MENGGANTUNG TAMIMAH (JIMAT) ADALAH KESYIRIKAN

MENGGANTUNG TAMIMAH (JIMAT) ADALAH KESYIRIKAN

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),

من تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ اللهُ لَهُ

Barangsiapa menggantung tamimah, maka Allah tidak menyempurnakan keinginannya. Barangsiapa menggantung wada’ah, maka Allah tidak memberikan ketentraman kepadanya.”

Dalam riwayat lain,

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa menggantung tamimah, maka ia telah melakukan syirik.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Ahmad)

Tamimah adalah jimat yang biasa digantungkan bangsa Arab pada anak-anak mereka. Mereka mengira bahwa jimat dapat melindungi anak-anak dari ‘ain (penyakit akibat mata jahat). Menggantung tamimah adalah syirik, karena hati berpaut dan bersandar kepada selain Allah Ta’ala untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudarat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan siapa pun yang menggantungkan tamimah pada dirinya, anak-anaknya, binatangnya atau selainnya dengan memautkan hatinya kepadanya untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudarat agar Allah Ta’ala memperlakukannya dengan memberikan kebalikan dari keinginannya, yaitu penyakit ‘ain yang menguasai dirinya.

Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atas orang yang menggantung tamimah menunjukkan bahwa tamimah diharamkan, dan pengharaman tamimah menunjukkan bahwa tamimah termasuk keharaman yang bersifat syirik. Tamimah adalah syirik karena dalam hati orang itu terdapat keterpautan kepada selain Allah Ta’ala dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudarat, sementara kesempurnaan tauhid tidak diraih kecuali dengan meninggalkan hal tersebut.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menggantung wada’ah, maka Allah tidak memberikan ketentraman kepadanya.”

Wada’ah adalah benda putih yang diambil dari laut yang biasa digantungkan di leher anak-anak dan selainnya. Kabarnya, ia mirip kerang yang menurut mereka dapat melindungi diri dari ‘ain. Dari namanya saja, mereka mencari ketenangan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan siapa pun yang menggantung wada’ah agar Allah Ta’ala tidak memberikan ketenangan dan ketentraman kepadanya. Sebaliknya, ia akan diusik oleh gagguan, sebagai bentuk perlakuan terhadapnya dengan kebalikan dari apa yang dia inginkan.

Di dalam hadis ini terdapat ancaman yang keras terhadap siapa saja yang menggantung wada’ah. Ini menunjukkan bahwa menggantung wada’ah diharamkan. Jika sudah ada ketatapan bahwa menggantung wada’ah diharamkan, maka riwayat kedua, “Barangsiapa menggantung tamimah, maka ia telah melakukan syirik” menjelaskan bahwa tamimah termasuk keharaman dan kesyirikan.

Beberapa orang (sepuluh orang) datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima baiat sembilan orang di antara mereka dan menahan baiat satu orang. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, engkau menerima baiat sembilan orang dari kami dan menahan baiat orang ini.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ia memakai tamimah.”

Orang itu memasukkan tangannya dan memutus tamimah yang ada pada dirinya.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima baiatnya dan bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa menggantung tamimah, maka ia telah melakukan syirik.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menilainya syirik, karena pelakunya bermaksud melenyapkan takdir yang sudah ditentukan dan mencari penolak gangguan dari selain Allah, padahal hanya Allah Ta’ala yang memberi manfaat dan memberi mudarat. Keterpautan dapat dengan perbuatan, seperti memakai tamimah di dada atau tangan, dapat dengan hati, seperti meletakkan tamimah di bawah bantal atau tempat lain dalam keadaan hati terpaut padanya, dan dapat pula dengan perbuatan dan hati sekaligus, seperti memakai tamimah dengan menautkan hati padanya.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Barangsiapa mengaitkan hatinya pada makhluk, padahal makhluk adalah lemah, maka perbuatan itu adalah syirik yang tidak diampuni oleh Allah Ta’ala, kecuali dengan bertobat. Caranya adalah hamba berharap dari Rabbnya agar hajatnya terselesaikan dan memalingkan hati dari bergantung pada makhluk, dengan mengetahui bahwa tidak ada Pencipta kecuali Allah, tidak ada selain-Nya yang dengan sendirinya mengadakan satu urusan pun. Bahkan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki Allah pasti tidak terjadi. Jika hamba merealisasikan hal itu, maka hal itu menjadi sebab diraihnya apa yang ia inginkan.”

Baca juga: HUKUM MEMAKAI GELANG, BENANG DAN SEBAGAINYA UNTUK MENOLAK BENCANA

Baca juga: BAHAYA MEMAKAI GELANG UNTUK MENOLAK PENYAKIT

Baca juga: ORANG YANG DITOLAK DARI TELAGA RASULULLAH

(Abdul Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim)

Akidah