LARANGAN MENGEJEK DAN MENGHINA ORANG LAIN

LARANGAN MENGEJEK DAN MENGHINA ORANG LAIN

Di antara fenomena yang terjadi di masyarakat adalah mengejek dan menghina. Ini merupakan kebiasaan yang diharamkan Allah Ta’ala berdasarkan firman-Nya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).”  (QS al-Hujurat:11)

Yang dimaksud dengan mengejek adalah merendahkan kedudukan (pangkat atau martabat) orang lain dengan cara memaparkan aib dan kekurangannya. Perbuatan ini dilakukan dengan perkataan, perbuatan atau isyarat.

Di antara bentuk ejekan yang paling buruk adalah ejekan terhadap agama dan orang beragama. Bahayanya besar. Para ulama sepakat bahwa menghina Allah Ta’ala, agama-Nya, dan Rasul-Nya adalah perbuatan kufur besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menghina Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya adalah perbuatan kufur yang pelakunya dapat menjadi kafir setelah ia beriman.”

Sebagian orang berinovasi dalam melontarkan ejekan. Mereka mengejek hijab (jilbab) perempuan, penerapan hukum Islam, dan orang yang berbuat amar makruf dan nahi mungkar dengan perkataan. Sunah pun tidak luput dari ejekan dan hinaan, seperti menghina orang yang memanjangkan jenggot dan memendekkan celana sampai di atas mata kaki, padahal keduanya merupakan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perlu kita ketahui bahwa penghinaan tersebut dapat membahayakan agama pelakunya, sebagaimana yang terdapat pada surat at-Taubah:

وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti menjawab, Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah, Mengapa kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta RasulNya kalian selalu berolok-olok? Tidak perlu kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kalian (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain),’ karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.” (QS at-Taubah:65-66)

Dalam sebuah riwayat diceritakan tentang sebab turunnya ayat ini, yaitu bahwasanya seorang munafik berkata, “Tidaklah aku dapati orang seperti para qari (pembaca al-Qur’an) kita itu (maksudnya Rasulullah dan para sahabat) yang lebih besar perut mereka, yang lebih berdusta lisan mereka, dan yang pengecut ketika bertemu musuh.”

Seorang sahabat berkata, “Kamu telah berdusta. Tidaklah kamu ini kecuali orang munafik. Sungguh, akan aku sampaikan perkataanmu itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ayat al-Qur’an itu turun.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku melihat dia bergantung pada tali pelana unta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta maaf kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, saat itu kami hanya berbincang-bincang dan bercanda.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,

اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ

“’Mengapa kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian dari kamu (karena telah tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang (selalu) berbuat dosa.” (QS at-Taubah: 65-66) (HR Ibnu Abi Hatim)

Allah Ta’ala menyebutkan sikap orang-orang yang mengejek dan meremehkan kaum mukminin dan orang-orang yang berada di dalam kebaikan dan kesalehan dalam firman-Nya:

زُيِّنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُوْنَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۘ وَالَّذِيْنَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ

Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka terus menghina orang-orang yang beriman, padahal orang-orang yang bertakwa berada di atas mereka pada Hari Kiamat.” (QS al-Baqarah: 212)

Sebagian orang jika dikatakan kepada mereka, “Apa yang kau katakan termasuk ke dalam ejekan terhadap agama,” berdalih, “Kami tidak bermaksud mengejek agama dan tidak pula mengejek seseorang, melainkan hanya bermain-main dan bercanda.” Orang ini tidak mengetahui akibat dari semua perbuatannya itu. Dia adalah orang terhina di dunia dan mendapat azab di akhirat kelak.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan keras terhadap lidah yang bicara lepas dan sering tertawa pada tempat berkumpul. Beliau bersabda,

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ

Celakalah orang yang berbicara dusta agar orang lain tertawa. Celakalah dia! Celakalah dia!” (HR Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan lain-lain)

Komite Tetap untuk Fatwa menjawab tentang orang yang berkata kepada orang lain, “Wahai si jenggot” dengan maksud mengejek.

“Penghinaan terhadap jenggot adalah kemungkaran besar. Jika orang yang memanggil bermaksud mengejek dan menghina, maka perbuatan itu merupakan perbuatan kufur. Jika orang yang memanggil bermaksud memberi gelar agar mudah dikenal, maka perbuatan itu tidak termasuk kekufuran. Akan tetapi, tetap saja ia tidak pantas memanggil orang demikian.”

Syekh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata, “Sebagian orang mempunyai kebiasaan mencari-cari kesalahan ulama, baik yang langsung bertemu ulama maupun tidak, seperti dengan berkata, ‘Orang itu seperti ini dan ini.’ Mereka dikhawatirkan menjadi murtad. Mereka dendam terhadap ulama hanya karena ulama adalah orang yang taat beragama.”

Ya Allah, bersihkanlah lisan kami dari perkataan buruk. Jadikanlah lisan kami tunduk dalam ketaatan kepada-Mu.

Ya Allah, perbaikilah keadaan kaum muslimin, ampunilah dosa kami, kedua orang tua kami dan seluruh kaum muslimin.

Semoga selawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

Baca juga: JAUHILAH PERKATAAN KEJI, KOTOR DAN KASAR

Baca juga: KEMULIAAN BUKAN DENGAN NASAB, TETAPI DENGAN TAKWA

Baca juga: MENGEJEK, MENGHINA, MENERTAWAKAN, DAN MENGOLOK-OLOK

(Abdul Malik bin Muhammad Abdurrahman al-Qasim)

Adab