KEMULIAAN BUKAN DENGAN NASAB, TETAPI DENGAN TAKWA

KEMULIAAN BUKAN DENGAN NASAB, TETAPI DENGAN TAKWA

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Barangsiapa diperlambat oleh amalnya, nasabnya pun tidak dapat menjadi jalan pintas.” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah)

PENJELASAN

Dalam hadis ini terdapat sejumlah faedah. Di antaranya adalah:

1️⃣ Sebagian orang berada di jalan menuju Allah Ta’ala. Dalam kembara menuju-Nya, mereka menempuh berbagai jalan. Ada yang menjadikan amal saleh sebagai jalan, ada yang  menjadikan kehormatan diri, keturunan, dan asal muasal sebagai jalan. Mereka yang menjadikan amal saleh sebagai jalan adalah mereka yang berjalan  menuju kebaikan. Adapun mereka yang berkata, “Aku anak fulan. Aku berasal dari keturunan ini dan itu” tanpa amal saleh berjalan pada keburukan.

Dari Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

Setiap manusia berjalan di waktu pagi. Ada yang menjual dirinya sehingga membebaskan dirinya atau membinasakannya.” (HR Muslim)

Maknanya adalah bahwa semua orang di pagi hari berjalan di muka bumi untuk mengais rezeki. Sebagian dari mereka mencari kemaslahatan, dan sebagian lainnya menyongsong kebinasaan. Makna ‘menjual dirinya’ adalah membebani dirinya dengan beramal. Mereka yang mencari kemaslahatan adalah mereka yang menjual amal kepada Allah Ta’ala sehingga mereka terbebas dari api Neraka. Mereka yang menyongsong kebinasaan adalah mereka yang menjual amal kepada setan dengan mengerjakan kemaksiatan, kejahatan, dan kemungkaran sehingga mereka terjerumus ke dalam Neraka.

Jadi, setiap orang sedang berjalan. Oleh karena itu, perhatikanlah jalanmu, wahai para hamba Allah, apakah jalanmu merupakan amal saleh ataukah “Aku anak fulan, dari keturunan fulan?”

2️⃣ Allah Ta’ala menciptakan makhluk berbeda-beda, unik, tak serupa satu sama lain, dari berbagai keturunan, beragam asal muasal, dan bibit yang berbeda. Dia Ta’ala menjadikan mereka dalam bentuk dan rupa tersebut agar mereka terikat satu sama lain, bukan saling mengingkari; agar mereka saling menyayangi, bukan saling menghabisi; agar mereka saling bersepakat, bukan saling menghujat; agar mereka saling mengenal, bukan bercerai-berai.

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sungguh, orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Mahamengetahui, Mahateliti.” (QS al-Hujurat: 13)

3️⃣ Dalam agama Islam tidak ada kecenderungan (karena cintanya kepada seseorang), tidak pula basa-basi, dan tidak ada hierarki (kasta) sama sekali.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika turun ayat ini kepada beliau, “Berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat,” (QS asy-Syu’ara: 214) bersabda,

يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ، اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ مِنَ اللَّهِ، لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا عَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ، لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ، سَلِينِي بِمَا شِئْتِ، لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا

Wahai sekelompok orang Quraisy, belilah diri kalian dari Allah. Aku tidak dapat melindungi kalian dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Bani Abdul Muththalib, aku tidak dapat melindungi kalian dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Abbas bin Abdul Muththalib, aku tidak dapat melindungimu dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah, aku tidak dapat melindungimu dari siksa Allah sedikit pun. Wahai Fatimah binti Rasulullah, mintalah kepadaku sesuatu yang kamu kehendaki, tetapi aku tidak dapat melindungi kalian dari siksa Allah sedikit pun.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai sekelompok orang Quraisy, belilah diri kalian dari Allah,” maksudnya adalah juallah diri kalian kepada Allah Ta’ala yang harganya Surga.

Sabda beliau kepada kerabatnya, termasuk paman, bibi, dan putrinya, “Aku tidak dapat melindungi kalian dari siksa Allah sedikit pun” menunjukkan bahwa dalam Islam kecenderungan (karena kecintaan atau kasih sayang) kepada seseorang tidak berlaku. Seseorang akan selamat dari siksa Allah Ta’ala dengan sebab ketakwaan dan amal salehnya, bukan nasab atau keturunan.

4️⃣ Orang yang terpuji dan dipuji adalah orang yang terpuji dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya, dialah orang yang sebenarnya terpuji, dan barangsiapa dihina oleh Allah dan Rasul-Nya, dialah orang yang sebenarnya terhina.

