Bersumpah mendahului kehendak Allah terbagi menjadi dua:
Pertama: Bersumpah dengan kesombongan dan keangkuhan hingga ia menganggap bahwa ia memiliki hak atas Allah yang pasti Allah penuhi, dan bahwasanya Allah akan memutuskan setiap permasalahan yang selaras dengan pilihannya. Bersumpah semacam ini menafikan kesempurnaan tauhid dan kadangkala bisa menafikan pokok tauhid.
Kedua: Bersumpah mendahului kehendak Allah karena merendah hati, patuh dan butuh kepada Allah Ta’ala. Sumpah semacam inilah yang dimaksudkan dalam hadis,
إِنَّ مِنْ عِبَادِاللهِ مَنْ لَو أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
“Sesungguhnya di antara hamba Allah terdapat orang yang apabila bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah memenuhi sumpahnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Orang tersebut melakukan perbuatan itu karena ia berbaik sangka kepada Allah Ta’ala.
Dari Jundub bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ، فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
“Ada orang yang berkata, ‘Sungguh demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan.’ Maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Siapakah yang dengan angkuh bersumpah bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni si Fulan, dan Aku menggugurkan amalanmu.” (HR. Muslim)
Si Fulan adalah orang fasik, sedangkan yang bersumpah adalah ahli ibadah. Karena sombong, ahli ibadah bersumpah mendahului kehendak Allah. Ia merasa dirinya agung berkat ibadahnya kepada Allah Ta’ala. Ia merasa telah mencapai kedudukan yang tinggi, sehingga ia merasa berhak untuk mengatur perbuatan Allah, dan percaya diri bahwa Allah tidak akan menolak sedikitpun permintaannya. Sikap ini bertentangan dengan hakikat tauhid. Karena itu, Allah menghukuminya dan berfirman, “Siapakan yang dengan angkuh bersumpah bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni si Fulan, dan Aku menggugurkan amalanmu.”
Allah mengampuni dosa orang fasik dan menggugurkan seluruh amalan ahli ibadah. Kejadian ini menjelaskan kepada kita bahwa betapa besar (dosa) meremehkan (tidak mengagungkan) Allah Ta’ala, dan betapa besar dosa menentang tauhid Allah Ta’ala.
Baca juga: ALLAH MENGUJI MANUSIA DENGAN BERBAGAI UJIAN
Baca juga: MENGAPA AKIDAH SALAFUS SALEH LEBIH UTAMA UNTUK DIIKUTI?
(Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh)