DIANJURKAN MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN SUARA KERAS JIKA TIDAK MENIMBULKAN KEMUDARATAN

DIANJURKAN MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN SUARA KERAS JIKA TIDAK MENIMBULKAN KEMUDARATAN

Imam an-Nawawi berkata dalam kitab kitab al-Adzkar, “Telah datang atsar-atsar yang menunjukkan keutamaan mengeraskan suara dalam membaca (al-Qur’an), dan juga atsar-atsar yang menunjukkan keutamaan membaca secara lirih.

Para ulama berkata, ‘Cara mengompromikan antara dua pendapat tersebut adalah bahwa membaca lirih lebih jauh dari riya’, sehingga lebih utama bagi orang yang khawatir akan riya’. Namun jika tidak khawatir terhadap riya’, maka membaca dengan suara keras lebih utama, dengan syarat tidak mengganggu orang lain, seperti orang yang sedang shalat, tidur, atau selain keduanya.’

Dalil keutamaan membaca al-Qur’an dengan suara keras adalah bahwa amal di dalamnya lebih besar, karena manfaatnya meluas kepada orang lain, dan karena dapat membangkitkan hati pembaca, menghimpun perhatiannya untuk merenung, dan mengarahkan pendengarannya kepadanya, juga karena membaca dengan suara keras dapat mengusir rasa kantuk, menambah semangat, membangunkan orang lain yang sedang tidur atau lalai, dan menyemangatinya. Apabila seseorang menghadirkan salah satu dari niat-niat ini, maka membaca dengan suara keras lebih utama.”

Akan tetapi, selayaknya bagi kita untuk menunjukkan kepada perkara yang penting, yaitu bahwa orang yang mengeraskan bacaannya sepatutnya memperhatikan orang-orang di sekitarnya, seperti orang yang sedang shalat, atau orang yang sedang membaca al-Qur’an, atau orang yang sedang tidur, agar tidak mengganggu mereka dengan meninggikan suaranya. Sungguh Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri‘tikaf di masjid, lalu beliau mendengar orang-orang mengeraskan bacaan mereka. Maka beliau membuka tirai dan bersabda,

أَلَا كُلُّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

Ketahuilah, setiap kalian sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian dari kalian meninggikan bacaannya di atas yang lain.”

atau beliau bersabda,

فِي الصَّلَاةِ

Dalam shalat.” (HR Abu Dawud. al-Albani berkata, “Shahih.”)

Peringatan: Tartilnya perempuan terhadap al-Qur’an di hadapan laki-laki tidak diperbolehkan, karena dikhawatirkan akan timbul fitnah terhadap mereka. Syariat Islam telah datang dengan prinsip menutup sarana-sarana yang dapat mengantarkan kepada keharaman.

Faedah: Harus melafalkan bacaan dan mengucapkan tilawah agar memperoleh pahala. Adapun yang dilakukan oleh sebagian kecil orang yang membaca al-Qur’an tanpa menggerakkan bibir, maka tidak diperoleh dengannya keutamaan membaca al-Qur’an.

Ibnu Baz rahimahullah dalam salah satu fatwanya berkata, “Tidak mengapa melihat mushaf al-Qur’an tanpa membacanya untuk tujuan tadabur, memikirkan dengan akal, dan memahami maknanya. Namun, hal itu tidak dianggap sebagai membaca al-Qur’an, dan ia tidak akan mendapatkan keutamaan membaca, kecuali jika ia melafalkan al-Qur’an, meskipun suaranya tidak terdengar oleh orang di sekitarnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اقْرَؤُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang pada Hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi para pemiliknya (pembaca al-Qur’an).’” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Yang dimaksud oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘ashabihi’ (pemiliknya) adalah orang-orang yang mengamalkan al-Qur’an, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنَ الْقُرْآنِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

Barang siapa membaca satu huruf dari al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ad-Darimi dengan sanad yang sahih)

Seseorang tidak dianggap sebagai pembaca al-Qur’an kecuali jika ia melafalkannya, sebagaimana telah dijelaskan oleh para ulama.

Dan Allah-lah Pemilik taufik.

Baca juga: DISUNAHKAN MEMBACA TA’AWWUDZ DAN BASMALLAH SEBELUM MEMBACA AL-QUR’AN

Baca juga: MEMBACA AL-QUR’AN TANPA MENGGERAKKAN BIBIR

Baca juga: FENOMENA DAN GEJALA LEMAH IMAN

(Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub)

Adab Kitabul Aadab