan)mu. Aku memohon kepadamu dengan (nama) yang telah mengembalikan penglihatanmu, seekor kambing yang dapat aku gunakan untuk mencapai tujuan dalam perjalananku.’ Ia menjawab, Dulu aku buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah apa yang kamu kehendaki dan tinggalkan apa yang kamu kehendaki. Demi Allah, aku tidak akan mempersulitmu hari ini atas sesuatu yang kamu ambil karena Allah ‘Azza wa Jalla.’ Malaikat itu berkata, Pertahankan hartamu. Sesungguhnya kalian sedang diuji, dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu.’” (Muttafaq ‘alaih)

PENJELASAN

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tiga orang dari Bani Israil” (Isra’il adalah sebutan untuk Ishaq bin Ibrahim ‘alaihimushshalatu wassalam, saudara Isma’il). Di antara keturunan Isra’il adalah Musa, Harun, Isa, dan seluruh Bani Israil. Semuanya merupakan keturunan Ishaq ‘alaihissalam.

Isma’il adalah saudara kandung Ishaq ‘alaihimushshalatu wassalam. Dengan demikian, Bani Israil dan bangsa Arab adalah sepupu, karena keduanya merupakan keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari dua garis keturunan yang berbeda.

Riwayat tentang Bani Israil

Banyak berita yang sampai kepada kita tentang Bani Israil. Berita-berita tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian:

Pertama: Berita yang datang dalam al-Qur’an.

Kedua: Berita yang datang dalam hadis-hadis sahih.

Ketiga: Berita yang yang berasal dari kisah-kisah mereka dan dari ulama-ulama mereka.

Adapun berita yang pertama dan kedua, tidak diragukan lagi bahwa keduanya adalah kebenaran. Berita tersebut diterima tanpa ragu, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

اَلَمْ تَرَ اِلَى الْمَلَاِ مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ مِنْۢ بَعْدِ مُوْسٰىۘ اِذْ قَالُوْا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ

Apakah kamu tidak memerhatikan pemuka-pemuka dari Bani Israil setelah Nabi Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, ‘Angkatlah untuk kami seorang raja agar kami berperang di jalan Allah.’” (QS al-Baqarah: 246)

Dari sunah, contohnya adalah hadis ini yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Adapun berita-berita yang diriwayatkan dari mereka dan para ulama mereka, maka berita tersebut terbagi menjadi tiga bagian:

Pertama: Berita yang disaksikan oleh syariat sebagai kebatilan, maka berita tersebut adalah batil dan wajib ditolak. Hal ini sering ditemukan dalam riwayat-riwayat Israiliyyat yang digunakan dalam tafsir al-Qur’an, karena banyak dari berita-berita Israiliyyat tersebut yang disaksikan oleh syariat sebagai kebatilan.

Kedua: Berita yang disaksikan oleh syariat sebagai kebenaran, maka berita tersebut diterima. Penerimaan ini bukan karena berita itu berasal dari Bani Israil, tetapi karena syariat telah menyaksikan dan menetapkannya sebagai suatu kebenaran.

Ketiga: Berita yang tidak ada dalam syariat yang menunjukkan kebenaran atau kebatilannya. Dalam hal ini, sikap yang diambil adalah menghentikan (tawaquf), yakni tidak membenarkan dan tidak pula mendustakannya. Sebab, jika kita membenarkan berita tersebut, bisa jadi itu adalah kebatilan sehingga kita membenarkan sesuatu yang batil. Sebaliknya, jika kita mendustakannya, bisa jadi itu adalah kebenaran sehingga kita mendustakan sesuatu yang benar. Oleh karena itu, sikap yang diambil adalah tawaquf. Namun, meskipun demikian, tidak ada larangan untuk menyampaikan berita tersebut selama bermanfaat, seperti dalam rangka memberikan motivasi (targhib) atau peringatan (tarhib).

Kisah Tiga Orang Bani Israil

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadis ini bahwa terdapat tiga orang dari Bani Israil yang diuji oleh Allah ‘Azza wa Jalla dengan penyakit pada tubuh mereka. Salah satu dari mereka menderita kusta, yang kedua botak tanpa rambut di kepalanya, dan yang ketiga buta sehingga tidak dapat melihat. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menguji mereka untuk menguji keimanan mereka, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan apa yang Dia kehendaki. Tujuannya adalah untuk melihat apakah hamba tersebut bersabar atau justru merasa kesal ketika diuji dengan kesulitan, serta apakah ia bersyukur atau kufur ketika diuji dengan kenikmatan.

