Pada Jumat pagi, tanggal tujuh belas Ramadhan tahun kedua hijrah, ketika kedua pasukan telah saling berhadapan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, Quraisy datang dengan segala kesombongan dan keangkuhannya untuk menantang-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, turunkanlah pertolongan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkanlah mereka pagi ini.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meluruskan barisan kaum muslimin sambil memegang sebuah anak panah. Beliau menyentuhkan anak panah itu ke perut Sawwad bin Ghaziyyah karena posisinya tanpa sengaja sedikit maju.
“Luruslah, wahai Sawwad,” perintah Rasulullah.
Sawwad pun berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah menyakitiku, padahal Allah mengutusmu dengan membawa kebenaran. Maka berilah aku hak qishash!”
Rasulullah menyingkapkan perutnya seraya berkata, “Balaslah!”
Alih-alih menusuk, Sawwad justru memeluk dan mencium perut Rasulullah.
Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu melakukan ini, wahai Sawwad?”
Sawwad menjawab, “Wahai Rasulullah, saat ini telah datang apa yang engkau saksikan (yakni perang). Karena itu, aku ingin agar pada pertemuan terakhirku denganmu, kulitku dapat menyentuh kulitmu.”
Mendengar itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebaikan untuk Sawwad.
Sejak peristiwa tersebut, Sawwad senantiasa ikut serta dalam seluruh peperangan bersama Rasulullah.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan pasukan dengan bersabda, “Jika mereka mendekati kalian, lemparkanlah anak panah kalian, namun sisakanlah sebagian. Janganlah kalian menghunus pedang sebelum mereka benar-benar menyerbu kalian!”
Beliau juga memotivasi pasukan dengan bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, pada hari ini tidaklah seorang pun memerangi mereka dengan penuh kesabaran, mengharap ridha Allah, serta maju tanpa mundur, melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam Surga.”
Ketika orang-orang musyrik hampir mendekat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bangkitlah kalian menyambut Surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Mendengar itu, Umair bin al-Humam al-Anshari berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Surga seluas langit dan bumi?”
“Betul,” jawab Rasulullah.
“Bagus! Bagus!” seru Umair.
Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu mengatakan ‘bagus, bagus’?”
Umair menjawab, “Tidak, demi Allah wahai Rasulullah. Aku hanya berharap menjadi salah satu dari penghuninya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau termasuk penghuninya.”
Mendengar itu, Umair segera mengeluarkan beberapa biji kurma dari kantung panahnya dan mulai memakannya. Ia berkata, “Jika aku masih hidup sampai menghabiskan kurma-kurma ini, sungguh itu adalah hidup yang sangat panjang.”
Lalu ia membuang sisa kurma yang masih ada di tangannya, kemudian maju bertempur hingga gugur sebagai syahid.
Auf bin al-Harits bin Afra’ berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat Rabb bergembira ketika melihat hamba-Nya?”
Beliau menjawab, “Ketika seorang hamba menancapkan tangannya pada musuh tanpa memakai baju besi.”
Mendengar jawaban itu, Auf segera melepas baju besi yang dipakainya, melemparkannya, lalu mengambil pedangnya dan maju bertempur hingga gugur sebagai syahid.
Baca sebelumnya: STRATEGI PENEMPATAN PASUKAN DI MATA AIR BADAR
Baca setelahnya: DUEL AWAL PERANG BADAR
(Prof Dr Mahdi Rizqullah Ahmad)