KEUTAMAAN DZIKIR-DZIKIR YANG BERKAITAN DENGAN AMALAN SEHARI SEMALAM

KEUTAMAAN DZIKIR-DZIKIR YANG BERKAITAN DENGAN AMALAN SEHARI SEMALAM

Di antara hal mulia dan penting yang sangat dibutuhkan oleh setiap muslim adalah dzikir-dzikir yang berkaitan dengan amalan seorang muslim sehari semalam. Dzikir-dzikir ini dapat dilakukan dalam keadaan berdiri dan duduk, bergerak dan diam, masuk dan keluar, dan dalam seluruh urusan manusia. Hendaklah setiap muslim memanfaatkannya dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menggunakannya pada hal-hal yang diridai-Nya.

Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdzikir kepada Rabb-nya di setiap keadaannya. Beliau tidak meninggalkan dzikir kepada Allah Ta’ala dalam keadaan apapun, baik malam dan siang hari, pagi dan petang, safar dan mukim, berdiri dan duduk, serta keadaan-keadaan lain. Tidaklah beliau mengerjakan suatu perbuatan seperti tidur dan terjaga, masuk dan keluar, naik kendaraan dan turun darinya melainkan beliau memulainya dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala dan berdoa kepada-Nya.

Barangsiapa mencermati sunah dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pasti akan mendapati di sana dzikir-dzikir pagi dan petang, dzikir-dzikir tidur dan bangun tidur, dzikir-dzikir shalat dan sesudah shalat, zikir-zikir makan dan minum, dzikir-dzikir menaiki kendaraan dan safar, dzikir-dzikir untuk mengusir kegundahan, kerisauan dan kesedihan, dzikir-dzikir ketika melihat sesuatu yang disukai dan tidak disukai, serta dzikir-dzikir lainnya yang berkaitan langsung dengan keadaan seorang muslim sehari semalam.

Pada dzikir-dzikir tersebut terdapat pembaharuan perjanjian iman, pengukuhan hubungan dengan Allah Ta’ala , pengakuan akan nikmat-nikmat dan pemberian Allah yang berkesinambungan, serta kebersyukuran kepada-Nya atas karunia, nikmat, kemurahan dan kebaikan-Nya. Pada dzikir-dzikir itu terdapat pula sikap benaung dan bersandar kepada Allah semata, bukan kepada selain-Nya dengan berlindung dari gangguan setan, keburukan jiwa, keburukan makhluk ciptaan-Nya, serta keburukan semua siksaan, bencana dan musibah. Pada dzikir-dzikir itu terdapat juga pengukuhan akan keesaan Allah, berlepas dan membersihkan diri dari mempersekutukan-Nya, serta pengakuan dan ketundukan akan rububiah dan uluhiah-Nya. Barangsiapa bersemangat dan serius terhadap doa-doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinukil darinya, ia pasti akan mengakui berulang kali bahwa Allah semata yang menghidupkan dan mematikan, memberi makan dan minum, menjadikan miskin dan kaya, memberi pakaian dan busana, menyesatkan dan memberi petunjuk, Dia semata yang berhak untuk dijadikan sesembahan dan diibadahi, untuk tunduk dan menghinakan diri pada-Nya, dan diarahkan untuk-Nya semua jenis ibadah.

Dzikir sebagaimana dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah adalah, “Pohon yang berbuah pengetahuan dan keadaan yang hendak diraih dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang menempuh jalan (menuju Allah). Sementara tidak ada jalan untuk meraih buahnya kecuali dari pohon dzikir. Setiap kali pohon itu bertambah besar dan akarnya semakin menancap, maka buahnya semakin banyak. Dzikir membuahkan tingkatan-tingkatan yang seluruhnya berupa kesadaran kepada tauhid. Ia adalah asal semua tingkatan. Kaidahnya (adalah) yang dibangun tingkatan di atasnya, sebagaimana dinding dibangun di atas pondasi, dan sebagaimana atap tegak di atas dinding penyangga.”