Maka Allah mengutus kepada mereka satu malaikat dari kalangan para malaikat. Malaikat tersebut mendatangi mereka satu per satu dan bertanya, “Apa yang paling kamu inginkan?” Malaikat itu memulai dari orang yang menderita kusta dan bertanya, “Apa yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Kulit yang indah, warna yang bagus, dan hilangnya penyakit yang membuat orang-orang menjauhiku.” Hal ini karena yang paling diinginkan oleh manusia adalah terbebas dari tanda-tanda penyakit, terutama tanda-tanda yang membuat orang lain merasa tidak nyaman. Maka malaikat itu mengusapnya dengan izin Allah, sehingga penyakit kustanya hilang, dan ia diberi kulit yang indah serta warna yang bagus.

Kemudian malaikat itu bertanya kepadanya, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Unta,” atau (perawi ragu) “Sapi.”

Tampaknya ia mengatakan, “Unta,” karena dalam kisah si botak, ia diberikan sapi. Maka ia pun diberi seekor unta betina yang sedang bunting, dan malaikat itu berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkahi hartamu ini.” Dengan demikian, kemiskinan yang menimpanya hilang, begitu pula penyakit fisik yang ia derita. Selain itu, malaikat mendoakannya agar Allah memberkahi hartanya tersebut.

Kemudian malaikat itu mendatangi si botak dan bertanya, “Apa yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Rambut yang indah, dan hilangnya penyakit yang membuat orang-orang menjauhiku.” Maka malaikat itu mengusapnya, dan Allah memberinya rambut yang indah. Setelah itu, malaikat bertanya lagi, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Sapi.” Maka ia diberi seekor sapi betina yang sedang bunting, dan malaikat itu berkata, “Semoga Allah memberkahi hartamu ini.”

Adapun si buta, malaikat datang kepadanya dan bertanya, “Apa yang paling kamu inginkan?” Ia menjawab, “Agar Allah mengembalikan penglihatanku.” Perhatikanlah perkataan si buta ini; sesungguhnya ia hanya meminta agar ia dapat melihat orang-orang saja. Berbeda halnya dengan si penderita kusta dan si botak, masing-masing dari mereka meminta sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebutuhan dasar mereka. Si penderita kusta berkata, “Kulit yang indah dan warna yang bagus.” Si botak berkata, “Rambut yang indah.” Mereka tidak hanya meminta sekadar kulit atau rambut, tetapi sesuatu yang lebih dari itu. Adapun orang ketiga, yaitu si buta, ia memiliki kezuhudan. Ia tidak meminta sesuatu yang berlebihan, melainkan hanya memohon agar ia bisa melihat manusia saja.

Kemudian malaikat bertanya kepadanya, “Harta apa yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Kambing.” Hal ini juga menunjukkan kezuhudannya, karena ia tidak menginginkan unta atau sapi, melainkan hanya kambing. Jika dibandingkan, kambing memiliki proporsi yang lebih kecil dibandingkan dengan sapi atau unta. Maka, ia diberi seekor kambing yang sedang bunting, dan malaikat itu berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkahi harta ini untukmu.”

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi orang pertama dengan unta, orang kedua dengan sapi, dan orang ketiga dengan kambing. Masing-masing dari mereka memiliki sebuah lembah yang dipenuhi dengan harta yang telah diberikan kepada mereka: orang pertama memiliki lembah yang penuh dengan unta, orang kedua memiliki lembah yang penuh dengan sapi, dan orang ketiga memiliki lembah yang penuh dengan kambing.

Kemudian malaikat mendatangi orang yang pernah menderita penyakit kusta dengan rupa dan bentuknya seperti dulu, yaitu berupa sosok fisik yang sederhana, penampilan yang lusuh, serta pakaian yang menyerupai pakaian orang miskin. Malaikat itu berkata kepadanya, “Aku adalah seorang miskin yang telah terputus segala sarana dalam perjalananku. Tidak ada cara bagiku untuk mencapai tujuan hari ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian melalui bantuanmu.”

Lalu ia memohon kepadanya dengan menjelaskan keadaannya, bahwa ia adalah seorang fakir dan ibnu sabil (musafir), serta bahwa segala tali penghubung, yaitu sebab-sebab yang dapat menyampaikannya kepada keluarganya, telah terputus darinya. Ia juga menegaskan bahwa ia tidak memiliki jalan keluar kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian melalui bantuannya.

Ia berkata kepadanya, “Aku memohon kepadamu demi Dia yang telah memberimu warna kulit yang bagus, tubuh yang sehat, dan harta kekayaan, seekor unta yang dapat aku gunakan untuk melanjutkan perjalananku.” Namun, ia menjawab, “Tanggunganku banyak.” Ia enggan memberikan bantuan, padahal ia memiliki lembah yang penuh dengan unta. Ia tetap berkata, “Tanggunganku banyak.”

