CARA MENYUCIKAN BEJANA YANG DIJILAT ANJING

CARA MENYUCIKAN BEJANA YANG DIJILAT ANJING

12. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian jika dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, yang pertama dengan tanah.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Dalam salah satu lafaz riwayat Muslim disebutkan:

فَلْيُرِقْهُ، وَلْيَغْسِلْهُ

Maka hendaklah ia membuang (isi bejana itu) dan mencucinya.”

Sedangkan dalam riwayat at-Tirmidzi:

أُخْرَاهُنَّ، أَوْ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

Cucian terakhirnya atau yang pertama dengan tanah.”

PENJELASAN

Penulis rahimahullah menyebutkan beberapa hadis dalam bab tentang air dari Kitab Thaharah. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian jika dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, yang pertama dengan tanah.”

Frasa “Thuhur inaa’i ahadikum” berarti menyucikannya (thaharah). Frasa ini juga dapat dibaca dengan harakat fathah (thahur), yang bermakna sesuatu yang digunakan untuk menyucikannya. Namun, bacaan dengan dhammah (thuhur) lebih utama.

Anjing yang dimaksud dalam hadis ini adalah hewan yang telah dikenal umum. Berdasarkan zahir hadis, ketentuan tersebut mencakup semua jenis anjing, baik yang dipelihara untuk tujuan tertentu maupun yang tidak. Adapun anjing yang diperbolehkan untuk dipelihara ada tiga jenis, yaitu:

1. Anjing Penjaga Lahan Pertanian

Artinya, seseorang memiliki sebuah lahan pertanian. Ia memelihara seekor anjing untuk menjaga lahan tersebut dari serangan serigala, rubah, dan hewan lain yang serupa.

2. Anjing Penjaga Ternak

Artinya, seseorang memiliki ternak yang digembalakan di padang rumput atau alam terbuka. Ia membutuhkan perlindungan serta penjagaan untuk ternaknya. Oleh karena itu, ia memelihara anjing untuk melindungi ternaknya dari serangan serigala, binatang buas, pencuri, dan sejenisnya. Sebab, sebagian anjing telah dilatih. Jika ada orang asing mendekat, anjing tersebut akan menggonggong sehingga pemiliknya dapat menyadari keberadaan orang tersebut.

3. Anjing Pemburu

Artinya, seseorang memelihara anjing yang dilatih untuk berburu. Ia menggunakannya untuk berburu. Biasanya anjing ini berasal dari jenis tertentu yang disebut (saluq). Memelihara anjing jenis ini diperbolehkan, karena manusia mendapatkan manfaat darinya, yaitu jika anjing tersebut berburu dan telah terlatih, hasil buruannya menjadi halal.

Dengan demikian, tiga jenis anjing ini diperbolehkan untuk dipelihara karena adanya kebutuhan terhadap keberadaan mereka.

Hal ini juga diqiyaskan dengan hal-hal serupa, seperti seseorang tinggal di sebuah rumah besar yang jauh dari pemukiman. Ia membutuhkan anjing untuk menjaga rumah tersebut serta orang-orang di dalamnya. Dalam hal ini, tidak masalah memeliharanya, karena kebutuhannya lebih besar dibandingkan dengan menjaga ternak. Jika memelihara anjing untuk menjaga ternak diperbolehkan, maka memeliharanya untuk menjaga rumah dan penghuninya lebih utama lagi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebutkan tiga jenis anjing yang diperbolehkan, yaitu untuk lahan pertanian, ternak, dan berburu, maka apa saja yang memiliki sebab (ʿillah) yang sama, mendapatkan hukum yang sama.

Adapun jika tidak ada kebutuhan, maka memelihara anjing hukumnya haram.

Anjing hitam memiliki kekhususan di antara anjing-anjing lainnya, yaitu ia dianggap sebagai setan, sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,

اَلْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

Anjing hitam adalah setan.” (HR Muslim)

Oleh karena itu, anjing hitam secara khusus boleh dibunuh, berbeda dengan anjing lainnya yang hanya boleh dibunuh jika berbahaya atau menyerang (seperti anjing buas).

Anjing hitam juga memiliki kekhususan lain, yaitu jika ia melewati seseorang yang sedang shalat dengan pembatas (sutrah) di depannya, maka shalat orang tersebut terputus.

Bagaimanapun, berdasarkan teks hadis ini, jika seekor anjing menjilat bejana, maka hukum ini berlaku baik untuk anjing yang diperbolehkan dipelihara maupun yang tidak diperbolehkan. Kalian telah mengetahui jenis-jenis anjing yang diperbolehkan untuk dipelihara. Adapun selain itu, termasuk anjing yang tidak diperbolehkan, maka haram bagi seseorang memelihara anjing hanya untuk hiburan atau menggunakannya di luar tiga jenis yang telah diperbolehkan tersebut.

Sabda beliau, “Yang pertama dengan tanah” menunjukkan bahwa pada cucian pertama, bejana tersebut ditaburi tanah, kemudian digosok dengan tanah tersebut, lalu dilanjutkan dengan enam kali pencucian berikutnya. Cara ini adalah yang terbaik, karena jika tanah digunakan pada cucian pertama, najisnya telah berkurang, sehingga cucian berikutnya tidak memerlukan tanah lagi. Selain itu, penggunaan tanah pada cucian pertama menjadikan cucian berikutnya lebih efektif dalam membersihkan dan mensucikan bejana tersebut.

