Perang antara tauhid dan syirik telah terjadi sejak lama, yaitu sejak Nabi Nuh ‘alaihissalam menyeru kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada berhala-berhala.
Nabi Nuh berada di tengah kaumnya selama 950 tahun. Beliau menyeru kaumnya kepada tauhid, tetapi penerimaan mereka di luar harapan. al-Qur’an menggambarkan secara jelas penolakan mereka dalam firman-Nya:
وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ وَقَدْ اَضَلُّوْا كَثِيْرًا
“Dan mereka berkata, ‘Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) sembahan-sembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwa’, yaghust, ya’uq, dan nasr.’ Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia).” (QS Nuh: 23-24)
Tentang tafsir ayat ini, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Mereka (yaitu wadd, suwa’, yaghust, ya’uq, dan nasr) adalah nama orang-orang saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisiki kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang saleh itu di tempat-tempat mereka duduk, dan agar memberi patung-patung itu nama dengan nama-nama mereka. Maka kaum Nuh pun melaksanakan perintah setan itu. Mulanya patung-patung itu tidak disembah. Akan tetapi, ketika mereka (generasi yang membuat patung) meninggal dunia semua dan ilmu telah diangkat, maka patung-patung itu disembah (oleh generasi berikutnya).
Sesudah Nabi Nuh datanglah rasul-rasul yang lain. Seperti halnya Nabi Nuh, mereka menyeru kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah, dan agar meninggalkan apa-apa yang mereka sembah selain Allah, sebab selain Allah tidak berhak disembah. Renungkanlah ayat suci al-Qur’an yang menceritakan keadaan mereka:
وَاِلٰى عَادٍ اَخَاهُمْ هُوْدًاۗ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Ad saudara mereka, Hud. Ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada sembahan bagi kalian selain-Nya. Maka mengapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya?’” (QS al-A’raf: 65)
وَاِلٰى ثَمُوْدَ اَخَاهُمْ صٰلِحًا ۘ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. Shalih berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada sembahan bagi kalian selain Dia.’” (QS Hud: 61)
وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah! Sekali-kali tidak ada sembahan bagi kalian selain Dia.’” (QS Hud: 84)
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖٓ اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِنَّهٗ سَيَهْدِيْنِ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku tidak bertanggungjawab terhadap apa yang kalian sembah, tetapi (aku menyembah) sembahan yang menjadikanku, karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku.’” (QS az-Zukhruf: 26-27)
Kaum musyrikin menanggapi dakwah para rasul dengan penentangan dan pengingkaran. Mereka memerangi para rasul dengan seluruh kemampuan yang mereka miliki.
Contohnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum diutus sebagai rasul, beliau dikenal di kalangan orang-orang Arab sebagai “ash-shadiq al-amin” (si jujur dan dapat dipercaya). Akan tetapi, ketika beliau mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan mengesakan-Nya, serta menyeru agar meninggalkan apa-apa yang disembah oleh nenek moyang mereka, dengan serta merta mereka lupa dengan kejujuran dan keamanahan beliau. Mereka menghujani beliau dengan berbagai julukan buruk. Di antaranya, mereka menjuluki beliau dengan ‘penyihir dan pendusta’. al-Qur‘an mengisahkan penolakan mereka terhadap dakwah tauhid dalam firman-Nya:
وَعَجِبُوْٓا اَنْ جَاۤءَهُمْ مُّنْذِرٌ مِّنْهُمْ ۖوَقَالَ الْكٰفِرُوْنَ هٰذَا سٰحِرٌ كَذَّابٌۚ اَجَعَلَ الْاٰلِهَةَ اِلٰهًا وَّاحِدًا ۖاِنَّ هٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka. Dan orang-orang kafir berkata, ‘Ia adalah seorang tukang sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan sembahan-sembahan itu sembahan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’” (QS Shad: 4-5)
كَذٰلِكَ مَآ اَتَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا قَالُوْا سَاحِرٌ اَوْ مَجْنُوْنٌ اَتَوَاصَوْا بِهٖۚ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَ
“Demikianlah, tidak seorang rasul pun datang kepada orang-orang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, ‘Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.” (QS adz-Dzariyat: 52-53)
Demikianlah sikap seluruh rasul dalam dakwahnya kepada tauhid, dan demikian pulalah sikap kaumnya yang pendusta lagi mengada-ada.
Pada zaman sekarang ini, jika seorang muslim mengajak saudaranya sesama muslim kepada akhlak yang baik, kejujuran, dan amanah, ia tidak akan menemukan seorang pun menentangnya. Akan tetapi, jika ia mengajak mereka kepada tauhid yang kepadanya para rasul menyeru (yaitu beribadah hanya kepada Allah dan tidak memohon kepada selain-Nya, baik kepada para nabi atau wali, karena sesungguhnya mereka hanyalah hamba Allah), niscaya mereka segera menentangnya dan menuduhnya dengan berbagai tuduhan dusta.
Para dai yang berdakwah kepada tauhid hendaklah bersabar dan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kepadanya Allah Ta’ala berfirman:
وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (QS al-Muzzammil: 10)
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ اٰثِمًا اَوْ كَفُوْرًا
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Rabbmu. Janganlah kamu mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka.” (QS al-Insan: 24)
Setiap muslim hendaklah menerima dakwah kepada tauhid dan mencintai dainya, karena sesungguhnya tauhid adalah dakwah para rasul secara keseluruhan, juga dakwah Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa mencintai Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya ia mencintai dakwah kepada tauhid. Barangsiapa membenci dakwah kepada tauhid, berarti ia telah membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: KEUTAMAAN TAUHID DAN DOSA-DOSA YANG DIHAPUS KARENANYA
Baca juga: ASAL-USUL KESYIRIKAN
Baca juga: HUKUMAN DISEGERAKAN KEPADA ORANG YANG ALLAH KEHENDAKI KEBAIKAN
(Syekh Muhammad bin Jamil Zainu)