Tampaknya —wallahu a‘lam— ia tidak memenuhi satu pun dari tanggungannya, sebab orang yang memohon tersebut adalah seorang musafir dan fakir yang telah terputus dari segala jalan, serta termasuk yang paling berhak mendapatkan bantuan harta. Meski begitu, ia tetap menolak dengan meminta maaf.

Malaikat itu lalu mengingatkannya dengan keadaannya di masa lalu seraya berkata, “Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah dahulu kamu adalah seorang yang menderita kusta sehingga orang-orang menjauhimu, dan seorang fakir yang kemudian Allah berikan harta kepadamu?” Yaitu, Allah telah memberimu harta, warna kulit yang baik, dan tubuh yang sehat. Namun, ia menjawab, dan na‘udzubillah, “Sesungguhnya aku hanya mewarisi harta ini dari leluhurku.” Dengan jawaban tersebut, ia mengingkari nikmat Allah.

Malaikat itu berkata kepadanya: “Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu yang dulu.” Maksudnya, jika kamu berdusta dengan apa yang kamu katakan, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu yang dahulu berupa kemiskinan dan penyakit kusta. Tampaknya, Allah mengabulkan doa malaikat tersebut, meskipun doa itu bersyarat. Karena ia terbukti berdusta, ketika syarat tersebut terpenuhi, konsekuensinya pun terjadi.

Malaikat itu kemudian mendatangi orang yang sebelumnya botak dan berkata kepadanya sebagaimana ia berkata kepada orang yang sebelumnya menderita kusta. Orang itu pun memberikan jawaban yang sama seperti jawaban orang yang sebelumnya menderita kusta. Maka malaikat itu berkata, “Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu semula.”

Kemudian malaikat itu mendatangi orang yang sebelumnya buta dan mengingatkannya akan nikmat Allah kepadanya. Orang itu menjawab, “Dulu aku buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku.” Ia pun memuji Allah atas nikmat-Nya dan berkata, “Ambillah apa pun yang kamu kehendaki dan tinggalkan apa pun yang kamu kehendaki. Demi Allah, aku tidak akan mempersulitmu hari ini atas sesuatu yang kamu ambil karena Allah ‘Azza wa Jalla.”

Artinya: Aku tidak akan menghalangimu dan tidak akan membuatmu kesulitan dengan mencegah apa pun yang telah kamu ambil karena Allah ‘Azza wa Jalla. Lihatlah bagaimana ia bersyukur dan mengakui nikmat tersebut.

Malaikat itu berkata kepadanya, “Pertahankan hartamu. Sesungguhnya kalian sedang diuji. Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu.”

Kisah ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terkenal di kalangan manusia, sehingga malaikat berkata, “Allah murka kepada kedua temanmu.” Maka, orang itu tetap mempertahankan hartanya, dan Allah memberinya nikmat berupa penglihatan. Adapun dua orang lainnya, tampaknya Allah mengembalikan mereka kepada keadaan semula berupa kemiskinan dan cacat. Kita berlindung kepada Allah dari keadaan yang demikian.

Dalam hal ini terdapat dalil bahwa bersyukur atas nikmat Allah merupakan salah satu sebab kelangsungan dan bertambahnya nikmat, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Dan (ingatlah juga), ketika Rabb kalian memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Manfaat Hadis

Dalam kisah mereka terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) dari tanda-tanda kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla:

1️⃣ Penetapan adanya malaikat

Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dari cahaya. Allah menganugerahi mereka kekuatan untuk melaksanakan perintah-Nya dan kehendak untuk selalu taat kepada-Nya. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan kepada mereka, dan mereka senantiasa melaksanakan segala perintah-Nya dengan sempurna.

2️⃣ Malaikat dapat menampakkan diri dalam rupa manusia

Malaikat dalam kisah ini mendatangi tiga orang tersebut dalam wujud seorang manusia.

3️⃣ Malaikat dapat menyerupai orang tertentu

Hal ini sebagaimana mereka mendatangi orang yang menderita kusta, botak, dan buta untuk kedua kalinya dalam rupa dan bentuk mereka masing-masing.

4️⃣ Boleh menguji manusia dengan datang dalam rupa tertentu

Hal ini sebagaimana malaikat mendatangi tiga orang tersebut dalam rupa seorang manusia yang membutuhkan dan menderita cacat untuk menguji mereka. Meskipun malaikat, sebagaimana yang tampak — dan ilmu sepenuhnya milik Allah — pada hakikatnya tidak memiliki cacat, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka muncul dalam rupa tersebut sebagai bagian dari ujian.

