Iblis secara terang-terangan menyatakan permusuhannya kepada Adam dan keturunannya. Adam sudah mendengar tentang keturunannya, tapi belum tahu bagaimana keturunannya muncul. Saat itu tepat di hadapan Adam tampak raut wajah makhluk lain. Makhluk itu memiliki tubuh dan indera yang sama dengannya. Akan tetapi, Adam tidak memiliki ketertarikan kepadanya.
Mulut makhluk itu terbuka perlahan, mengeluarkan senyum hingga tawa. Adam pun senang melihatnya. Keindahan dan kecantikannya membuat dada Adam berdebar kencang, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Seluruh perasaannya tergerak. Dia adalah Hawa, perempuan pertama. Hawa menjadi istri Adam.
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya. Dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS an-Nisa’: 1)
Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam), dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya agar dia merasa senang kepadanya.” (QS al-A’raf: 189)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Terimalah wasiatku agar) memperlakukan para perempuan dengan baik, karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika kamu memaksa meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Dan jika kamu membiarkannya, ia tetap bengkok. Maka, (terimalah wasiatku untuk) memperlakukan para perempuan dengan baik.”
Pasangan suami-istri tentu memerlukan tempat tinggal. Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman kepada Adam, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam Surga. Dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesuka kalian.” (QS al-Baqarah: 35).
Allah Ta’ala mengingatkan Adam akan permusuhan Iblis terhadap Adam dan istrinya, “Wahai Adam, sungguh ini (Iblis) musuh bagimu dan bagi istrimu. Maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kalian berdua dari Surga. Nanti kalian celaka. Sungguh, ada (jaminan) untuk kalian di sana. Kalian tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. Dan sungguh, di sana kalian tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.” (QS Thaha: 117-119)
Surga halal bagi Adam dan istrinya. Segala sesuatu yang ada di dalamnya mubah, kecuali satu. Allah Ta’ala berfirman, “(Tetapi) janganlah kalian mendekati pohon ini. Nanti kalian termasuk orang-orang yang zalim.” (QS al-Baqarah: 35)
Ketika Adam dan Hawa tengah berkeliling di Surga, Iblis mengintai mereka tidak jauh dari situ. Iblis mampu melihat Adam, sementara Adam tidak. Iblis ingin menguasai Adam dan mengusirnya bersama istrinya dari Surga. Iblis mampu mengalir di dalam tubuh Adam melalui pembuluh darah. Maka Iblis menghiasi kemaksiatan hingga tampak indah di mata Adam dan Hawa. Namun Adam dan Hawa tidak memedulikan bisikan Iblis. Keduanya tetap berkeliling di sekitar pagar. Iblis merasa Adam tidak percaya kepadanya, karena Rabbnya telah memberitahukan permusuhan dirinya kepada Adam, dan Rabbnya telah melarang Adam agar tidak mendekati pohon itu. Akhirnya si makhluk buruk dan terkutuk itu menggunakan tipuan.
Iblis berkata, “Wahai Adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS Thaha: 120)
Iblis berkata lagi, “Rabb kalian hanya melarang kalian mendekati pohon itu agar kalian tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam Surga).” (QS al-A’raf: 20)
Adam tetap tidak percaya kepada Iblis. Ia pernah melihat para malaikat bersujud kepadanya, sedangkan Iblis tidak.
Akhirnya si pengkhianat itu bersumpah palsu dengan nama Allah dan berkata, “Sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk para penasihatmu.” (QS al-A’raf: 21)
Karena Iblis bersumpah, akhirnya Adam dan Hawa mau mendengarkan kata-kata Iblis. “Dia (setan) membujuk mereka dengan tipu daya.” (QS al-A’raf: 22). Sebelumnya Adam tidak tahu bahwa ada makhluk yang bersumpah dusta atas nama Allah.
Adam dan Hawa pun memakan pohon itu. Keduanya telah melakukan kesalahan dan kemaksiatan. Adam lupa dan tekad kuatnya runtuh. Adam telah menentukan pilihan pertamanya, walaupun keliru.
Begitu keduanya memakan pohon itu, aurat keduanya terbuka. Mereka langsung menutupi aurat masing-masing dengan daun-daun Surga. Mereka saat itu baru tahu bahwa mereka telanjang.
Allah Yang Mahapemurah memanggil Adam, “Wahai Adam, bukankah Aku telah melarang kalian dari pohon itu, dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian berdua?” (QS al-A’raf: 22)
Adam dan Hawa berseru, “Ya Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS al-A’raf: 23)
Allah Ta’ala berfirman, “Turunlah kalian! Kalian akan bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenangan kalian sampai waktu yang telah ditentukan.” (QS al-A’raf: 24)
Akhirnya mereka diturunkan dari Surga, diturunkan dari langit, turun ke bumi. Dengan demikian, mereka mengetahui mengapa bumi diciptakan.
Karena satu suap makan, Adam diusir dari Surga. Karena satu sujud, Iblis dijauhkan dari rahmat Allah, dan masuk ke dalam laknat-Nya. Betapa sialnya kemaksiatan itu.
Keresahan membuat Adam tidak bisa tidur. Kegelisahan menggoreskan kata-kata penyesalan dengan tinta darah. Sampai akhirnya datanglah kalimat-kalimat dari Rabbnya yang dengannya tobat Adam diterima.
Demi Allah, ketika berbuat maksiat, tidaklah berguna bagi Adam kemuliaan “Sujudlah kalian,” keagungan “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,” keistimewaan “Kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua Tangan-Ku,” atau pun kebanggaan “Dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya.” Sebelumnya, Adam masuk menemui Raja para raja, layaknya seorang raja. Kini Adam berada di bumi, layaknya hamba sahaya.
Allah Ta’ala telah menciptakan alam raya, membentangkan dan mempersiapkan bumi untuk Adam dan keturunannya. Inilah yang telah ditetapkan dan ditakdirkan Allah, bukan karena kemaksiatan yang dilakukan Adam. Memang benar, Adam memilih kemaksiatan. Tetapi, itu adalah pilihannya sendiri. Dengan demikian, bumi bukanlah tempat kehinaan dan siksa. Namun, bumi adalah panggung pertobatan. Allah Ta’ala memiliki hikmah di balik apa yang Dia lakukan. Sesungguhnya Dia Mahabijaksana, Mahamengetahui.
Adam dan Hawa diturunkan ke bumi di tempat yang terpisah. Keduanya melintasi bumi untuk saling mencari. Mereka bertemu di Padang Arafah pada hari Arafah. Tangisan mereka memecahkan hati. Mereka terusir dari Surga, tidak lagi berada di dekat-Nya, dan dipenjara di bumi tempat kesengsaraan dan kerja keras.
Di bumi Adam menjadi orang asing yang selalu berharap bisa kembali menetap di Surga. Di bumi Adam menghadapi permusuhan dan gangguan Iblis. Di bumi Adam merasa kobaran kemaksiatan selalu membakar dirinya, hingga ia terus menangis dan baru berhenti bila bisa kembali ke Surga. Di bumi Adam merasa letih dan lelah ketika lapar dan dahaga menerpa, padahal ketika di Surga, Rabbnya pernah berfirman kepadanya, “Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana. Engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.” (QS Thaha: 118-119)
Air mata Adam berderai kala mengingat bahwa masa-masa penuh kenikmatan dan kebahagiaan di Surga berakhir begitu cepat. Dan telah datang masa-masa di dunia yang keras, penuh kepanasan, keletihan, kelelahan, dan kesengsaraan. Sampai akhirnya Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya. Lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Mahapenerima tobat, Mahapenyayang.
Kalimat-kalimat itu adalah:
“Ya Rabb kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS al-A’raf: 23)
Allah Ta’ala telah menerima tobat keduanya. Tanda tangan keputusan penerimaan tobat pun telah datang. Seakan Allah berfirman kepada Adam, “Wahai Adam, apa yang terjadi padamu, itulah yang menjadi maksud keberadaanmu. Kalau kalian tidak berbuat dosa, maka Allah akan menjadikan kalian sirna, lalu Allah akan mendatangkan suatu kaum yang mereka berbuat dosa, lalu mereka bertobat kepada Allah dan Allah pun mengampuni mereka.” (HR Muslim).
“Wahai Adam, Aku mengeluarkanmu dari Surga tidak lain adalah agar kamu memakmurkan bumi, dan agar orang-orang yang beramal diberi upahnya (Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya.” (QS as-Sajdah: 16)
“Wahai Adam, janganlah kamu bersedih karena firman-Ku kepadamu, ‘Turunlah kalian (dari Surga).’ (QS al-A’raf 24) Karena pada akhirnya kamu akan mendapatkannya. Tapi, keluarlah dari Surga menuju ladang mujahadah. Siramilah pohon penyesalanmu dengan air matamu. Wahai Adam, kamu telah keluar dari Surga, maka keluarkanlah penyakit ujub dari dirimu, kenakanlah pakaian tobat, dan tunduklah kepada-Ku. Wahai Adam, penyelam turun ke dasar laut tidak lain untuk naik lagi dengan membawa mutiara dan permata. Sungguh, Aku hendak menjadikanmu sebagai khalifah di bumi.”
Adam mengenakan pakaian besi tauhid yang menutupi raga syukur, hingga anak panah musuh tidak mengenai bagian tubuh vitalnya, meski hanya melukai. Adam kemudian memerban luka hingga akhirnya sembuh seperti sedia kala. Sosok yang sempat terluka ini akhirnya bangkit bersama istrinya, seakan tidak pernah merasa sakit sebelumnya.
Baca sebelumnya: PEMBANGKANGAN IBLIS
Baca setelahnya: WAFATNYA ADAM
(Dr Hamid Ahmad ath-Thahir)