Selain itu, dzikir mencakup puncak cita-cita yang benar dan akhir tujuan yang tinggi. Di dalamnya terdapat kebaikan, manfaat, keberkahan, faidah terpuji dan hasil agung yang tidak mungkin diliput oleh manusia atau diungkap oleh lisan. Oleh karena itu, termasuk perkara patut bagi setiap mukmin adalah memelihara dengan sebaik-baiknya dzikir-dzikir yang agung ini. Semua dzikir pada waktunya adalah sesuai baginya sehari semalam, sesuai dengan yang disebutkan dalam as-Sunnah, agar terealisasi keutamaan-keutamaan besar dan makna-makna mulianya, agar dia termasuk orang-orang yang dipuji oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:

وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا

Laki-laki yang banyak berdzikir dan perempuan yang banyak berdzikir, Allah siapkan untuk mereka ampunan dan pahala yang agung.” (QS al-Ahzab: 35)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang makna ayat di atas bahwa ia berkata, “Maksudnya adalah mereka berdzikir kepada Allah Ta’ala setelah shalat, di waktu pagi dan petang, di tempat tidur, setiap kali terbangun dari tidur, dan setiap keluar dari rumah dan masuk rumah.”

Dari Mujahid, dia berkata, “Tidaklah seseorang termasuk di antara laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga ia berdzikir kepada Allah Ta’ala dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.”

Syaikh Abu Amr bin Shalah ditanya tentang batasan yang menjadikan seorang muslim masuk kategori laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala. Ia berkata, “Apabila dia terus-menerus mengucapkan dzikir-dzikir yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di pagi dan petang, di waktu dan kondisi yang berbeda pada malam dan siang, dan telah dijelaskan dalam kitab Amalul Yaum Wallailah, maka dia termasuk ke dalam laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala.”

Pembahasan ini telah mendapat perhatian yang serius dari para ulama. Mereka menulis tulisan-tulisan yang sangat banyak tentangnya. Mereka mengulasnya secara detail dalam sejumlah kitab, di mana Allah Ta’ala telah memberi manfaat dengannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Di antaranya adalah kitab Amalul Yaum Wallailah karya al-Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa-i (penulis kitab as-Sunan), kitab Amalul Yaum Wallailah karya murid beliau Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Ishak yang dikenal dengan sebutan Ibnu as-Sunniy, kitab ad-Du’a al-Kabiir karya al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi, kitab al-Adzkaar karya al-Imam Abu Zakariya an-Nawawi, kitab al-Kalim ath-Thayyib karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, kitab al-Waabil ash-Shayyib karya murid beliau al-Allamah Ibnu al-Qayyim, kitab Tuhfah adz-Dzakirin karya al-Imam asy-Syaukani, kitab Tufhah al-Akhyaar karya al-Imam asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -semoga Allah merahmati semuanya- dan kitab-kitab bermutu dan bermanfaaat lainnya yang ditulis oleh ahli ilmu dahulu dan sekarang.

Tulisan mereka dalam perkara ini bertingkat-tingkat. Di antara mereka ada yang menukil riwayat dengan sanad-sanadnya, ada yang menghapus sanadnya, ada yang berupa tulisan panjang dan detail, serta ada tulisan yang ringkas, sedang dan melalui seleksi.

Sudah dimaklumi bahwa dzikir-dzikir yang berkaitan dengan amal seorang muslim sehari semalam telah mendapatkan perhatian yang besar dari kaum muslimin. Hanya saja, kebanyakan mereka terkadang tidak mampu membedakan mana yang sahih dan akurat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mana yang lemah dan tidak terbukti berasal dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kadang-kadang pula mereka tidak mengetahui makna dan maksud dari dzikir-dzikir yang agung itu. Oleh karena itu, manfaatnya yang besar dan pengaruhnya yang kuat luput dari mereka.

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah berkata, “Dzikir yang paling utama dan bermanfaat adalah dzikir yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatu padanya hati dan lisan, serta orang yang berdzikir menyadari makna-makna dan maksud-maksudnya.”

Baca juga: ADAB BERDOA

Baca juga: DOA UNTUK MENGAKHIRI MAJELIS

Baca juga: DZIKIR MEMOHON KEBAIKAN DAN BERLINDUNG DARI KEBURUKAN

(Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin al-Badr)

Adab