Di antara perbuatan yang membatalkan keislaman seseorang dan menyebabkan pelakunya murtad dari agama Islam adalah membenci hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah Ta’ala, baik sebagian maupun keseluruhan, menghujatnya, berpaling darinya dan tidak senang dengan keberadaannya.
Terdapat perbedaan yang jauh antara orang yang membenci hukum Allah dan orang yang beriman dengan hukum Allah namun menyelisihinya. Untuk yang pertama, dia telah sengaja murtad dari agama Islam. Sedangkan untuk yang kedua, dia mendapatkan dosa sesuai kemaksiatan yang dilakukannya, namun masih tetap masuk dalam lingkup orang-orang yang beriman.
Contoh orang yang membenci hukum Allah adalah orang yang membenci dan menghujat poligami dengan diperbolehkannya seorang laki-laki menikahi dua, tiga, atau empat orang istri -dengan beberapa syarat yang telah ditentukan-. Dia membenci dan menghujat hukum Allah tersebut dan menganggap bahwa poligami adalah bentuk penzaliman dan kesewenang-wenangan terhadap kaum perempuan, dan merugikan kaum perempuan. Menurut dia poligami tidak adil karena hanya menyenangkan kaum laki-lak dan menzalimi kaum perempuan, tidak ada hikmah di dalamnya dan tidak pula membawa rahmat. Sikap seperti ini membuat kakinya terpeleset ke dalam lubang kemurtadan dan menyebabkan amalannya binasa. Hal itu karena keyakinan seperti itu merupakan pangkal dari segala kerusakan.
Allah Ta’ala berfirman:
ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَرِهُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاَحْبَطَ اَعْمَالَهُمْ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an). Lalu Allah menghapus (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS Muhammad: 9)
Jika dia beriman dengan poligami tersebut, namun hawa nafsunya tidak rela terhadap hukum tersebut -karena minimnya kecemburuan dalam hatinya-, maka hal itu bisa dijadikan alasan bagi dirinya di hadapan Rabbnya kelak. Namun, jika dia menganggap Allah telah berbuat zalim, lalu menghujat hukum Allah dan menodai syariat-Nya, maka hal itu termasuk perbuatan dosa yang paling besar.
Baca juga: ISTRI YANG SALEH ADALAH NIKMAT YANG BESAR
Baca juga: PERLUKAN HUKUM SYARIAT DITINJAU-ULANG?
(Abdul Lathif bin Hajis al-Ghamidi)