CUKUPLAH ALLAH SEBAGAI PENOLONG

CUKUPLAH ALLAH SEBAGAI PENOLONG

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

Hasbunallah wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung).”

Doa ini pernah diucapkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam ketika ia dilemparkan ke dalam api, dan juga diucapkan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dikatakan kepada mereka,

إنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إيْمَانًا وَقَالُوا: حَسْبُنَا الله ونعْمَ الْوَكِيلُ

“Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk menyerang kalian, maka takutlah kepada mereka.” Hal itu justru menambah keimanan mereka, dan mereka berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil.” (HR al-Bukhari)

Dalam satu riwayat darinya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:  Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ibrahim ‘alaihissalam ketika ia dilemparkan ke dalam api adalah, “Hasbunallah wa ni’mal wakil.”

PENJELASAN

Ibrahim dan Muhammad ‘alaihimashshalatu wassalam adalah dua kekasih Allah (khalilullah) ‘Azza wa Jalla.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا

Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan(-Nya).” (QS an-Nisaa’: 125)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا

Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya.” (HR Muslim)

Kekasih (الخليل) berarti seseorang yang sangat dicintai, di mana kecintaannya telah mencapai puncak tertinggi. Tidak seorang pun diketahui memiliki sifat ini kecuali Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ibrahim. Oleh karena itu, mereka berdua disebut al-khalilain (dua kekasih).

Sebagian orang mengatakan, “Ibrahim adalah khalilullah, Muhammad adalah habibullah (yang dicintai oleh Allah), dan Musa adalah kalimullah (yang diajak bicara oleh Allah).” Namun, pernyataan bahwa Muhammad adalah habibullah membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Hal ini karena khullah (kekasih) memiliki derajat yang lebih tinggi daripada mahabbah (kecintaan). Jika seseorang menyebut, “Muhammad adalah habibullah,” maka hal tersebut dapat dianggap mengurangi kedudukan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab, orang-orang yang dicintai oleh Allah (habibullah) sangat banyak, seperti orang-orang beriman, orang-orang yang berbuat ihsan, dan orang-orang yang berlaku adil. Maka, al-ahbab (orang-orang yang dicintai) sangat banyak.

Adapun khullah (kekasih) hanya diketahui diberikan kepada Muhammad dan Ibrahim ‘alaihimashshalatu wassalam. Oleh karena itu, yang benar adalah dikatakan, “Ibrahim adalah khalilullah, Muhammad adalah khalilullah, dan Musa adalah kalimullah ‘alaihimashshalatu wassalam.”

Selain itu, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diajak berbicara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa perantara, yaitu ketika beliau diangkat ke langit ketujuh.

Kalimat

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung,” pernah diucapkan oleh Ibrahim ketika ia dilemparkan ke dalam api. Hal itu terjadi karena Ibrahim ‘alaihissalam menyeru kaumnya untuk menyembah Allah saja, tanpa menyekutukan-Nya. Namun, kaumnya menolak seruan tersebut dan tetap bersikeras dalam kekufuran serta kesyirikan.

Pada suatu hari, Ibrahim berdiri di hadapan berhala-berhala mereka dan menghancurkannya hingga berkeping-keping, kecuali satu berhala terbesar. Ketika kaumnya kembali dan mendapati berhala-berhala mereka telah dihancurkan, mereka marah besar. Demi membalas dendam atas berhala-berhala itu –dan kita berlindung kepada Allah dari tindakan seperti ini– mereka bersepakat untuk menghukum Ibrahim.

Mereka berkata, “Apa yang harus kita lakukan terhadap Ibrahim?” Salah seorang dari mereka menjawab, “Bakar dia!”

Sebagai bentuk pembelaan terhadap berhala-berhala mereka, mereka juga berkata, “Dan tolonglah berhala-berhalamu jika kamu benar-benar bertindak.”