Kesimpulannya, jika anjing menjilat bagian dalam sebuah bejana—seperti mangkuk atau yang serupa—air yang telah dijilat harus dibuang terlebih dahulu. Setelah itu, bejana diisi kembali dengan air baru, lalu tanah ditaburkan dan digosokkan ke bagian dalam bejana. Setelah mencuci dengan tanah pada cucian pertama, bejana harus dicuci lagi sebanyak enam kali. Jika jumlah cucian kurang dari tujuh kali, maka bejana tersebut tidak suci, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mensyaratkan tujuh kali cucian.

Makna zahir dari hadis ini menunjukkan kewajiban mencuci sebanyak tujuh kali, meskipun tidak ada najis yang tampak. Hal ini karena jilatan anjing pada umumnya tidak mengubah sifat air—terutama jika air tersebut dalam jumlah banyak—karena jilatan tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun, hadis ini bersifat umum dan mencakup semua kondisi.

Hikmah dari ketentuan ini—sebagaimana dijelaskan oleh para ahli medis—adalah karena air liur anjing mengandung sejenis parasit berbahaya, yaitu cacing seperti cacing pita. Jika parasit tersebut tetap berada dalam bejana dan terminum oleh manusia, parasit itu dapat masuk ke lambung, menempel di dindingnya, dan merusaknya. Oleh sebab itu, mencuci bejana sesuai jumlah yang telah ditetapkan dalam syariat merupakan langkah yang sangat bijaksana.

Jika ada yang bertanya, “Apakah najisnya air liur anjing seperti najisnya air kencing, kotoran manusia, keringat, air mata, ingus, dan hal-hal serupa lainnya?”

Kami katakan, “Mayoritas ulama berpendapat seperti ini. Mereka mengatakan, ‘Sisa najisnya seperti jilatannya (anjing).’”

Sebagian ulama berpendapat bahwa ketentuan ini khusus untuk jilatan anjing. Pendapat ini dianut oleh Ahluzh Zhahir (kelompok Zahiri) dan sebagian ulama yang menggunakan pendekatan makna. Mereka beralasan bahwa air liur anjing mengandung cacing kecil yang tidak terlihat oleh mata. Ketika anjing menjilat bejana, cacing tersebut mencemari permukaan bejana. Jika bejana itu dicuci tujuh kali dengan salah satunya menggunakan tanah, cacing tersebut akan hilang. Namun, jika tidak dicuci dengan cara tersebut, cacing akan tetap menempel pada bejana. Apabila bejana tersebut digunakan oleh manusia, cacing itu dapat bercampur dengan makanan atau minuman, kemudian masuk ke dalam tubuh, dan berpotensi menyebabkan iritasi pada lambung.

Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa selain tanah tidak bisa menggantikan tanah (dalam mencuci najis jilatan anjing), karena tanah memiliki sifat khusus yang luar biasa, yaitu mampu membunuh kuman-kuman ini. Oleh sebab itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak ada yang bisa menggantikan tanah selama tanah masih tersedia, meskipun benda lain mungkin lebih efektif dalam membersihkan. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus menyebutkan tanah, dan mungkin ada hikmah lain yang terkandung dalam tanah yang tidak kita ketahui.

Selain itu, tanah termasuk salah satu jenis alat bersuci, karena alat bersuci adalah air atau tanah. Adapun selain tanah, tidak dianggap sebagai alat bersuci. Tanah digunakan untuk bersuci melalui tayamum, dan pendapat ini lebih kuat, kecuali jika tanah tidak ditemukan. Dalam keadaan demikian, sabun atau benda lain yang dapat menghilangkan bekas najis bisa menggantikannya.

Beberapa Faedah dari Hadis:

1️⃣ Penjelasan tentang najisnya anjing ketika menjilat wadah, dan bahwa diperlukan tujuh kali pencucian. Salah satu dari pencucian tersebut harus menggunakan tanah, dan yang lebih utama adalah pencucian pertama sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim: “(Pencucian) yang pertama dengan tanah.” Namun, diperbolehkan tanah digunakan pada pencucian kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, atau ketujuh, meskipun yang paling utama adalah menggunakan tanah pada cucian pertama.

2️⃣ Beratnya najis anjing, dan itu adalah yang paling berat di antara semua jenis najis. Kenajisannya lebih berat daripada najis babi, serigala, binatang buas, dan lainnya. Oleh karena itu, pendapat yang lebih kuat adalah bahwa kenajisan babi sama seperti najis lainnya, yaitu cukup dicuci hingga hilang zat najisnya.

Sangat disayangkan bahwa sebagian orang memelihara anjing tanpa kebutuhan yang jelas, baik karena meniru orang-orang kafir, maupun sebagai ujian dari Allah ‘Azza wa Jalla. Sebab, orang yang memelihara anjing tanpa kebutuhan akan berkurang setiap harinya pahala sebesar gunung yang besar.

 Baca juga: MENCUCI NAJIS ANJING

 Baca juga: PAHALA DARI MEMBERI HEWAN MINUM

 Baca juga: HUKUM MEMELIHARA ANJING

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Bulughul Maram Fikih