Dalam Musnad Ahmad terdapat sebuah hadis riwayat Abu Nadhrah, bahwa Nabi kami berdiri lalu bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ، إِلَّا بِالتَّقْوَى، أَبَلَّغْتُ

Wahai manusia, bukankah Rabb kalian satu, moyang kalian satu, tidak  ada kelebihan bangsa Arab di atas bangsa lain, tidak pula bangsa lain di atas bangsa Arab, tidak ada kelebihan orang kulit merah di atas orang kulit hitam, tidak pula orang kulit hitam di atas orang kulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apakah aku telah menyampaikan?

Mereka menjawab, “ Rasulullah telah menyampaikan.” (HR Ahmad)

Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ al-Fatawa menyatakan bahwa hadis ini merupakan perkataan yang luar biasa. Ia berkata, “Dengan hadis ini tidak satu pun ayat Allah Ta’ala pada Kitabullah memuji seseorang karena nasabnya, tidak pula menghina seseorang karena keturunannya. Dia memuji karena keimanan dan ketakwaannya. Dia mengecam kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.”

Pada kesempatan lain ia berkata, “Keutamaan yang terlafalkan dengan sebutan-sebutan baik dalam Kitabullah dan as-Sunnah, seperti Islam, iman, birr (kebajikan), takwa, ilmu, amal saleh, dan ihsan bukan sekadar karena ia orang Arab atau non-Arab, hitam atau putih, tidak juga karena ia orang berperadaban atau pedalaman.”

Ringkasan dari poin ini dinyatakan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu, “Demi Allah, jika orang-orang non-Arab datang membawa banyak amal, sedangkan kami datang tanpa satu amal, tentu mereka lebih berhak menjadi pengikut Nabi kami, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Hari Kiamat (daripada kami).”

5️ Karena beragama Islam, seseorang dapat menjadi pemimpin. Tanpa agama Islam, kepemimpinan tidak dapat diperoleh.

Ibnu Syihab az-Zuhri, seorang ulama umat, maha guru, pemimpin para ulama, yang di antara muridnya adalah Malik dan al-Awza’i suatu hari menemui Amirulmukminin, Abdul Malik bin Marwan.

Amirulmukminin bertanya, “Wahai Zuhri, kamu datang dari mana?”

Ia menjawab, “Aku datang dari Makkah.”

Amirulmukminin kembali bertanya, “Siapa yang kamu jadikan pemimpin setelah kamu meninggalkan Makkah?”

“Atha’ bin Abi Rabah,” jawab az-Zuhri.

“Apakah dari bangsa Arab (pembesar/pemimpin) atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Dengan apa ia memimpin?” tanya sang Amir.

“Dengan agama dan ilmu,” jawab az-Zuhri.

Amirulmukminin berkata, “Sepatutnya ahli agama dan ilmulah yang dipimpin. Lantas siapa yang memimpin penduduk Yaman?”

“Thawus bin Kaysan,” jawab az-Zuhri.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Lalu siapa yang memimpin penduduk Mesir? “tanya Amirulmukminin kembali.

“Yazid bin Abi Habib,” jawab az-Zuhri.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Lalu siapa yang memimpin penduduk Syam?” tanya Amirulmukminin.

“Makhaul,” jawab az-Zuhri.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Lalu siapa yang memimpin penduduk Jazirah Arab?”

“Maymaun bin Mahran,” jawab az-Zuhri.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Lalu siapa yang memimpin penduduk Khurasan?”

“adh-Dhahhak bin Muzahim,” jawab az-Zuhri.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Lalu siapa yang memimpin penduduk Basrah?”

“al-Hasan bin Abi al-Hasan,” jawabnya.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari golongan budak,” jawab az-Zuhri.

“Apa-apaan ini! Lantas siapa yang memimpin penduduk Kufah?” ucap sang amir keheranan.

“Ibrahim an-Nakha’i,” jawabnya.

“Dari bangsa Arab atau budak?” tanya Amirulmukminin.

“Dari bangsa Arab,” jawab az-Zuhri.

“Nah, kamu telah melapangkan hati saya, Zuhri!” ucap Amirulmukminin.

Kemudian Imam az-Zuhri mengucapkan kalimat yang ditulis dengan mata air. Kiranya cukup bagi kita, meskipun hanya dengan kalimat yang diungkapkan az-Zuhri berikut, “Wahai Amirulmukminin, sungguh ini hanya perintah Allah dan agama-Nya. Siapa pun yang menjaga perintah itu, dialah yang memimpin. Siapa pun yang menyia-nyiakannya, ia runtuh (ia tak berhak memimpin).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir)

Baca juga: ORANG YANG MULIA DAN ORANG YANG HINA

Baca juga: ORANG YANG PALING MULIA ADALAH ORANG YANG PALING BERTAKWA

Baca juga: ISLAM ADALAH AGAMA YANG MEMPERBAIKI MASYARAKAT

(Rashid bin Muhammad bin Fathis al-Hajiri)

Serba-Serbi