HUKUM BINATANG BUAS BERTARING DAN BURUNG BERCAKAR

HUKUM BINATANG BUAS BERTARING DAN BURUNG BERCAKAR

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ، فَأَكَلَهُ حَرَامٌ

Setiap binatang buas yang bertaring haram dimakan.” (HR. Muslim)

Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan redaksi: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang” serta redaksi tambahan,

وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ

Setiap burung yang berkuku tajam.”

PENJELASAN

Dasar hukum makanan adalah halal. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا

Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian.” (QS al-Baqarah: 29)

dan firman Allah Ta’ala,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang diharamkan-Nya atas kalian.” (QS al-An’am: 119)

dan firman Allah Ta’ala:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS al-Baqarah: 168)

Hal baik dan halal yang paling luas terdapat pada biji-bijian dan buah-buahan. Adapun tentang daging, Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ

Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu adalah bangkai atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS al-An’am: 145)

Ayat al-Qur’an di atas bersifat umum dalam hal kehalalan memakan daging binatang yang ada, kecuali binatang-binatang yang diharamkan oleh syariat Islam. Binatang-binatang yang diharamkan terdapat dalam surah al-Ma’idah dan hadis-hadis yang mengharamkan binatang-binatang tertentu -seperti hadis di atas-, maka ia dapat menghilangkan pemahaman terbalik dari ayat di atas.

Syekh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Apabila Allah Ta’ala tidak mengharamkan makanan kecuali makanan yang telah dikemukakan, di mana sumber pengharamannya berasal dari syariat Allah Ta’ala, maka hal itu menunjukkan bahwa orang-orang musyrik yang telah mengharamkan rezeki yang diberikan oleh Allah Ta’ala telah mengolok-olok Allah Ta’ala dan menyatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh-Nya.”

Hadis di atas menetapkan keharaman setiap binatang buas yang bertaring dan setiap burung yang berkuku tajam. Demikian juga binatang seperti singa, harimau, dan serigala. Binatang-binatang itu memadukan dua sifat, yaitu bertaring (buas secara alami) dan predator (pemangsa binatang lain). Apabila salah satu dari kedua sifat tersebut tidak ada, maka binatang itu tidak haram.

Hadis di atas menjelaskan dan menafsirkan perkara global yang terdapat pada ayat. Pendapat ini dikemukakan oleh masyoritas ulama. Di antaranya adalah tiga imam mazhab, yaitu Abu Hanifah, asy-Syafi’i, dan Ahmad.

Adapun burung yang berkuku tajam, an-Nawawi rahimahullah berkata, “Mengharamkan jenis burung ini merupakan mazhab mayoritas ulama, yaitu Abu Hanifah, asy-Syafi’i, dan Ahmad serta ulama lainnya. Banyak sekali sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang hal itu di mana larangan itu menuntut pengharaman.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Banyak sekali atsar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Atsar-atsar tersebut sahih dan tidak ada tuduhan cacat.”

Professor Thabarah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan burung yang berkuku tajam dan binatang buas yang bertaring karena binatang-binatang itu memiliki urat daging yang keras dan bau yang tidak sedap. Daging binatang-binatang itu tidak cocok dengan perut manusia karena binatang-binatang itu telah bekerja keras dengan menggunakan otot-ototnya dalam memangsa binatang lain. Dengan demikian uratnya menjadi kaku dan keras dan sulit dikunyah.”

Baca juga: HUKUM MAKANAN DAN MINUMAN

Baca juga: LARANGAN MENCELA MAKANAN

Baca juga: MEMASANG GAMBAR MAKHLUK BERNYAWA DI DALAM RUMAH

(Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam)

Fikih