KEDUDUKAN KHAUF (RASA TAKUT)

KEDUDUKAN KHAUF (RASA TAKUT)

Allah Ta’ala berfirman:

يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِّنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS an-Nahl: 50)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَاِيَّايَ فَارْهَبُوْنِ

Dan hanya kepadaKu-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS al-Baqarah: 40)

Allah Ta’ala juga berfirman:

فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (QS al-Maidah: 44)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat, ‘Orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut,’ (QS al-Mukminun: 60) “Apakah mereka orang-orang yang minum khamar dan mencuri?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَا، يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ. وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ

Tidak, wahai putri ashShiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, dan mereka takut (ama-amal mereka itu) tidak diterima dari mereka.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi)

Kedudukan rasa takut (khauf) menuntun seorang mukmin menuju kesadaran akan adanya pengawasan Allah (muraqabatullah) dan hukuman-Nya, sehingga ia meninggalkan perkara-perkara haram. Rasa takut ini juga menahan syahwatnya dari kecenderungan kepada perkara haram dan membuatnya takut kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.

Sebagian orang terdahulu berkata. “Rasa takut adalah cambuk Allah. Dengannya Allah meluruskan mereka yang liar ke pintu-Nya.”

Abu Sulaiman berkata, “Tidaklah rasa takut meninggalkan hati melainkan datang kehancuran.”

Rasa takut dapat berlebih-lebihan, seimbang, atau kurang. Rasa takut yang berlebih-lebihan dapat menimbulkan keputusasaan dan patah hati. Rasa takut yang kurang menjadikan seseorang merasa aman dari tipu daya Allah, sehingga ia menyepelekan perkara-perkara yang diharamkan Allah. Sikap demikian menyebabkan ia terjerumus ke dalam perkara-perkara tersebut dengan mengabaikan ancaman Zat Yang Maha Perkasa. Rasa takut yang terpuji dan jujur adalah rasa takut yang seimbang, yang berada di antara pelaku dan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla. Jika melampaui yang demikian itu, dikhawatirkan akan muncul rasa putus ada di hatinya.

Khauf dan khasyyah adalah dua posisi yang secara makna berdekatan, tetapi keduanya berbeda. Khasyyah adalah rasa takut yang disertai dengan pengenalan akan Allah (ma’rifatullah). Manusia yang paling takut adalah mereka yang paling mengenal dirinya sendiri dan paling mengenal Rabb-nya. Oleh sebab itu, Allah memuji para ulama dengan khasyyah.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُا

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama.” (QS Fathir: 28)

Orang yang paling mengenal Rabb-nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاللَّهِ، إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ

Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya di antara kalian.” (HR al-Bukhari)

Takut kepada Allah Jalla Jalaluhu adalah sifat yang tidak terpisahkan dari orang-orang saleh. Bahkan para malaikat pun takut kepada Rabb mereka dengan rasa takut yang sangat mendalam.

Allah Ta’ala berfirman:

يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِّنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS an-Nahl: 50)

Para nabi, meskipun sangat dekat dengan Rabb mereka dan sangat taat kepada-Nya, tetap merasa sangat takut kepada-Nya. Berikut ini adalah penuturan Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَإِذَا تَخَيَّلَتْ السَّمَاءُ تَغَيَّرَ لَوْنُهُ وَخَرَجَ وَدَخَلَ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ. فَإِذَا مَطَرَتْ سُرِّيَ عَنْهُ. فَعَرَفْتُ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ

Ketika langit gelap berawan, wajahnya terlihat pucat, keluar dan masuk rumah, ke depan dan ke belakang. Ketika hujan turun, hilanglah kegelisahannya. Aku mengetahui hal itu dari raut wajahnya.” (HR Muslim)

Atsar dari para sahabat radhiyallahu ‘anhuma dalam bab ini sangat banyak.

Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu memegang lidahnya seraya berkata, “Inilah yang mengeluarkan untukku berbagai macam hal yang ia keluarkan.”

Dia juga berkata, “Sekiranya aku menjadi sebatang pohon yang dicabut lalu dimakan.”

Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mendengar sebuah ayat dan jatuh sakit. Ia berhari-hari dibesuk. Suatu hari, ia mengambil sebuah butiran dari atas tanah, lalu berkata, “Sekiranya aku menjadi butiran ini saja. Sekiranya aku tidak menjadi Umar yang disebut-sebut. Sekiranya ibuku tidak melahirkan aku.” Dua garis hitam berbekas di wajahnya karena menangis.

Umar bin Abdul Aziz adalah seorang zuhud dari kalangan tabiin. Ketika mengingat kematian, ia menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya. Dia menangis semalaman, sehingga seluruh anggota keluarganya pun ikut menangis tanpa mengetahui penyebab mereka menangis.

Ketika telah jelas olehnya suatu pelajaran, istri Umar, Fathimah bertanya, “Ayahku menjadi tebusanmu, wahai Amirul Mukminin, kenapa engkau menangis?”

Umar menjawab, “Wahai Fathimah, aku teringat tempat kembali suatu kaum di hadapan Allah Ta’ala. Satu golongan berada di Surga, dan satu golongan lainnya berada di Neraka.” Kemudian ia berteriak keras dan pingsan.

Baca juga: TAKUT KEPADA ALLAH DI SAAT SEMBUNYI DAN TERANG-TERANGAN

Baca juga: FAEDAH TAUHID

Baca juga: MALU TERMASUK AKHAK MULIA

(Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub)

Akidah