MENAHAN MARAH WALAUPUN SANGGUP MELAMPIASKANNYA

MENAHAN MARAH WALAUPUN SANGGUP MELAMPIASKANNYA

Dari Muadz bin Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أنْ يُنْفِذَهُ، دَعَاهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى رُؤُوسِ الْخَلائِقِ يَومَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ

Barangsiapa mampu menahan marah, padahal dia sanggup melampiaskannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada Hari Kiamat, lalu disuruh memilih bidadari yang cantik jelita yang diinginkannya.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi. at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.)

PENJELASAN

Kata (الْغَيظُ) dalam hadis ini berarti marah besar. Orang yang marah adalah orang yang yakin dirinya mampu melampiaskan kemarahannya. Jika tidak mampu, dia tidak akan marah, tetapi hanya sebatas kesal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala disifati dengan sifat marah, bukan sifat kesal. Kesal adalah sifat kurang, sedangkan marah bagi Allah adalah kesempurnaan.

Dalam hadis ini disebutkan bahwa apabila seorang hamba marah kepada orang lain dan ia mampu meluapkan kemarahannya kepada orang tersebut, tetapi dia menahan marah dan meninggalkannya karena berharap keridaan Allah Ta’ala dan bersabar atas apa yang terjadi padanya, maka baginya pahala yang besar, yaitu dipanggil di hadapan seluruh makhluk pada Hari Kiamat dan dipersilakan untuk memilih bidadari-bidadari Surga yang cantik jelita sesuka hatinya.

Baca juga: JANGAN MARAH

Baca juga: MENGENDALIKAN DIRI SAAT MARAH

Baca juga: WAJIB MENAATI PEMIMPIN SELAMA BUKAN KEMAKSIATAN

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kelembutan Hati