Panjang angan-angan adalah keinginan terus-menerus mengejar dunia (cinta dunia) dan bergelut dengannya dengan dibarengi keberpalingan dari kepentingan akhirat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa banyak manusia panjang angan-angan hingga ajal mendahuluinya.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat beberapa garis, kemudian bersabda,
هَذَا الْأَمَلُ، وَهَذَا أَجَلُهُ. فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ، إِذْ جَاءَهُ الْخَطُّ الْأَقْرَبُ
“Ini adalah angan-angannya, dan ini adalah ajalnya. Ketika seseorang seperti itu (dalam angan-angannya), maka datanglah kepadanya garis yang lebih dekat (yaitu ajalnya).” (HR al-Bukhari)
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis berbentuk persegi panjang dan membuat garis lain di tengah-tengahnya yang keluar dari garis persegi panjang. Beliau juga membuat beberapa garis kecil di tengah-tengah sampai ke pinggiran garis yang tengah. Lalu beliau bersabda,
هَذَا الْإِنْسَانُ، وَهَذَا أَجَلُهُ مُحِيطٌ بِهِ أَوْ قَدْ أَحَاطَ بِهِ. وَهَذَا الَّذِي هُوَ خَارِجٌ أَمَلُهُ. وَهَذِهِ الْخُطَطُ الصِّغَارُ الْأَعْرَاضُ. فَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا. وَإِنْ أَخْطَأَهُ هَذَا نَهَشَهُ هَذَا
“Ini (garis di tengah) adalah manusia dan ini (garis persegi panjang) adalah ajalnya yang mengelilinginya atau telah mengelilinginya. Garis yang keluar dari persegi panjang ini adalah angan-angannya, sementara garis-garis kecil ini adalah rintangan-rintangannya (musibah-musibah). Jika ia terhindar dari yang ini (garis kecil), maka ia akan terkena yang ini (garis kecil berikutnya). Jika ia terhindar dari yang ini (garis kecil), maka ia akan terkena yang ini (garis persegi panjang).” (HR al-Bukhari)
Hal yang mengherankan dari anak Adam adalah bahwa semakin ajal mendekat, semakin panjang angan-angannya dan semakin bertambah keinginan untuk mendapatkan dunia. Tidak seorang pun selamat dari keadaan seperti ini kecuali mereka yang diselamatkan oleh Allah Ta’ala. Itu pun jumlah mereka sangat sedikit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا، وَطُولِ الْأَمَلِ
“Akan senantiasa muda hati orang tua dalam dua perkara: cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR al-Bukhari)
Penyebab panjang angan-angan adalah cinta dunia dan kebodohan.
Cinta dunia adalah menyukai dunia, kesenangan dan kenikmatan-kenikmatannya. Hatinya merasa berat berpisah dengannya. Cinta dunia dapat menghalangi hati dari memikirkan kematian yang menjadi penyebab perpisahan. Orang yang membenci sesuatu pasti akan menghindar darinya.
Manusia senang mengangan-angankan perkara batil sehingga ia selalu mengharapkan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, yaitu hidup kekal di dunia. Ia juga memikirkan hal-hal yang menjadi tuntutan hidup dan kebutuhannya, seperti harta, keluarga, rumah, teman, kendaraan, dan semua penopang kehidupan dunia. Pikirannya terus digelayuti hal-hal tersebut dan fokus kepadanya. Lalu ia lalai dari mengingat kematian dan tidak mengakui kedekatannya. Bila suatu ketika di hatinya tebersit dekatnya kematian dan kebutuhan akan persiapan untuk menghadapinya, ia menundanya dan berjanji kepada dirinya dengan berkata, “Hari-hari masih terbentang luas di depanmu hingga kamu dewasa dan bertobat.” Ketika ia mencapai usia dewasa, ia berkata, “Hingga aku menjadi tua.” Ketika ia mencapai usia tua, ia berkata, “Hingga aku selesai membangun rumah,” atau “Sepulang dari perjalananku.” Ia terus menunda-nunda. Ia tidak masuk dalam suatu kesibukan kecuali ada sepuluh kesibukan lain yang masih akan ia selesaikan.
