Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu adalah seorang laki-laki yang banyak menangis. Dia tidak kuasa menahan air matanya begitu penyebab menangis muncul karena takut kepada Allah.
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa suatu ketika Abu Bakr minta minum. Maka dibawakanlah sebuah bejana yang berisi air dan madu. Ketika Abu Bakr mendekatkan bejana itu ke mulutnya, tiba-tiba dia menangis. Orang-orang di sekitarnya ikut menangis. Ketika Abu Bakr diam, mereka tidak diam. Abu Bakr kembali menangis hingga mereka menyangka bahwa mereka tak bisa lagi bertanya kepadanya. Kemudian Abu Bakr mengusap wajahnya dan sedikit tenang.
Mereka bertanya kepada Abu Bakr, “Apa yang membuatmu menangis?”
Abu Bakr menjawab, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau seperti menolak sesuatu dari dirinya. Beliau berkata, ‘Menjauhlah kamu dariku! Menjauhlah kamu dariku!” Tetapi aku tidak melihat seorang pun bersama beliau saat itu. Maka aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku melihatmu menolak sesuatu dari dirimu. Namun aku tidak melihat seorang pun bersamamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Dunia menampakkan dirinya kepadaku dengan segala isinya. Aku berkata kepadanya, “Menjauhlah kamu dariku!” Ia pun menjauh dariku dan berkata, “Demi Allah, kamu bisa lolos dariku, tetapi orang-orang sesudahmu tidak bisa lolos.’’’ Aku khawatir ia menimpaku. Itulah yang membuatku menangis.”
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, Abu Bakr mendapat kemuliaan karena menemani beliau hijrah. Allah Ta’ala menurunkan sebuah ayat yang akan tetap dikumandangkan hingga Hari Kiamat:
اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia adalah salah seorang dari dua orang ketika mereka berada di dalam gua.” (QS al-Taubah: 40)
Perjalanan hijrah diliputi bahaya dari segala arah dan di bawah penjagaan Allah dari semua rencana dan tipu daya kaum Quraisy. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebab-sebab keselamatan, membuat rencana matang dan mengelabui kaum Quraisy dengan sarana yang dimiliki manusia. Maka Abu Bakr dan keluarganya adalah para penjaga yang penuh amanat. Mereka adalah singa-singa tangguh yang menyukseskan hijrah penuh berkah yang menjadi dasar bagi tegaknya negara Islam yang lurus setelah unta Rasulullah menurunkan bebannya di rumah para penolong Allah dan Rasul-Nya.
Abu Bakr adalah pelopor para shiddiqin dari kalangan para sahabat Rasulullah yang mulia, paling dulu masuk Islam, paling berani, paling banyak infaknya di jalan Allah, paling besar kecintaan dan pengagungannya kepada Rasulullah, orang yang banyak berdoa, bertobat dan takut kepada Allah secara rahasia dan terbuka. Abu Bakr juga orang yang paling berilmu dan paling dalam pemahamannya. Dia memberi fatwa di zaman Rasulullah.
Ketika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ditanya, “Siapakah yang memberi fatwa di zaman Rasulullah?” dia menjawab, “Abu Bakr dan ‘Umar. Aku tidak tahu selain keduanya.”
Ketika Rasulullah sakit, beliau memilih Abu Bakr mengimami salat. Tidak ada yang menjadi imam salat kaum muslimin kecuali orang yang paling banyak hafalannya dan paling berilmu di antara mereka. Hal ini terlihat di beberapa kesempatan; sebagian ketika Nabi masih hidup, sebagian lagi tak berapa lama sesudah Nabi wafat, dan sebagian lagi di masa kekhalifahannya sendiri.
Di akhir hidupnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan berkhotbah, “Sesungguhnya Allah memberi pilihan kepada seorang hamba antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya. Maka hamba itu memilih apa yang ada di sisi-Nya.”
Mendengar itu Abu Bakr menangis.
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu yang meriwayatkan hadis ini berkata, “Kami heran dengan tangisan Abu Bakr. Dia menangis hanya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang seorang hamba yang diberi pilihan. Ternyata hamba tersebut adalah Rasulullah sendiri. Dan Abu Bakr adalah orang yang paling mengetahui di antara kami.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepadaku dalam persahabatan dan harta adalah Abu Bakr. Seandainya aku boleh mengambil seorang khalil (kekasih) selain Rabbku, tentu aku mengangkat Abu Bakr sebagai khalil. Akan tetapi, yang ada adalah persaudaraan Islam dan kasih sayangnya. Tidak tersisa sebuah pintu pun di masjid, kecuali pintu Abu Bakr.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidak seorang pun mengulurkan bantuannya kepada kami kecuali kami telah membalasnya dengan balasan yang cukup, kecuali untuk Abu Bakr. Sesungguhnya dia memiliki jasa yang akan dibalas oleh Allah pada Hari Kiamat. Tidak ada harta seorang pun yang memberikan manfaat bagiku melebihi harta Abu Bakr. Seandainya aku boleh mengangkat seorang kekasih, maka aku akan mengangkat Abu Bakr sebagai kekasihku. Dan ketahuilah bahwa sahabat kalian (yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ini adalah kekasih Allah.”
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu tidak hanya seorang pemberani dan ahli perang, tidak sekedar hakim yang adil dan mujtahid yang mumpuni, atau orang yang taat dan patuh kepada Allah yang mengurusi urusan rakyatnya dengan adil, akan tetapi dia menyatukan semuanya. Dia juga seorang orator ulung yang bila berbicara, mimbar bergetar dan hati menangis. Dia menasihati manusia terkait urusan dunia dan akhirat, membuka sebab-sebab kebahagiaan di dua alam itu. Sudah kewajibannya sebagai seorang khalifah bahwa dia tidak melihat sebuah kebaikan melainkan membawanya kepada masyarakat; dia tidak melihat sebuah keburukan melainkan membuangnya dari mereka.
Baca sebelumnya: KISAH ABU BAKR – ASH-SHIDDIQ
Baca setelahnya: KISAH ABU BAKR – NASIHAT YANG MENYENTUH DAN KETEGUHAN DALAM MENGHADAPI KESULITAN
(Dr Abdul Hamid as-Suhaibani)