Dari Abu ‘Abdillah an-Nu‘man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Sungguh, kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan shaf kami hingga seakan-akan beliau merapikannya seperti merapikan anak panah. Ketika beliau melihat bahwa kami telah memahami hal itu, maka pada suatu hari beliau keluar dan berdiri hampir bertakbir. Kemudian beliau melihat seorang laki-laki yang dadanya menonjol keluar dari shaf, lalu bersabda,
عِبَادَ اللهِ، لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ
“Wahai hamba-hamba Allah, sungguh kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.”
PENJELASAN
Penulis rahimahullah berkata dalam dalam apa yang ia riwayatkan dari an-Nu‘man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.”
Kalimat pertama dikuatkan dengan tiga penegas: sumpah yang tersirat, huruf lam, dan nun penegas.
Adapun sabda beliau “atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian” artinya, jika kalian tidak meluruskan shaf, maka Allah akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian. Kalimat ini pun dikuatkan dengan tiga penegas: sumpah, huruf lam, dan nun penegas.
Para ulama rahimahumullah berbeda pendapat mengenai makna “perbedaan wajah.”
Sebagian ulama berkata bahwa maknanya adalah Allah akan membuat perbedaan pada wajah-wajah mereka secara fisik, yaitu dengan memutar leher hingga wajah seseorang menjadi berlawanan arah dengan wajah orang lain. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia telah mengubah sebagian keturunan Adam menjadi kera. Dia berkata kepada mereka, “Jadilah kalian kera,” maka mereka pun menjadi kera. Maka Allah mampu memutar leher seseorang sehingga wajahnya berada di arah belakangnya. Ini merupakan hukuman fisik.
Sebagian ulama yang lain berkata bahwa yang dimaksud dengan “perbedaan” adalah perbedaan maknawi, yaitu perbedaan hati. Sebab hati memiliki arah kecenderungan. Apabila hati-hati bersatu pada satu arah, banyak kebaikan akan terwujud. Namun apabila hati-hati berselisih, umat pun akan berpecah-belah.
Maka yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalah perbedaan hati. Penafsiran ini lebih kuat, karena dalam sebagian lafaz hadis disebutkan: “atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.”
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
لَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Janganlah kalian berselisih, sehingga hati-hati kalian menjadi berselisih.” (HR Muslim)
Berdasarkan hal ini, maka yang dimaksud dengan sabda beliau “atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian” adalah perbedaan di antara pandangan-pandangan kalian, yaitu akibat perbedaan hati.
Bagaimanapun juga, dalam hadis ini terdapat dalil tentang wajibnya meluruskan shaf, dan bahwa para makmum wajib meluruskan shaf mereka. Jika mereka tidak melakukannya, maka mereka telah menjerumuskan diri mereka kepada hukuman Allah —wal ‘iyadzubillah.
Pendapat —yakni wajibnya meluruskan shaf— adalah pendapat yang benar. Para imam wajib memerhatikan shaf. Jika mereka mendapati adanya kebengkokan, atau adanya makmum yang maju atau mundur, maka mereka harus menegurnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang berjalan menyusuri shaf dari awal hingga akhir, dan meluruskannya dengan tangan mulia beliau. Ketika jumlah orang semakin banyak pada masa para khalifah, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menugaskan seorang laki-laki untuk meluruskan shaf saat shalat ditegakkan. Jika orang itu datang dan mengatakan bahwa shaf telah lurus, barulah Umar bertakbir memulai shalat.
Demikian pula yang dilakukan Utsman radhiyallahu ‘anhu. Ia juga menunjuk seseorang yang bertugas meluruskan shaf. Apabila ia menyatakan bahwa shaf telah lurus, barulah Utsman bertakbir.
Ini menunjukkan perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifah yang lurus terhadap pelurusan shaf.
Tetapi, sangat disayangkan bahwa sekarang kita mendapati para makmum tidak peduli dengan meluruskan shaf. Ada yang maju, ada yang mundur, dan mereka tidak memerdulikannya. Mungkin seseorang sejajar dengan saudaranya pada awal rakaat, tetapi ketika sujud, karena dorongan gerakan, ia menjadi lebih maju atau lebih mundur. Mereka pun tidak meluruskan shaf pada rakaat kedua, melainkan tetap membiarkannya begitu saja. Ini adalah sebuah kesalahan. Yang penting adalah bahwa meluruskan shaf adalah wajib.
Apabila ada yang berkata, “Jika hanya ada imam dan seorang makmum, apakah imam perlu sedikit maju atau makmum sejajar?”
Jawabannya, “Makmum harus sejajar, karena apabila hanya ada imam dan seorang makmum, maka itu merupakan satu shaf. Tidak mungkin makmum berdiri di belakang imam sendirian. Mereka adalah satu shaf, dan satu shaf harus diluruskan.”
Ini berbeda dengan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa imam harus sedikit maju. Pendapat tersebut tidak memiliki dalil. Justru dalil menunjukkan sebaliknya, yaitu imam dan makmum harus sejajar apabila mereka hanya berdua.
Kemudian dalam satu riwayat disebutkan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan shaf kami, seakan-akan beliau merapikannya seperti merapikan anak-anak panah.
Adapun al-qidah adalah bulu pada anak panah. Dahulu mereka meratakannya dengan sangat rapi sehingga tidak ada bagian yang lebih maju dari yang lain, seperti sisir kayu yang lurus rata. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meluruskan shaf seakan-akan beliau merapikan anak panah.
Hingga ketika beliau melihat bahwa kami telah memahami bahwa pelurusan shaf itu harus dilakukan, beliau keluar suatu hari dan melihat seorang laki-laki dengan dadanya menonjol keluar dari barisan. Maka beliau bersabda, “Wahai hamba-hamba Allah, sungguh kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.” Hal ini menunjukkan sebab ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian,” adalah karena beliau melihat seorang laki-laki yang dadanya sedikit lebih maju dari shaf. Ini menunjukkan bahwa termasuk tuntunan Nabi adalah memeriksa shaf, dan bahwa beliau memberi ancaman bagi orang yang maju dari shaf dengan sabdanya, “Kalian harus meluruskan shaf-shaf kalian, atau Allah benar-benar akan membuat perbedaan di antara wajah-wajah kalian.”
Maka kita harus menjelaskan masalah ini kepada para imam masjid dan juga kepada para makmum, agar mereka memerhatikan perkara ini dan memerhatikan urusan meluruskan shaf, sehingga tidak terjadi sikap meremehkan di antara manusia.
Allah-lah Yang memberi taufik.
Baca juga: MELURUSKAN SAF: MAKNA DAN HUKUMNYA
Baca juga: SIFAT SHALAT NABI – POSISI KAKI SAAT BERDIRI
Baca juga: PERBEDAAN FAJAR SHADIQ DAN FAJAR KADZIB
(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

