EKSPEDISI MILITER SEBELUM PERANG BADAR

EKSPEDISI MILITER SEBELUM PERANG BADAR

Setelah Allah mengizinkan kaum mukminin untuk berperang demi menghentikan permusuhan Quraisy dan sekutunya, mereka segera membangun kekuatan. Ketika Quraisy menunjukkan pengaruhnya di Madinah, kaum muslimin merespons dengan menunjukkan kekuatan dan kemampuan merebut kembali hak-hak mereka.

Langkah awal yang diambil adalah menguasai jalur-jalur perdagangan Quraisy dari segala arah. Untuk memperluas pengaruh dan memperkuat kekuasaan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalankan dua strategi: mengirim ekspedisi militer untuk menyerang kafilah dagang Quraisy dan membentuk pakta-pakta non-agresi dengan kabilah-kabilah sekitar Madinah.

Pada tahun-tahun awal hijrah, Rasulullah berhasil menjalin persekutuan dengan Bani Dhamrah, Juhainah, Khuza’ah, Ghifar, dan Aslam, serta terus menghimpun dukungan dari kabilah lainnya.

Ekspedisi-ekspedisi tersebut berhasil meresahkan Quraisy dan sekutunya, melemahkan mental mereka, serta menghantam perdagangan mereka. Ekspedisi ini juga menjadi sumber logistik kaum muslimin. Kegiatan tersebut menjadi peringatan bagi musuh bahwa kaum muslimin mampu melawan dan membalas serangan, sekaligus memberikan pengalaman militer yang berharga.

Ekspedisi Militer Siiful Bahri

Hamzah bin Abdul Muththalib memimpin tiga puluh Muhajirin menghadang kafilah Quraisy berjumlah tiga ratus orang dari Syam, yang di antaranya terdapat Abu Jahal. Pertemuan ini tidak berujung pertempuran karena dilerai oleh Mijdi bin Amru al-Juhani, sekutu kedua pihak. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan, tujuh bulan setelah hijrah.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjalin perjanjian dengan cabang Bani Juhainah sejak awal kedatangan di Madinah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Sa’ad bin Abu Waqqash. Beberapa surat perjanjian masih tercatat, termasuk yang menjamin keamanan jiwa dan harta Bani Zur’ah dan Bani ad-Dab’ah, serta hak atas perlindungan, selama mereka berperilaku baik.

Perjanjian-perjanjian awal bersifat politis tanpa syarat keagamaan. Namun, setelah Perang Badar, isi perjanjian mulai mencakup kewajiban agama, seperti larangan riba dan pembagian seperlima harta rampasan. Hal ini sejalan dengan turunnya syariat secara bertahap terkait riba dalam QS ar-Rum: 39, QS Ali ‘Imran: 130, dan QS al-Baqarah: 278–279.

Rasulullah juga menandatangani perjanjian dengan Ausajah bin Harmalah al-Juhani dari Bani Syanakh, yang berisi pemberian tanah tanpa mencakup hal lain.

Ekspedisi Sa’ad bin Abu Waqqash ke al-Kharrar

Atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’ad bin Abu Waqqash memimpin 20–21 orang pasukan berjalan kaki menuju al-Kharrar untuk menghadang kafilah Quraisy. Mereka berjalan malam dan beristirahat siang hingga tiba pada subuh hari kelima, namun kafilah telah berlalu sehari sebelumnya. Sa’ad tidak melanjutkan karena Nabi berpesan untuk tidak melewati al-Kharrar. Panji dibawa oleh al-Miqdad bin Amru. Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah, sembilan bulan pasca hijrah.

Perang al-Abwa’ (Waddan)

Pada bulan Shafar, 11–12 bulan pasca hijrah, Rasulullah memimpin langsung ekspedisi untuk menghadang kafilah Quraisy dan memerangi Bani Dhamrah. Ketika tiba di perkampungan mereka di al-Abwa’, tidak ada perlawanan, sehingga Rasulullah membuat perjanjian damai dengan pemimpin mereka, Mahsyi bin Amru adh-Dhamari. Ini merupakan ekspedisi militer pertama yang dipimpin langsung oleh beliau.

