JAUHILAH GAYA HIDUP JAHILI

JAUHILAH GAYA HIDUP JAHILI

Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari tidur hingga tidur kembali; mulai dari urusan pribadi hingga urusan negara dan pemerintahan. Tidak seorang pun diperbolehkan keluar dari aturan Allah Ta’ala dan syariat-Nya. Allah Ta’ala mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya dengan firman-Nya:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS an-Nur: 63)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Hendaklah kalian berhati-hati dan takut menyelisihi syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara batin maupun tampak. Jika tidak, maka bencana pasti menimpa hati mereka, berupa kekufuran, kenifakan atau kebidahan; atau ia akan tertimpa azab yang pedih, yaitu di dunia terbunuh atau terkena had atau dipenjara atau yang lainnya.”

Allah Ta’ala mengancam orang yang menyelisihi perintah-Nya dengan kesengsaraan dan kehinaan di dunia dan akhirat. Muslim yang menginginkan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat tentu tidak memilih kecuali mengikuti aturan Islam dan mencintai aturan itu. Hal itu sebagaimana perkataan Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Kami adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam. Oleh karena itu, barangsiapa mengharapkan kemuliaan di luar Islam, Allah pasti akan menghinakan kami.”

Lawan dari Islam adalah jahiliah. Jika ada gaya hidup yang islami, ada juga gaya hidup yang jahili. Orang yang menyelisihi Islam disebut jahiliah. Orang Islam dan orang jahiliah memiliki gaya hidup tersendiri, yaitu gaya hidup islami dan gaya hidup jahili.

Gaya hidup islami memiliki landasan yang mutlak dan kuat, yaitu tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Gaya hidup jahili memiliki landasan yang relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.

Setiap muslim harus memilih gaya hidup islami dalam menjalani kehidupannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 قُلْ هٰذِهٖ سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Katakanlah, Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (seluruh manusia) kepada Allah dengan bukti yang nyata. Mahasuci Allah. Dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS Yusuf : 108)

Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa bergaya hidup islami adalah wajib atas setiap muslim, sedangkan bergaya hidup jahili adalah haram bagi setiap muslim. Sayangnya, kenyataan yang ada membuat kita sangat prihatin dan menyesal. Sebagian besar umat Islam memilih gaya hidup jahili daripada gaya hidup islami. Mereka meniru dan membangga-banggakan mode orang-orang kafir. Mereka memperingati hari kelahiran dan berbagai kebiasaan orang-orang kafir yang sama sekali tidak dituntunkan oleh Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ

Sesungguhnya kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan seandainya mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kalian pun akan mengikutinya.”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani?”

Beliau menjawab,

فَمَنْ

(Kalau bukan mereka,) siapa lagi?” (HR al-Bukhari)

Hadis tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya yang disebabkan oleh jiwa mereka terisi oleh kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena mengadopsi gaya hidup lain. Kiranya tidak ada kehilangan yang patut ditangisi selain kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab, apalah artinya mengaku orang Islam kalau gaya hidupnya tidak islami, malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Menurut hadis tersebut, orang yang gaya hidupnya menyerupai umat lain (tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?

al-Munawi rahimahullah berkata, “Menyerupai suatu kaum secara lahir artinya berpakaian seperti pakaian mereka, bertingkah atau berbuat seperti mereka dalam berpakaian dan adat istiadat.”

Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Tasyabbuh dengan orang-orang kafir terjadi dalam penampilan, pakaian, tempat makan dan sebagainya, karena ia adalah kalimat yang bersifat umum. Artinya, bila seseorang melakukan ciri khas orang kafir, maka tatkala seseorang melihatnya, orang yang melihatnya mengira bahwa dia termasuk golongan mereka.”

Sebagian orang berkata, “Kami memang meniru pakaian dan adat istiadat orang kafir, akan tetapi semua itu tidak akan membawa kami cinta kepada mereka.”

Pernyataan itu dibantah oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Orang yang meniru orang lain dalam hal yang zahir (tampak) sudah pasti akan melahirkan perasaan dekat dan cinta terhadap orang yang ditiru. Jika seorang muslim meniru orang kafir dalam penampilan, kebiasaan, akhlak, bahasa dan yang lain, maka dalam hatinya sudah pasti terlahirkan perasaan dekat dan cinta. Dan itulah yang terjadi hari ini.”

Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh luas, namun pada kesempatan ini, kita wajib prihatin terhadap kondisi umat Islam saat ini.

Satu di antara bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah busana muslimah. Kita boleh bersenang hati mengetahui mode busana muslimah bersaing dengan mode busana jahiliah. Sayangnya kita masih sering menjumpai busana muslimah yang tidak memenuhi standar syariat dipakai oleh kaum muslimah. Busana-busana itu sesungguhnya masih mengekspose aurat, yang merupakan ciri busana jahiliah.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana umum yang dikenakan oleh perempuan kita yang mayoritas beragama Islam. Kita nyaris tidak menjumpai mode busana umum itu yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak karena terbuka, ekspose terjadi karena ketatnya pakaian (menonjolkan aurat). Bahkan sebagian busana mengespose aurat dengan kedua bentuk itu, yaitu mempertontonkan sekaligus menonjolkan aurat. Kejahilan ini semakin diperparah dengan tingkah laku jahili yang, menurut mereka, selaras dengan mode busana itu. Na’udzubillahi min dzalik.

Kita harus takut kepada ancaman akhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin anggota keluarga kita disiksa di Neraka. Ingatlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Dua (golongan) ahli Neraka yang aku belum pernah melihat (sekarang ini), yaitu suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi. Mereka memukuli manusia dengannya. Dan perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan berlenggak–lenggok (menggoda). Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk Surga, bahkan tidak akan mencium aromanya, walaupun aromanya tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim)

Karena tasyabbuh dari aspek busana perempuan sudah sangat memorak-porandakan kepribadian umat ini, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab, di luar sana nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya-hidup jahili.

Marilah kita memerhatikan, merenungi, dan menaati firman Allah Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَۗ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim: 6)

Tiada bukti keimanan seorang hamba kecuali tunduk kepada aturan yang telah ditetapkan oleh sang Pencipta dan takut terhadap ancamannya jika menyelisihi perintahnya. Demikianlah Allah telah melarang kita lewat lisan Rasul-Nya dari sikap meniru-niru orang kafir dan juga telah diterangkan sebagian akibatnya. Tidak ada manfaat sikap membangkang. Berbahagialah hati yang tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala meskipun dalam perkara yang dibencinya, lantaran yakin bahwa hal itu akan membawa manfaat bagi dunia dan agamanya.

Semoga kita dapat mengambil manfaat dan mendapat ridha Allah.

Baca juga: MEMAKAI PAKAIAN PENDEK, TIPIS, DAN KETAT

Baca juga: PERINTAH DAN HUKUM BERJILBAB

Baca juga: JUDI DENGAN SEGALA BENTUKNYA DIHARAMKAN

(Amru Nur Kholis)

Serba-Serbi