5️⃣ Malaikat dapat menghilangkan penyakit

Malaikat hanya mengusap orang yang botak, penderita kusta, dan yang buta dengan satu usapan, lalu Allah menghilangkan penyakit mereka melalui usapan tersebut. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika Dia menghendaki sesuatu, cukup berkata, “Jadilah!” maka terjadilah. Dan jika Allah menghendaki, Dia dapat menghilangkan cacat mereka tanpa perantara malaikat. Namun, Allah menjadikan malaikat sebagai perantara dalam hal ini sebagai bagian dari ujian dan cobaan.

6️⃣ Allah memberikan keberkahan kepada seseorang dengan harta sehingga menghasilkan sesuatu yang melimpah

Hal ini terlihat pada tiga orang tersebut: yang pertama memiliki lembah penuh unta, yang kedua memiliki lembah penuh sapi, dan yang ketiga memiliki lembah penuh kambing. Semua itu adalah berkah dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Selain itu, malaikat juga mendoakan keberkahan bagi masing-masing dari mereka.

7️⃣ Adanya perbedaan di antara manusia dalam mensyukuri nikmat Allah dan memberi manfaat kepada sesama

Orang yang menderita kusta dan botak telah dianugerahi Allah harta yang besar dan berharga, tetapi mereka mengingkari nikmat tersebut. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami mewarisi harta ini dari leluhur kami.” Pernyataan itu adalah dusta, karena sebelumnya mereka adalah fakir, dan Allah-lah yang memberikan harta tersebut kepada mereka. Namun, mereka —dan kita berlindung kepada Allah dari hal ini— mengingkari nikmat Allah dan berkata, “Ini berasal dari leluhur kami.” Adapun orang yang buta, ia mensyukuri nikmat Allah dan mengakui keutamaan-Nya. Oleh karena itu, Allah memberinya taufik dan memujinya. Ia pun berkata kepada malaikat, “Ambillah apa yang kamu kehendaki dan tinggalkan apa yang kamu kehendaki.”

8️⃣ Penetapan sifat ridha dan murka bagi Allah

Di antaranya juga adalah penetapan sifat ridha dan murka bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu bahwa Dia ridha kepada siapa yang Dia kehendaki dan murka kepada siapa yang Dia kehendaki. Kedua sifat ini merupakan sifat-sifat yang wajib kita tetapkan bagi Rabb kita Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia sendiri telah menetapkan sifat-sifat tersebut untuk diri-Nya.

Dalam al-Qur’an disebutkan sifat ridha:

رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ

Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya.” (QS at-Taubah: 100)

dan sifat murka:

اَنْ سَخِطَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ وَفِى الْعَذَابِ هُمْ خٰلِدُوْنَ

“…yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (QS al-Maidah: 80)

dan ayat berikut:

وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ

“…dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya…” (QS an-Nisaa’: 93)

Sifat-sifat ini dan yang semisalnya diyakini oleh Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa sifat-sifat tersebut tetap bagi Allah dalam makna yang hakiki, tetapi sifat-sifat itu tidak menyerupai sifat makhluk. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla tidak menyerupai makhluk, maka demikian pula sifat-sifat-Nya tidak menyerupai sifat-sifat makhluk.

9️⃣ Adanya hal-hal menakjubkan di kalangan Bani Israil sebagai tanda-tanda kekuasaan Alla

Di antara faedah hadis ini adalah adanya hal-hal menakjubkan di kalangan Bani Israil sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah, yang diceritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita untuk diambil pelajaran. Salah satu contohnya adalah kisah tiga orang yang berlindung di sebuah gua, lalu sebuah batu besar menutupi pintu gua sehingga mereka tidak mampu menggesernya. Maka, masing-masing dari mereka bertawasul kepada Allah Ta’ala dengan amal saleh mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kita berita-berita dari Bani Israil yang di dalamnya terdapat pelajaran dan hikmah. Oleh karena itu, kita harus mengambil pelajaran dari hadis ini, yaitu bahwa jika seseorang bersyukur atas nikmat Allah, mengakui keutamaan-Nya, dan menunaikan kewajibannya terkait hartanya, maka hal itu menjadi sebab kelangsungan dan keberkahan harta tersebut.

Allah-lah yang memberikan taufik.

Baca juga: KISAH SAPI DAN SERIGALA BERBICARA

Baca juga: BAYI YANG DAPAT BERBICARA DAN BERDOA

Baca juga: RUKUN IMAN – BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kisah Riyadhush Shalihin