Mereka menyalakan api yang sangat besar; begitu besar hingga mereka tidak dapat mendekatinya. Mereka menggunakan alat pelontar untuk melemparkan Ibrahim ke dalam api tersebut. Ketika dilemparkan, Ibrahim berkata, “Hasbunallah wa ni’mal wakil.” Lalu, apa yang terjadi?

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ

Kami (Allah) berfirman: Wahai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” (QS al-Anbiya’: 69)

Dingin adalah lawan dari panas, dan keselamatan adalah lawan dari kehancuran. Api yang panas biasanya membakar dan menghancurkan. Namun, Allah memerintahkan api tersebut untuk menjadi dingin dan menyelamatkan Ibrahim. Maka, api itu menjadi dingin dan aman baginya.

Sebagian ahli tafsir meriwayatkan dari Bani Israil bahwa ketika Allah berfirman: “Wahai api, jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim,” maka seluruh api di dunia menjadi dingin. Namun, hal ini tidak benar. Allah hanya mengarahkan firman-Nya kepada api tertentu, yakni api tempat Ibrahim dilemparkan, sebagaimana disebutkan dalam ayat: “Wahai api, jadilah engkau dingin.” Para ulama nahwu menjelaskan bahwa struktur ini menunjukkan nakirah maqshudah (kata benda umum yang dimaksudkan tertentu), yang berarti hanya mencakup api tertentu, bukan seluruh api di dunia. Dengan demikian, api-api lain tetap sebagaimana adanya.

Para ulama juga berkata: Ketika Allah berfirman, “Jadilah engkau dingin,” Dia menyertakan dengan firman-Nya, “dan keselamatan,” karena jika hanya mencukupkan dengan firman-Nya, “dingin,” maka api itu akan menjadi dingin hingga membinasakannya, sebab segala sesuatu mematuhi perintah Allah ‘Azza wa Jalla.

Lihatlah firman Allah Ta’ala:

ثُمَّ اسْتَوٰىٓ اِلَى السَّمَاۤءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْاَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا اَوْ كَرْهًاۗ قَالَتَآ اَتَيْنَا طَاۤىِٕعِيْنَ

Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan patuh.’” (QS Fushilat: 11)

Jawaban “Kami datang” menunjukkan kepatuhan mereka terhadap perintah Allah ‘Azza wa Jalla.

Adapun khalil kedua yang mengucapkan,

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung,” adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ketika mereka kembali dari Uhud. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berkumpul untuk menyerang kalian. Mereka ingin datang ke Madinah dan menghancurkan kalian.” Namun, mereka hanya berkata, “Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baiknya pelindung.”

Allah Ta’ala kemudian menurunkan firman-Nya:

فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْۤءٌۙ وَّاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ

Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah. Mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS Ali Imran:174)

Oleh karena itu, jika seseorang menghadapi situasi di mana musuh-musuhnya berkumpul untuk memusuhinya, atau dia menghadapi permusuhan dari pihak lain, hendaklah dia mengucapkan,

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ

Jika dia mengucapkannya, maka Allah akan mencukupkannya dari kejahatan mereka, sebagaimana Allah telah mencukupi Ibrahim dan Muhammad ‘alaihimashshalatu wassalam dari kejahatan musuh-musuh mereka. Maka, jadikanlah kalimat ini selalu ada dalam benakmu. Jika kamu melihat ada permusuhan dari orang-orang terhadapmu, ucapkanlah, “Hasbunallahu wa ni’mal wakil.” Allah ‘Azza wa Jalla akan mencukupkanmu dari kejahatan dan gangguan mereka.

Allah-lah yang memberi taufik.

Baca juga: KISAH NABI IBRAHIM – API MENJADI DINGIN

Baca juga: WAKTU DAN KEUTAMAAN TIDUR SIANG

Baca juga: RUKUN ISLAM – MENGUCAPKAN DUA KALIMAT SYAHADAT

(Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin)

Kisah Riyadhush Shalihin