Agama Islam memerintahkan pemeluknya bersifat amanah dan menjauhi khianat. Di antara bentuk khianat dalam hal harta adalah ghulul. Banyak nas yang melarang ghulul. Disebutkan dalam sebuah hadis dari Ummu Habibah binti al-‘Irbadh, dari bapaknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil rambut dari fai pemberian Allah (harta ganimah). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي مِنْ هَذَا إِلَّا مِثْلَ مَا لِأَحَدِكُمْ إِلَّا الْخُمُسَ، وَهُوَ مَرْدُودٌ فِيكُمْ فَأَدُّوا الْخَيْطَ وَالْمَخِيطَ فَمَا فَوْقَهُمَا، وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُولَ، فَإِنَّهُ عَارٌ وَشَنَارٌ عَلَى صَاحِبِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Aku tidak memiliki hak dari harta (ganimah) ini kecuali seperti hak salah seorang di antara kalian darinya (juga), kecuali yang seperlima. Itupun dikembalikan kepada kalian. Maka, serahkanlah (ganimah/harta rampasan, baik berupa) benang, jarum dan barang lainnya yang lebih besar dari keduanya. Janganlah kalian melakukan ghulul, karena ghulul merupakan celaan dan aib bagi pelakunya di Hari Kiamat.” (Hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bazzar, dan ath-Thabrani)
Makna Ghulul
Di antara makna ghulul adalah khianat. Adapun secara istilah, ghulul adalah mengambil sesuatu dari ganimah (harta rampasan perang) sebelum pembagian.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Orang yang melakukan ghulul adalah orang yang menyembunyikan ganimah yang berhasil dia dapatkan, dimana imam (pemimpin) tidak mengetahuinya. Dia tidak mengumpulkannya bersama ganimah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Asal arti ghulul adalah khianat secara mutlak, kemudian istilah ghulul khusus digunakan dengan arti khianat dalam urusan ganimah.”
Termasuk ghulul adalah seseorang mengambil sesuatu dari baitul mal kaum muslimin atau harta zakat tanpa hak. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Dosa besar yang ke-22 adalah ghulul dari ganimah, yaitu dari baitul mal kaum muslimin atau harta zakat.”
Demikian juga hadiah-hadiah yang diberikan kepada pegawai termasuk ghulul. Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Kami pegawai negeri. Pada bulan Ramadan kami diberi hadiah dan zakat oleh pengusaha. Kami tidak bisa membedakan antara zakat dan hadiah, karena kami tidak mengetahuinya. Pertanyaannya: Jika kami menerima harta tersebut padahal kami tidak membutuhkan, lalu kami infakkan harta tersebut kepada para janda, anak yatim, orang miskin, apa hukumnya? Jika kami menggunakan sebagian untuk kami dan keluarga kami, apa hukumnya?
Syekh ‘Utsaimin menjawab: “Hadiah untuk pegawai termasuk ghulul. Maksudnya, seseorang memangku suatu tugas di pemerintahan. Kemudian orang yang memiliki hubungan dengan tugas itu memberikan hadiah kepadanya. Itu termasuk ghulul. Orang itu tidak boleh (tidak halal) mengambil hadiah itu sedikit pun, walaupun hadiah itu diberikan dengan senang hati. Misalnya: Kamu adalah seorang pegawai yang berdinas di satu instansi. Kepala bagian atau pegawainya, termasuk kamu diberi hadiah. Maka haram bagi kamu dan yang lainnya mengambil hadiah itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Abdullah bin al-Lutbiyyah radhiyallahu ‘anhu untuk mengurus zakat. Ketika dia kembali, dia berkata, “Ini dihadiahkan kepadaku, sedangkan yang ini untuk kalian.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lalu bersabda kepada para sahabat,
مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ، فَيَأْتِى يَقُولُ: هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى، فَهَلَّا جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ، فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لَا
“Ada apa dengan petugas yang kami tugasi? Ia datang dan berkata, ‘Ini untuk kalian dan ini untukku.’ Mengapa ia tidak duduk di rumah ibu bapaknya saja, lalu ia perhatikan, apakah ia diberi hadiah atau tidak?” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, tidak halal bagi seorang pegawai sebuah instansi pemerintahan menerima hadiah terkait dengan tugas yang ia emban pada instansi tersebut. Jika kita membuka pintu ini dengan mengatakan, “Pegawai boleh menerima hadiah”, itu berarti kita telah membuka (melegalkan) pintu suap.”
Bahaya Ghulul
Ghulul merupakan perbuatan khianat dan Allah Azza wa Jalla membenci pengkhianat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS al-Anfal: 58)
Barangsiapa mengambil barang secara ghulul, maka ia akan dihinakan pada Hari Kiamat dengan membawa barang tersebut dan dipersaksikan oleh makhluk yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Tidak mungkin seorang nabi berbuat ghulul (berkhianat dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat dalam urusan rampasan perang, maka pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap jiwa akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) yang setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya.” (QS Ali Imran: 161)
Juga dijelaskan dalam hadis yang diceritakan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di hadapan kami. Beliau menyebutkan ghulul dan menyatakan besarnya perkara ghulul. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ شَاةٌ لَهَا ثُغَاءٌ، عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ، يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي، فَأَقُولُ: لاَ أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا، قَدْ أَبْلَغْتُكَ، وَعَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ، يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي، فَأَقُولُ: لاَ أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ، وَعَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي، فَأَقُولُ لاَ أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ، أَوْ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ تَخْفِقُ، فَيَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي، فَأَقُولُ: لاَ أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا، قَدْ أَبْلَغْتُكَ
“Jangan sampai pada Hari Kiamat aku bertemu salah seorang dari kalian yang memikul kambing yang mengembik di lehernya, memikul kuda yang meringkik di lehernya, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku!’ Aku akan menjawab, ‘Aku tidak mampu menolongmu. Dahulu aku sudah menyampaikan kepadamu,’ memikul harta (emas, perak dll) di lehernya, lalu ia berkata. ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku!” Aku akan menjawab, ‘Aku tidak mampu menolongmu. Dahulu aku sudah menyampaikan kepadamu.’ memikul kain di lehernya yang bergoyang-goyang, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku!’ Aku akan menjawab, ‘Aku tidak mampu menolongmu. Dahulu aku sudah menyampaikan kepadamu.’” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan ghulul termasuk penyebab masuk Neraka, walaupun pelakunya seakan orang yang saleh.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami menaklukkan Khaibar. Kami tidak mendapatkan ganimah emas dan perak, tetapi sapi, unta, barang, dan kebun. Kemudian kami pergi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Wadil Qura. Beliau diikuti oleh budaknya yang bernama Mid’am yang dihadiahkan oleh seseorang dari Bani adh-Dhibab. Ketika budak itu sedang menurunkan pelana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba sebuah anak panah datang dan mengenainya. Orang-orang berkata, “Selamat! Dia meraih syahid.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَلْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَصَابَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ المَغَانِمِ، لَمْ تُصِبْهَا المَقَاسِمُ، لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا
“Tidak! Demi Zat yang jiwaku berada di Tangan-Nya. Sesungguhnya selimut yang ia ambil dari ganimah Khaibar yang belum dibagi akan menyalakan api padanya.”
Mendengar ucapan itu, seorang laki-laki datang membawa satu tali atau dua tali sandal, lalu berkata, “Ini barang yang telah aku ambil.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
شِرَاكٌ – أَوْ شِرَاكَانِ – مِنْ نَارٍ
“Satu tali sandal atau dua tali sandal dari Neraka.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Sedekah dengan barang hasil ghulul tertolak, karena barang ghulul bukan barang yang baik.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Salat tanpa bersuci tidak akan diterima, demikian juga sedekah dari ghulul (tidak akan diterima).” (HR Muslim)
Dengan berbagai bahaya ghulul yang sangat besar, hendaklah orang-orang yang mengurusi harta umat, baik berupa zakat, infak, sedekah, kas masjid dan lainnya berhati-hati agar tidak mengambil harta umat demi kepentingan pribadi. Jika dia mengambil harta umat untuk kepentingan pribadi, itu akan menjadi sebab dia celaka di akhirat nanti.
Hanya kepada Allah Azza wa Jalla kita memohon taufik agar melaksanakan perkara yang Dia cintai dan ridai. Sesungguhnya Dia Mahapemurah dan Mahasuci.
Baca juga: SEGERA TINGGALKAN PEKERJAAN BATIL
Baca juga: SUAP ADALAH DOSA BESAR YANG MEMBINASAKAN
Baca juga: TERHALANG DARI SIKAP LEMBUT, TERHALANG DARI KEBAIKAN
(Ustaz Ahmas Faiz Asifuddin. Disalin dari https://almanhaj.or.id/5943-ghull-dosa-besar.html)