Nabi Ya’qub dan anak cucunya berangkat ke Mesir untuk menemui Nabi Yusuf. Setibanya di perbatasan Mesir, Nabi Yusuf menyambut mereka dengan bala tentara kerajaan yang dipersiapkan raja sebagai penghormatan kepada Nabi Isra’il (Ya’qub). Nabi Yusuf merangkul ibu bapanya. Ia berkata kepada seluruh rombongan keluarganya, “Masuklah kalian ke Mesir, in syaa Allah dalam keadaan aman.”
Mereka bersama-sama memasuki Mesir dengan aman. Setiba di sana, Nabi Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya duduk di singgasananya, sebagai penghormatan kepada mereka berdua. Lalu kedua orang tua dan saudara-saudaranya yang berjumlah sebelas orang memberikan penghormatan kepada Yusuf dengan melakukan sujud. Ini merupakan sujud penghormatan, bukan sujud ibadah. Perkara ini diperbolehkan dalam syariat mereka, dan masih berlaku pada syariat-syariat berikutnya, hingga akhirnya diharamkan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar pintu menuju kesyirikan tertutup.
Nabi Yusuf berkata kepada bapaknya “Penghormatan dari kalian untukku ini adalah takwil dari mimpi yang dahulu kulihat dalam tidurku dan telah kuceritakan kepadamu, yaitu mimpi melihat sebelas bintang, bulan, dan matahari. Aku melihat mereka sujud kepadaku. Lalu engkau menyuruhku untuk merahasiakan mimpi itu dari saudara-saudaraku dan engkau pun menjanjikan sesuatu kepadaku saat itu. Rabbku telah membuat mimpi itu menjadi kenyataan. Rabbku telah berbuat baik kepadaku ketika Dia mengeluarkan aku dari penjara dan ketika Dia mendatangkan kalian kepadaku dari negeri yang jauh setelah setan merusak ikatan persaudaraan antara aku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Rabbku Mahalembut dalam mengatur apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui kemaslahatan hamba-hamba-Nya dan Mahabijaksana dalam perkataan dan perbuatan-Nya.”
Setelah mengetahui bahwa nikmat yang diberikan kepadanya benar-benar telah sempurna dan semua anggota keluarganya telah berkumpul kembali, Nabi Yusuf mengatakan bahwa kehidupan dunia tidaklah abadi, karena semua yang ada di bumi akan binasa. Tidak ada setelah kesempurnaan malainkan kekurangan. Nabi Yusuf berdoa kepada Rabb-nya, “Ya Rabbku, Engkau telah memberiku jabatan di Mesir dan mengajarkan kepadaku ilmu takwil mimpi. Wahai Pencipta langit dan bumi yang tidak ada contoh sebelumnya, Engkau adalah Pelindungku dalam semua urusanku di dunia dan Pelindungku dalam semua urusanku di akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan berserah diri dan pertemukanlah aku bersama para nabi yang saleh, baik leluhurku maupun bukan leluhurku, di Surga Firdaus, surga tertinggi.”
Ada beberapa riwayat tentang masa berpisah Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf. Ada yang mengatakan lamanya 83 tahun. Ada pula yang mengatakan 53 tahun. Ahli kitab mengatakan 40 tahun.
Selama menduduki jabatannya, Nabi Yusuf mendapatkan kekayaan yang berlimpah. Makanan yang berada di bawah kepemilikannya dijual kepada penduduk Mesir dengan berbagai harta yang mereka miliki, bahkan hingga dengan dirinya sendiri sehingga mereka menjadi budak. Namun Nabi Yusuf kemudian memerdekakan mereka dan membebaskan tanah mereka dengan syarat mereka bekerja. Lima persen dari hasil yang mereka peroleh diserahkan kepada raja.
ats-Tsa’labi berkata bahwa selama musim paceklik, Nabi Yusuf berupaya untuk tidak kenyang agar dia tidak lupa kepada orang-orang yang lapar. Dia hanya makan sekali di siang hari. Hal itu menjadi tradisi penguasa setelah itu.
Ibnu Ishaq menceritakan dari ahli kitab bahwa Nabi Ya’qub tinggal di Mesir bersama Nabi Yusuf selama 17 tahun. Kemudian dia meninggal dunia. Sebelum meninggal, Nabi Ya’qub berwasiat kepada Nabi Yusuf agar ia dimakamkan di sisi kedua orang tuanya, Ishaq dan Ibrahim.
as-Suddi mengatakan bahwa ketika Nabi Ya’qub meninggal, Nabi Yusuf membalsamnya, lalu jenazahnya dibawa ke Syam untuk dimakamkan di sebuah goa di samping ayahnya, Nabi Ishaq, dan kakeknya, Nabi Ibrahim.
Selain itu, sebelum meninggal, Nabi Ya’qub berwasiat kepada anak-anaknya agar bertauhid, yaitu memeluk agama Islam yang merupakan agama para nabi alaihimussalam.
Beberapa lama kemudian Nabi Yusuf menyusul bapaknya. Ketika ajal hendak menjemputnya, Nabi Yusuf berwasiat kepada saudara-saudaranya agar membawa serta jenazahnya apabila mereka keluar dari Mesir dan dikuburkan bersama bapak-bapaknya di Syam. Setelah Nabi Yusuf meninggal, jenazahnya diawetkan, kemudian disimpan di dalam peti dan terus berada di Mesir hingga kemudian dibawa keluar pada zaman Nabi Musa, lalu dikuburkan di sisi bapak-bapaknya.
Nabi Yusuf wafat ketika ia berusia 110 tahun.
Baca sebelumnya: KISAH NABI YUSUF – PENGLIHATAN YA’QUB KEMBALI NORMAL
(al-Hafidz Ibnu Katsir)