MEREALISASIKAN TAUHID MENYEBABKAN MASUK SURGA TANPA HISAB

MEREALISASIKAN TAUHID MENYEBABKAN MASUK SURGA TANPA HISAB

al-Quran dan as-Sunnah menunjukkan bahwa barangsiapa merealisasikan tauhid dengan benar, maka ia masuk Surga tanpa hisab dan tanpa azab, karena kesempurnaan keutamaan tauhid tidak akan diraih kecuali dengan merealisasikannya.

Merealisasikan tauhid merupakan nilai lebih dari hakikat tauhid. Terdapat dua macam merealisasikan tauhid, yaitu merealisasikan tauhid yang wajib dan merealisasikan tauhid yang anjuran.

Merealisasikan tauhid yang wajib adalah memurnikan tauhid dari noda-noda syirik, bidah, dan kemaksiatan. Ini adalah kedudukan ashabul yamin (golongan kanan), yaitu orang-orang yang melakukan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Syirik akbar (syirik besar) menafikan tauhid secara keseluruhan, syirik asghar (syirik kecil) menafikan kesempurnaan wajib tauhid, bidah mencederai tauhid, dan kemaksiatan mengurangi pahala tauhid. Seorang hamba belum merealisasikan tauhid hingga ia selamat dari syirik dengan kedua jenisnya, serta selamat dari bidah dan kemaksiatan.

Merealisasikan tauhid yang dianjurkan adalah merealisasikan tauhid sebagaimana yang dilakukan oleh muqarrabun (orang-orang yang didekatkan kepada Allah Ta’ala). Selain mengerjakan hal-hal yang wajib sebagaimana disebutkan di atas, mereka juga mengerjakan hal-hal yang dianjurkan serta meninggalkan hal-hal yang dimakruhkan dan sebagian hal mubah. Ini adalah kedudukan sabiqun muqarrabun. Hakikatnya adalah menarik jiwa kepada Allah Ta’ala, sehingga dalam hatinya tiada suatu pun untuk selain-Nya. Jika realisasi tauhid telah tercapai dengan perkara-perkara di atas, maka rasa aman yang sempurna dan petunjuk yang paripurna telah diraih.

Allah Ta’ala menyebutkan Ibrahim ‘alaihissalam dengan sifat-sifat luhur yang merupakan puncak dari realisasi tauhid melalui firman-Nya:

اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik.” (QS an-Nahl: 120)

Allah Ta’ala menyifati Kekasih-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam dengan sifat-sifat yang merupakan puncak dari realisasi tauhid, dan Dia memujinya karenanya.

Dia berfirman كَانَ اُمَّةً (Ibrahim adalah umat), yakni Ibrahim adalah imam agama yang lurus (al-hanifiyyah), teladan yang ditiru, dan pengajar kebajikan; atau karena pada dirinya terdapat sifat kesempurnaan, kebajikan, dan akhlak terpuji yang berhimpun pada umat. Oleh karena itu, ia berhak menyandang sebutan umat, karena ia adalah umat di atas kebenaran seorang diri, dan imam bagi semua pengikut agama yang lurus yang mereka jadikan sebagai teladan.

قَانِتًا artinya khusyu’ lagi patuh. Qunut ialah senantiasa melakukan ketaatan.

حَنِيْفًا (lurus) artinya menyimpang dari jalan syirik menuju tauhid, menghadap kepada Allah Ta’ala, berpaling dari segala selain-Nya.

وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ “Dan sekali-kali dia bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” Ia berpisah dari orang-orang musyrik dengan hati, lisan dan badan, serta mengingkari segala syirik yang mereka lakukan. Hal itu tidaklah dilakukan kecuali untuk merealisasikan tauhid. Selain itu, ia berlepas diri dari orang-orang musyrik, mencela perbuatan mereka, dan mengkafirkan mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang Ibrahim ‘alaihissalam:

اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَ

Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.” (QS az-Zukhruf: 26)

Ia berlepas diri dari penyembah sebelum yang disembah. Selain itu, ia menyingkir dari mereka. Dengan demikian, ia bukan termasuk mereka dengan pertimbangan apa pun.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَاَدْعُوْ رَبِّيْۖ عَسٰٓى اَلَّآ اَكُوْنَ بِدُعَاۤءِ رَبِّيْ شَقِيًّا

Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah. Dan aku akan berdoa kepada Rabbku. Semoga aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Rabbku.” (QS Maryam: 48)

Inilah realisasi tauhid. Allah Ta’ala telah menyifati khalil (kekasih)-Nya dengan sifat-sifat yang merupakan puncak dari realisasi tauhid. Dia memerintahkan agar kita  meneladaninya lewat firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ اِذْ قَالُوْا لِقَوْمِهِمْ اِنَّا بُرَءٰۤؤُا مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاۤءُ اَبَدًا حَتّٰى تُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ وَحْدَهٗٓ

Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja’.” (QS al-Mumtahanah: 4)

Allah Ta’ala telah menyifati kaum mukminin yang berlomba-lomba ke Surga serta menyifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat mulia dalam firman-Nya:

اِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُّشْفِقُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka.” (QS al-Mukminun: 57)

وَالَّذِيْنَ هُمْ بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ

Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka.” (QS al-Mukminun: 58)

Yakni, mereka beriman kepada ayat-ayat kauniyyah dan syar’iyyah-Nya, lalu amalan mereka yang saleh dicap dengan cap keikhlasan, yaitu selamat dari syirik, baik sedikit maupun banyak, baik kecil maupun besar.

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُوْنَ

Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Rabb mereka.” (QS al-Mukminun: 59)

Yakni, mereka tidak menyembah selain Allah Ta’ala di samping menyembah-Nya. Bahkan mereka mentauhidkan-Nya dan mengetahui bahwa tiada sembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah yang Esa, tempat bergantung. Barangsiapa demikian, maka ia telah mencapai puncak dari realisasi tauhid yang menyebabkan ia masuk Surga tanpa hisab. Barangsiapa tidak demikian, maka ia tidak merealisasikannya. Hal itu karena amalan tidak sah bila disertai syirik besar. Jika ia selamat dari syirik besar, maka amalan tidak menjadi baik dan berkembang kecuali dengan terbebas dari syirik kecil.

Baca juga: PAHALA YANG BESAR BAGI MEREKA YANG MEREALISASIKAN TAUHID

Baca juga: MENGGANTUNG TAMIMAH (JIMAT) ADALAH KESYIRIKAN

Baca juga: SYARAT-SYARAT KALIMAT TAUHID

(Abdul Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim)

Akidah