PERINTAH MELAKSANAKAN AMANAH

PERINTAH MELAKSANAKAN AMANAH

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَا

Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS an-Nisa’: 58)

PENJELASAN

Amanah adalah sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang lain. Amanah memiliki beberapa bentuk. Di antaranya adalah ibadah yang Allah Ta’ala perintahkan kepada hamba-hamba-Nya. Ibadah adalah amanah yang Dia titipkan kepada mereka. Di antaranya juga adalah amanah harta, yaitu barang yang diamanahkan pemiliknya kepada orang lain agar orang lain menjaganya demi kemaslahatan pemiliknya, orang yang diamanahi atau keduanya.

Barang titipan adalah harta yang dititipkan pemiliknya kepada orang lain agar orang lain menjaga barang itu untuknya. Misalnya kamu berkata, “Ini jam tanganku. Aku titipkan jam ini kepadamu. Tolong jam ini dijaga untukku!” atau “Ini beberapa dirham. Tolong dirham ini dijaga untukku!”

Barang titipan berada di tangan orang lain untuk kemaslahatan pemiliknya. Jika barang dititipkan pemiliknya demi kemaslahatan orang yang dititipi, maka disebut barang pinjaman. Misalnya, seseorang meminjamkan mobil kepadamu. Mobil itu ada padamu untuk kemaslahatan dirimu. Kamu menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu.

Jika barang dititipkan untuk kemaslahatan kedua belah pihak (pemilik barang dan orang yang dititipi), maka disebut barang sewaan. Misalnya, kamu menyewa sebuah mobil dari seseorang yang kamu manfaatkan untuk memenuhi keperluanmu. Orang itu mengambil manfaat dari pembayaran sewanya.

Di antara bentuk amanah adalah kekuasaan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Ini merupakan amanah dengan tanggung jawab yang besar. Sebagai pimpinan tertinggi negara, kepala negara merupakan pemegang amanah dari umat, baik untuk kemaslahatan agama maupun dunia. Kepala negara juga memegang amanah harta umat yang berada di baitul mal. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaklah tidak menyia-nyiakan harta itu, tidak menginfakkannya pada sesuatu yang tidak bermanfaat bagi kaum muslimin.

Ada juga bentuk amanah yang lain, seperti amanah kepada para menteri di departemen masing-masing, amanah kepada gubernur di provinsi masing-masing, amanah kepada hakim di persidangan masing-masing, dan amanah kepada suami di keluarga masing-masing.

Amanah merupakan bab yang sangat luas, yang secara umum terdiri dari dua. Pertama: Amanah dalam hak-hak Allah, yaitu amanah seorang hamba untuk beribadah kepada Allah. Kedua: amanah dalam hak-hak manusia, dan ini sangat banyak jumlahnya.

Firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS an-Nisa’: 58)

Renungilah makna ayat ini, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian…” Ini merupakan bentuk perintah yang menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Tidak dikatakan, “Tunaikanlah amanah,” tetapi, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian.” Yakni memerintahkan dengan sifat ketuhanan-Nya yang sangat agung, memerintahkan kalian agar menunaikan amanah kepada ahlinya. Allah membuat pesan ini pada tempat yang gaib, sebagai pengagungan terhadap kedudukan-Nya. Karena itulah hal ini diperintahkan. Ini seperti ucapan seorang penguasa -dan Allah lebih mulia dari permisalan ini-, “Sesungguhnya gubernur memerintahkan kalian,” “Sesungguhnya raja memerintahkan kalian.” Kedua ucapan ini lebih berpengaruh dan lebih kuat daripada ucapan, “Sesungguhnya aku memerintahkan kalian.” Demikian yang dijelaskan oleh para ulama balaghah (ahli bahasa Arab).

Firman Allah Ta’ala: “menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” Sudah seharusnya menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimannya dengan terlebih dahulu menjaganya. Tidak mungkin menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimannya kecuali dengan cara menjaganya. Kita menjaganya dengan penuh perhatian agar tidak terjadi kerusakan maupun kesia-siaan sehingga kita dapat mengembalikan amanah kepada pemiliknya.

Menunaikan amanah merupakan tanda-tanda keimanan. Ketika kamu mendapati orang yang dapat dipercaya terhadap sesuatu yang diamanahkan kepadanya dan melaksanakannya dengan sempurna, maka ketahuilah bahwa ia memiliki keimanan yang kuat. Ketika kamu menjumpai orang yang berkhianat, maka ketahuilah bahwa ia adalah orang yang lemah iman.

Di antara bentuk amanah adalah sesuatu yang berada di antara seseorang dan pemiliknya berupa perkara khusus yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Maka, orang itu tidak boleh memberitahukan sesuatu itu kepada orang lain.

Jika seseorang memberikan amanah kepadamu dengan ucapan, “Ini adalah amanah. Tidak halal bagimu memberitahukannya kepada orang lain, walaupun ia orang yang paling dekat denganmu.” Sama saja, apakah ia berpesan kepadamu agar tidak memberitahukannya kepada orang lain atau dapat diketahui dari keadaan yang menunjukkan ia tidak suka hal itu diketahui orang lain. Oleh karena itu, para ulama berkata, “Jika seseorang berkata kepadamu tentang sesuatu sambil menoleh ke kiri dan ke kanan, itu berarti bahwa sesuatu itu adalah amanah.” Kenapa? Karena keadaan orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan menunjukkan ia khawatir sesuatu itu didengar orang lain yang berarti ia tidak suka orang lain mengetahuinya. Jika kamu diberi amanah seperti ini, maka kamu tidak boleh menyebarkannya.

Di antara bentuk amanah adalah kejadian-kejadian khusus antara suami dan istri. Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat adalah seorang laki-laki yang bersetubuh dengan istrinya. Setelah itu, ia membeberkan rahasia istrinya dan menceritakan hubungan yang telah mereka lakukan kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang suami atau istri tidak boleh menceritakan apa yang terjadi di antara keduanya kepada orang lain.

Banyak pemuda bodoh senang menceritakan kejadian-kejadian khusus bersama istrinya kepada teman-temannya. Di antara mereka berkata, “Aku melakukan ini dan itu kepada istriku,” sedangkan istrinya tidak suka perkara itu diketahui orang lain.

Kesimpulannya, kita wajib menjaga amanah. Amanah pertama yang harus kita jaga adalah amanah antara kita dan Allah, karena hak Allah adalah hak yang paling besar. Setelah itu menyampaikan hak hamba yang terdekat dengan kita, lalu yang terdekat dengan kita.

Hanya Allah pemberi taufik.

Baca juga: ANAK ADALAH AMANAH

Baca juga: HILANGNYA AMANAH

Baca juga: GHULUL, DOSA BESAR

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Adab