Begitulah. Waktu terus berlalu, hingga kematian menjemputnya pada waktu yang tidak ia sangka-sangka. Saat itulah penyesalannya sangat panjang.
Kebanyakan penduduk Neraka adalah orang-orang yang suka menunda-nunda dan mendengung-dengungkan kata ‘nanti’. Orang yang suka menunda-nunda tidak menyadari bahwa pendorong berbuat taswif (menunda-nunda) juga akan muncul pada dirinya keesokan hari. Seiring berjalannya waktu, penundaannya akan semakin kuat dan kokoh.
Termasuk kebodohan adalah berbuat aniaya di masa muda dengan menganggap bahwa kematian masih lama. Padahal kematian sudah dekat. Orang yang malang ini tidak berpikir bahwa jika orang-orang berusia tua di kampungnya dihitung, pasti jumlah mereka hanya sedikit. Jumlah mereka sedikit karena kematian menimpa orang-orang pada usia muda hingga ketika seorang tua meninggal, ribuan anak dan pemuda juga telah meninggal.
Seandainya orang yang lalai ini mau berpikir dan menyadari bahwa kematian tidak mengenal waktu: di usia muda, dewasa atau tua, di musim dingin atau panas, di siang atau malam hari, niscaya ia akan sangat sensitif terhadapnya. Ia akan bersiap-siap menyambutnya. Ia mengira bahwa dirinya akan selamanya mengantar jenazah. Ia tidak berpikir, kelak jenazahnya akan diantar. Ia sangat sering menyaksikan kematian orang lain, sementara kematiannya sendiri tidak ia kenal. Oleh karena itu, solusi menghadapi masalah ini adalah membandingkan dirinya dengan orang lain, dan menyadari bahwa jenazahnya akan diantar dan dikubur di dalam kuburan. Mungkin saja tanah yang menutup liang lahadnya telah digali dan dikosongkan, sementara ia tidak mengetahuinya. Mungkin saja kain kafannya telah ditenun, sementara ia tidak mengetahuinya.
Jika benar demikian, taswif yang terjadi pada dirinya selama ini benar-benar merupakan kebodohan. Bila kamu telah menyadari bahwa penyebabnya adalah kebodohan dan cinta dunia, maka solusinya adalah menghindari penyebab tersebut, meskipun menyingkirkan cinta dunia dari dalam hati adalah sangat sulit. Sebab, cinta dunia adalah penyakit ganas yang melemahkan orang-orang dahulu dan orang-orang kemudian. Tidak ada obat untuknya kecuali beriman kepada hari akhir, siksa yang pedih, dan pahala yang agung yang terkandung di dalamnya. Ketika seseorang telah meyakini hal itu, cinta dunia akan menyingkir dari hatinya, karena cinta kemuliaan dapat menghapus cinta kehinaan di dalam hati.
Sedangkan obat kebodohan adalah memikirkan anggota tubuhnya dan merenungi, bagaimana kalau kelak ia dimakan cacing-cacing tanah. Ini merupakan suatu kepastian.
Tulang-tulang hancur. Tidak satu bagian pun dari daging dan lemaknya kecuali menjadi santapan cacing-cacing tanah. Tidak satu bagian pun dari tulangnya kecuali hancur.
Kelak ia akan menyadari bahwa kedua mata yang ia gunakan untuk memandang sesuatu yang dihalalkan dan diharamkan Allah juga akan disantap cacing tanah. Cacing akan memakan lidah yang ia gunakan untuk berbicara dan sendi yang ia gunakan untuk bergerak. Ikatan-ikatannya akan hilang dan tulang-belulangnya berserakan.
Baca juga: PANJANG ANGAN-ANGAN
Baca juga: KEBODOHAN MENYERET KEPADA PERBUATAN BURUK
Baca juga: FITNAH HARTA DUNIA
Rujukan:
1. Dr Ahmad Farid, al-Bahru ar-Raqa’iq fi az-Zuhdi wa ar-Raqa’iq,
2. Dr Amin bin ‘Abdullah asy-Syaqawi, ad-Durar al-Muntaqa min al-Kalimat al-Mulqa Durusun Yaumiyyah.