MAKNA DAN DISYARIATKANNYA TAYAMUM

MAKNA DAN DISYARIATKANNYA TAYAMUM

Makna Tayamum

Secara etimologis, tayamum berarti menyengaja. al-Azhari menyatakan bahwa tayamum dalam bahasa Arab berarti menyengaja. Dalam firman Allah Ta’ala disebutkan: “Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.” (QS al-Baqarah: 267)

Menurut syariat, tayamum adalah menyengaja menggunakan tanah (debu) untuk mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat untuk melakukan shalat dan semisalnya. Demikian disebutkan dalam al-Fath.

Disyari’atkannya Tayamum

asy-Syaukani berkata, “Ketahuilah bahwa tayamum telah ditetapkan oleh al-Kitab, as-Sunnah, dan konsensus ulama (ijma’).”

Aku berkata, “Adapun ketetapan dari al-Qur’an adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُواْ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِّنْهُ

Maka apabila kalian tidak mendapatkan air, bertayamumlah dengan tanah (debu) yang baik, lalu usaplah wajah kalian dan kedua tangan kalian darinya.” (QS al-Maidah: 6)

Adapun ketetapan dari as-Sunnah, banyak hadis tentang ini yang akan disebutkan dalam penjelasan tayamum nanti.

Sedangkan ketetapan dari kesepakatan ulama, kaum muslimin telah sepakat atas disyari’atkannya tayamum sebagai pengganti wudhu dan mandi karena alasan-alasan khusus yang akan dijelaskan nanti, in sya Allah.

Awal mula disyari’atkannya tayamum adalah sebagaimana disebutkan pada hadis berikut:

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Kami keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebagian perjalanan beliau, hingga ketika berada di Baida’, kalungku putus, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhenti untuk mencarinya, dan orang-orang juga berhenti bersamanya, sementara mereka tidak berada di dekat air dan tidak membawa air. Orang-orang datang kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang dilakukan Aisyah?” Maka Abu Bakar datang dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur di pangkuanku. Abu Bakar berkata, “Engkau menahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang tidak berada di dekat air dan tidak membawa air. Aisyah berkata: Maka Abu Bakar mencela diriku dan mengatakan apa yang dikehendaki Allah untuk dia katakan, dan dia memukul pinggangku dengan tangannya. Yang menghalangiku dari bergerak hanyalah posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidur di pangkuanku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur hingga pagi tanpa air. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat tayamum. Usayd bin Hudayr berkata, “Ini bukan keberkahan pertama dari kalian, wahai keluarga Abu Bakar.”

Aisyah berkata, “Ketika unta yang aku kendarai kami suruh berdiri, kami dapati kalung itu berada di bawah unta tersebut.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa-i)

Baida adalah Dzul Hulaifah yang terletak dekat dengan kota Madinah.

Tayamum adalah keistimewaan umat Islam berdasarkan hadis berikut:

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي؛ نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تُحَلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ فِي قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku. Aku ditolong dengan rasa takut (yang diilhamkan kepada musuh-musuhku) sejauh perjalanan satu bulan, bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan alat bersuci, maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, hendaklah dia shalat, harta rampasan perang dihalalkan untukku dan tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku, aku diberi syafaat, dan para nabi diutus hanya untuk kaumnya secara khusus sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia secara umum.” (HR al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa-i)

Baca juga: DAKWAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI

Baca juga: IKHLAS DALAM BERAMAL DAN MENAFKAHKAN HARTA

Baca juga: HUKUM-HUKUM AIR

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih