AIR YANG TERCAMPUR DENGAN BENDA NAJIS

AIR YANG TERCAMPUR DENGAN BENDA NAJIS

Air yang tercampur dengan benda najis hukumnya adalah sebagai berikut:

💠 Jika benda najis itu mengubah salah satu sifat air, yaitu rasa, warna atau bau, maka air itu najis. Dalil yang menunjukkan kenajisannya adalah ijmak ulama.

Ibnul Mundzir rahimahullah berkata, “Ulama sepakat bahwa air yang sedikit maupun banyak, jika kejatuhan (tercampur) najis lalu berubah rasa, warna atau baunya, maka air itu najis selama keadaannya tetap seperti itu.”

💠 Jika semua sifat air di atas tidak berubah, maka air itu tetap dalam keadaan asalnya, yaitu suci dan menyucikan, baik air itu sedikit maupun banyak. Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan:

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Ya Rasulullah, bolehkah kami berwudhu dari (air) sumur Budha’ah (sumur Budha’ah adalah sebuah sumur yang al-hiyadh, bangkai anjing dan benda-benda yang berbau busuk lainnya sering dilemparkan ke dalamnya)?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الْمَاءَطَهُورٌ.لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

Air itu suci. Tidak ada sesuatu pun yang menyebabkannya najis.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ahmad)

al-Hiyadh adalah sobekan kain yang digunakan untuk menyeka darah haid.

Makna eksplisit dari hadis di atas menunjukkan sucinya air di sumur Budha’ah, bahwa air di sumur itu tidak dinajiskan oleh benda-benda najis apapun. Di atas kami telah sebutkan ijmak ulama yang mengatakan bahwa kenajisan air ditetapkan apabila salah satu dari sifat air berubah.

Lalu bagaimana dengan hadis Qullatain,

إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ ، لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

Jika air mencapai dua kulah, maka ia tidak akan menjadi kotor (najis).” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, dan Ahmad) yang sekilas bertentangan dengan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri di atas?

Makna implisit hadis Qullatain menunjukkan bahwa air yang kurang dari dua kulah menjadi kotor atau najis jika terkena benda najis. Namun, apabila ditelaah lebih lanjut, kedua hadis ini tidak bertentangan. Berikut adalah penjelasannya:

🟢 Jika air mencapai dua kulah atau lebih, maka dalam keadaan apapun air itu tidak najis. Hal itu karena volume air yang besar tidak dipengaruhi oleh najis yang masuk ke dalamnya, sebagaimana hadis dari Abu Sa’id al-Khudri, “Air itu suci. Tidak ada sesuatu pun yang menyebabkannya najis.”

🟢 Hadis Qullatain tidak menyebutkan bahwa air yang kurang dari dua kulah berubah menjadi najis jika terkena benda najis. Yang dapat dipahami dari hadis itu adalah bahwa jika air kurang dari dua kulah dan terkena benda najis, maka ada kemungkinan air itu menjadi najis. Tetapi, teks hadis itu tidak menyebutkan bahwa ia mengandung benda najis, dan tidak pula menyebutkan bahwa sesuatu yang najis dapat mengeluarkan air itu dari sifat thahuriyah (sifat menyucikan).

Shiddiq Hasan Khan rahimahullah berkata, “Air yang kurang dari dua kulah apabila mengandung najis sehingga bau, warna atau rasanya berubah, maka air itu najis dan keluar dari sifat thahuriyah (sifat menyucikan). Jika najis yang dikandungnya tidak mengubah salah satu dari sifat-sifat itu, maka air itu tidak najis,”

Peringatan: Abdurrazzaq menambahkan dari Ibnu Juraij rahimahullah dengan sanad yang mursal, “Dengan kulah-kulah yang berasal dari daerah Hijr.”

Ibnu Juraij berkata, “Dan aku pernah melihat kulah-kulah dari Hijr itu. Luas satu kulah adalah lebih dari dua geriba.”

Aku berkata, “Sebagian ulama kontemporer mengukur bahwa ia seukuran 200 kilogram.”

Baca juga: BEBERAPA CATATAN PENTING TENTANG NAJIS

Baca juga: MENCUCI NAJIS ANJING

Baca juga: HUKUM AIR

(Syekh Abu Abdurrahman Adil bin Yusuf al-Azazy)

Fikih