Ekspedisi Ubaidah bin al-Harits ke Rabagh

Rasulullah memberikan panji kepada Ubaidah bin al-Harits yang memimpin 60 orang Muhajirin. Mereka bertemu dengan pasukan Quraisy di mata air Hijaz, yang dipimpin Abu Sufyan atau Ikrimah. Sa’ad bin Abu Waqqash melepaskan anak panah pertama di jalan Allah. Tidak terjadi pertempuran besar, namun dua orang Quraisy bergabung dan masuk Islam, menjadi keuntungan utama dari ekspedisi ini.

Perang Buwath dari Arah Radhwa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin 200 sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy yang dipimpin Umayyah bin Khalaf dan membawa 2.500 unta. Mereka tiba di Buwath, kawasan pegunungan Juhainah dari arah Radhwa, namun tidak menemukan kafilah tersebut, sehingga kembali tanpa pertempuran. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, 13 bulan pasca hijrah.

Perang Safawan (Badar Pertama/Badar Kecil)

Ketika Kurz bin Jabir al-Fihri menyerang wilayah pinggiran Madinah pada bulan Rabi’ul Awwal, Rasulullah keluar mengejarnya hingga ke lembah Safawan, arah Badar. Namun Kurz tidak ditemukan, sehingga beliau kembali ke Madinah.

Perang Dzul Usyairah

Rasulullah memimpin 150–200 sahabat untuk menghadang kafilah Quraisy yang menuju Syam. Mereka tiba di al-Usyairah, wilayah Bani Mudlaj dari arah Yanbu’, namun kafilah sudah lewat. Kafilah yang sama itulah yang kelak dihadang dalam Perang Badar Kubra. Dalam ekspedisi ini, Rasulullah menjalin perjanjian damai dengan Bani Mudlaj dan sekutunya dari Bani Dhamrah. Beliau kembali ke Madinah tanpa pertempuran. Peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadal Akhirah, 16 bulan pasca hijrah.

Ekspedisi Militer ke Nakhlah

Pada bulan Rajab, 17 bulan pasca hijrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan Abdullah bin Jahsy bersama delapan Muhajirin dalam ekspedisi rahasia. Surat perintah baru dibuka setelah dua hari perjalanan, yang berisi instruksi untuk menuju Nakhlah —antara Makkah dan Thaif— untuk memata-matai Quraisy, tanpa memaksa sahabat lain ikut serta.

Setiba di Nakhlah, mereka menjumpai kafilah Quraisy yang berisi Ibnul Hadhrami, Utsman bin Abdullah, Naufal, dan al-Hakam bin Kaysan. Karena hari itu adalah akhir bulan haram, para sahabat sempat ragu untuk menyerang, namun akhirnya memutuskan bertindak sebelum kafilah masuk Makkah. Waqid bin Abdullah menewaskan Amru al-Hadhrami, sementara dua orang ditawan dan satu melarikan diri.

Setelah kembali ke Madinah, Rasulullah menolak hasil rampasan dan tawanan karena tidak memerintahkan pertempuran di bulan haram. Peristiwa ini menuai kecaman dari kaum muslimin dan menjadi bahan tuduhan Quraisy. Lalu Allah menurunkan QS al-Baqarah: 217–218 yang membela posisi kaum muslimin dan menjelaskan bahwa pengusiran dan penindasan lebih besar dosanya dibanding pertempuran di bulan haram.

Setelah wahyu turun, Rasulullah menerima kafilah dan tawanan tersebut. Quraisy mengirim utusan untuk menebus dua tawanan, namun Rasulullah menunda penyerahan hingga Sa’ad bin Abi Waqqash dan Utbah bin Ghazwan —yang terpisah dari rombongan— kembali dengan selamat.

Baca sebelumnya: IZIN UNTUK BERPERANG

Baca setelahnya: STRATEGI AWAL PERANG BADAR DAN MANUVER ABU SUFYAN

(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)

Kisah Sirah Nabawiyah