KEBERANIAN DUA PEMUDA ANSHAR MEMBUNUH ABU JAHAL

KEBERANIAN DUA PEMUDA ANSHAR MEMBUNUH ABU JAHAL

‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berada dalam barisan pada Perang Badar. Ketika menoleh ke kiri dan ke kanan, ia melihat dua pemuda Anshar yang masih belia berdiri di sampingnya. Ia merasa khawatir atas keberadaan mereka. Tiba-tiba salah seorang dari keduanya berkata kepada Ibnu ‘Auf dengan berbisik agar tidak didengar oleh temannya, “Wahai paman, tunjukkanlah kepadaku Abu Jahal.”

Ibnu ‘Auf radhiyallahu ‘anhu balik bertanya, “Wahai keponakanku, apa yang akan engkau lakukan kepadanya?”

Remaja itu menjawab, “Aku mendengar bahwa ia telah mencaci-maki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika aku melihatnya, bayanganku tidak akan pernah berpisah dari bayangannya hingga salah seorang dari kami binasa.”

Ibnu ‘Auf pun kagum dengan keberaniannya.

Tidak lama kemudian, remaja yang lain memberi isyarat kepada Ibnu ‘Auf dan menanyakan hal yang sama. Tak lama berselang, Abu Jahal tampak berkeliling di antara barisan pasukannya.

Ibnu ‘Auf berkata kepada keduanya, “Apakah kalian melihatnya? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi.”

Maka kedua remaja itu segera menyerbu Abu Jahal dengan pedang terhunus, hingga berhasil membunuhnya. Setelah itu, mereka bergegas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melaporkan apa yang terjadi.

Rasulullah bertanya, “Siapa di antara kalian yang membunuhnya?

Kedua remaja itu serempak menjawab, “Akulah yang membunuhnya.”

Beliau bertanya, “Apakah pedang kalian sudah dibersihkan?

Mereka menjawab, “Belum.”

Rasulullah melihat kedua pedang tersebut, kemudian bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya, dan salabnya (harta yang melekat pada tubuh musuh yang terbunuh) adalah milik Mu‘adz bin ‘Amru bin al-Jamuh.”

Kedua remaja itu adalah Mu‘adz bin ‘Amr bin al-Jamuh dan Mu‘adz bin ‘Afra. Di antara keduanya, Mu‘adz bin ‘Afra gugur sebagai syahid dalam pertempuran tersebut.

Muadz bin Amru bin al-Jamuh bercerita, “Aku mendengar bahwa kedudukan Abu Jahal di tengah kaumnya bagaikan sebuah pohon besar yang rimbun dikelilingi pepohonan lainnya. Orang-orang berkata, ‘Abu al-Hakam tidak mungkin bisa didekati.’ Ketika aku mendengar hal itu, aku menjadikannya sebagai sasaranku. Aku terus bertahan hingga mendekatinya. Ketika jarak kami telah cukup dekat, aku menyerangnya dan menebasnya dengan pedangku hingga kakinya terpotong sampai separuh betisnya. Namun putranya, ‘Ikrimah, menebas pundakku hingga tanganku putus dan hanya tergantung pada kulit di sisi tubuhku. Pertempuran itu sangat melelahkanku. Aku berperang pada sebagian besar hari itu dalam keadaan menyeret tanganku di belakangku. Ketika rasa sakitnya semakin berat, aku injak tanganku dengan kakiku lalu menariknya hingga terputus. Setelah itu, Mu‘adz bin ‘Afra’ datang menghampiri Abu Jahal yang telah terluka parah, lalu menebasnya dengan keras dan meninggalkannya dalam keadaan sekarat. Mu‘adz bin ‘Afra’ terus bertempur hingga akhirnya gugur sebagai syahid.”

Di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, “Siapakah yang dapat memastikan keadaan Abu Jahal?

Maka berangkatlah ‘Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu. Ia mendapati Abu Jahal dalam keadaan terkapar, setelah ditebas oleh dua putra ‘Afra.

Ibnu Mas‘ud mendekatinya lalu bertanya, “Apakah engkau Abu Jahal?”

Kemudian ia menarik jenggot Abu Jahal seraya berkata, “Apakah engkau masih merasa berada di atas orang-orang yang membunuhmu, atau justru menjadi orang yang terbunuh oleh kaummu sendiri?”

Ketika Ibnu Mas‘ud mendudukinya, Abu Jahal berkata dengan angkuh, “Sungguh engkau telah mendaki tempat yang sulit, wahai penggembala kambing. Siapakah yang memiliki kemenangan pada hari ini?”

Ibnu Mas‘ud menjawab, “Kemenangan ini milik Allah dan Rasul-Nya.”

Setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang bersama Ibnu Mas‘ud untuk menyaksikan jasad Abu Jahal, lalu beliau bersabda, “Inilah Fir‘aun dari umat ini.”

Baca sebelumnya: PERTOLONGAN MALAIKAT DALAM PERANG BADAR

Baca setelahnya: KEMENANGAN KAUM MUSLIMIN DI PERANG BADAR

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah Sirah Nabawiyah