HUKUM KENCING DAN KOTORAN MANUSIA

HUKUM KENCING DAN KOTORAN MANUSIA

Shiddiq Hasan Khan rahimahullah berkata, “Bahkan kenajisannya (kencing dan kotoran manusia) adalah bagian yang aksioma (diterima sebagai kebenaran) dalam agama ini. Sebagaimana hal ini tidaklah samar bagi mereka yang bergelut dengan nashnash syariat.”

Dalil najisnya kotoran manusia adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلِهِ الْأَذَى، فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ

Apabila sandal salah seorang dari kalian menginjak kotoran, maka sesungguhnya tanah adalah penyucinya.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah)

Dan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila buang hajat, aku membawakan air untuknya, lalu beliau mencuci (duburnya) dengan air tersebut.” (HR al-Bukhari, Muslim dan selainnya)

Dalil najisnya air kencing adalah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, kemudian bersabda,

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ. وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

Sesungguhnya keduanya sedang diazab. Tidaklah keduanya diazab karena perkara yang besar (menurut pandangan mereka). Yang satu tidak melindungi diri dari air kencing, yang lain suka berbuat namimah (adu domba).”

Dalil lain yang menunjukkan najisnya kencing dan kotoran manusia adalah hadis al-Arabi (Arab dusun) yang kencing di dalam masjid.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang Arab dusun kencing di dalam masjid. Beliau bersabda,

لَا تُزْرِمُوهُ

Biarkan dia!

Seusai orang itu kencing, Nabi meminta seember air, lalu air itu dituangkan di atas letak orang itu kencing. (Muttafaq ‘alaihi)

Imam Muslim menambahkan: Kemudian Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya dan berkata kepadanya,

إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ. إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ

Sesungguhnya masjid ini tidak layak dari air kencing dan kotoran. Tempat ini tidak lain adalah untuk berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, salat, dan membaca al-Qur’an.”

Baca juga: HUKUM KENCING DAN KOTORAN HEWAN

Baca juga: HUKUM RAHN (GADAI)

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih