ZUHUD TERHADAP DUNIA

ZUHUD TERHADAP DUNIA

Zuhud adalah mengalihkan kesenangan kepada sesuatu kepada yang lebih baik. Zuhud dilatarbelakangi oleh pengetahuan bahwa perkara yang ditinggalkan adalah hina, sedangkan perkara yang diambil adalah mulia.

Barangsiapa mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah adalah kekal, dan bahwa akhirat adalah lebih baik dan kekal daripada dunia, sebagaimana permata adalah lebih baik dan lebih kekal daripada salju, maka dunia baginya tak ubahnya sebongkah salju yang diletakkan di bawah terik matahari. Ia akan terus meleleh hingga habis. Sedangkan akhirat ibarat permata yang berharga. Ia tidak akan meleleh dan tidak akan habis.

Bertambahnya keyakinan tentang perbedaan antara dunia dan akhirat akan semakin menguatkan keinginan untuk menukar dunia dengan akhirat. Allah Ta’ala memuji sikap zuhud terhadap dunia dan mencela cinta dunia tidak hanya di satu tempat di dalam al-Qur’an, tetapi di banyak tempat.

Allah Ta’ala berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ  وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى

Sedangkan kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS al-A’la: 16-17)

Allah Ta’ala berfirman:

وَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ

Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia (dibanding dengan) kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit)” (QS ar-Ra’d: 26)

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَهْوٌ وَّلَعِبٌۗ وَاِنَّ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُۘ لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.” (QS al-Ankabut: 64)

Allah Ta’ala berfirman:

كَلَّا بَلْ تُحِبُّوْنَ الْعَاجِلَةَۙ وَتَذَرُوْنَ الْاٰخِرَةَ

Sekali-kali tidak demikian. Bahkan kalian (hai manusia) mencintai kehidupan dunia dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.” (QS al-Qiyamah: 20-21)

Allah Ta’ala berfirman:

تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَاۖ وَاللّٰهُ يُرِيْدُ الْاٰخِرَةَ

Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu).” (QS al-Anfal: 67)

Allah Ta’ala berfirman ketika menceritakan kondisi orang yang beriman dalam keluarga Fir’aun:

يٰقَوْمِ اِنَّمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ ۖوَّاِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS Ghafir: 39)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang rendahnya dunia dalam riwayat dari Jabir radhiyalahu ‘anhu:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar, sedangkan orang-orang berada di kiri dan kanannya. Mereka menemukan bangkai seekor anak kambing yang telinganya kecil. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang telinga itu dan bertanya,

أَيُّكُم يُحِبُّ أنْ يَكُونَ هَذَا لَهُ بِدرْهَم؟

Siapakah di antara kalian yang ingin membeli ini dengan harga satu dirham?

Orang-orang menjawab, “Kami sama sekali tidak tertarik untuk memilikinya. Apa yang bisa kami lakukan dengannya?”

Beliau bertanya lagi,

أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ؟

Apakah kalian suka jika ini diberikan cuma-cuma kepada kalian?

Orang-orang menjawab, “Demi Allah, andaikan hidup pun anak kambing ini cacat karena telinganya kecil. Apalagi mati?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فوَاللهِ، لَلدُّنْيَا أهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

Demi Allah, dunia lebih hina di sisi Allah daripada bangkai ini di mata kalian.” (HR Muslim dan Abu Dawud)

al-Mustaurid bin Syaddad radhiyalahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا الدُّنْيَا في الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ أُصْبُعَهُ في اليَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ

Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti seseorang di antara kalian mencelupkan jari (telunjuknya) ke dalam lautan. Maka lihatlah, apa yang didapat oleh jari tersebut?” (HR Muslim)

Yakni, seberapa banyak air yang melekat di jarinya. Jadi dunia itu sangat kecil nilainya dan banyaknya hanya seperti air yang melekat di jarinya.

Sahl bin Sa’d radhiyalahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ، مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

Seandainya nilai dunia di sisi Allah sebanding dengan sayap seekor nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberi minum orang kafir walau seteguk air.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan tentang fitnah dunia, sebagaimana sabda beliau,

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ. فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap perempuan, karena sesungguhnya fitnah yang pertama terjadi pada Bani Israil adalah karena perempuan!” (HR Muslim)

Abu Hurairah radhiyalahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ تعالى، وَمَا وَالَاهُ، وَعَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا

Sesungguhnya dunia itu dilaknat, dan dilaknat juga apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah, apa yang mengikutinya, orang yang berilmu, dan orang yang menuntut ilmu.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Dinyatakan hasan oleh Syekh al-Albani)

Yang dimaksud dengan dunia di sini adalah segala hal yang melalaikan dan menjauhkan dari Allah Ta’ala. Demikian ditegaskan oleh Syekh Al-Albani.

Gaya Hidup Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Pada dasarnya kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendorong untuk bersikap zuhud di dunia dan menganggap sedikit apa yang ditawarkan dunia. Jika ada yang mengatakan bahwa boleh jadi semua ini karena kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang miskin, maka jawabannya adalah ‘Sesungguhnya Allah hanya memilihkan kondisi yang paling baik dan mulia untuk Nabi-Nya, manusia yang paling Dia cintai dan yang paling mulia di sisi-Nya.

Oleh karena itu, Ibnu Umar radhiyalahu ‘anhu meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Allah menaklukkan beberapa negeri dan mengalirkan harta ke Jazirah Arab. Begitu pula dengan ayahnya.

an-Nu’man bin Basyir radhiyalahu ‘anhu berkata, “Umar bin Khaththab radhiyalahu ‘anhu pernah menyebutkan harta yang pernah diperoleh kaum muslimin, ‘Pada suatu hari aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan lesu karena tidak mendapatkan sebutir daqal (kurma yang jelek) sekalipun untuk mengganjal perut beliau.’” (HR Muslim dan at-Tirmidzi)

Aisyah radhiyalahu ‘anha berkata, “Keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah kenyang selama dua hari berturut-turut karena makan roti gandum, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Anas radhiyalahu ‘anhu meriwayatkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah makan di atas meja hingga beliau wafat, dan tidak pernah makan roti yang lembut hingga beliau wafat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Urwah bahwa Aisyah radhiyalahu ‘anha berkata, “Demi Allah, wahai kemenakanku, sungguh kami melihat hilal, kemudian melihat hilal, kemudian melihat hilal. Tiga hilal dalam dua bulan, api tidak dinyalakan untuk memasak di rumah Rasulullah.”

Urwah bertanya, “Wahai bibi, kalian makan apa?” Aisyah menjawab, “al-Aswadan, kurma, dan air. Hanya saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertetangga dengan orang-orang Anshar. Mereka memperoleh rezeki yang banyak sehingga mereka sering mengirim susu hewan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau memberikannya kepada kami.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy’ari radhiyalahu ‘anha berkata, “Aisyah radhiyalahu ‘anhu pernah menunjukkan kepada kami pakaian yang terbuat dari bulu yang bermutu rendah dan kain sarung yang kasar, lalu berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dengan mengenakan dua pakaian tersebut.’” (HR Muslim)

Aisyah radhiyalahu ‘anha berkata, “Alas tidur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau gunakan untuk tidur hanyalah kulit berisi sabut.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Gaya Hidup Para Sahabat

Kondisi para sahabat radhiyalahu ‘anhuma yang merupakan sebaik-baik dan seutama-utama umat menunjukkan keutamaan zuhud dan menganggap remeh dunia.

Diriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa di saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang salat bersama orang-orang, tiba-tiba beberapa orang -yaitu para ahlushshuffah– terjatuh karena lapar. Orang-orang Badui menyebut mereka orang-orang gila. Usai salat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ تَعْلَمُونَ مَا لَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ، لَأَحْبَبْتُمْ أَنْ تَزْدَادُوا فَاقَةً وَحَاجَةً

Seandainya kalian tahu apa yang ada di sisi Allah untuk kalian, niscaya kalian akan lebih suka jika bertambah miskin.” (Hadis sahih. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Muhammad bin Sirin berkisah: Kami pernah bersama Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang sedang mengenakan dua kain linen yang sobek di atasnya. Lalu Abu Hurairah membuang ingus. Abu Sirin berkata, “Wah, wah, Abu Hurairah membuang ingus di kain linen. Sungguh aku pernah terjatuh pingsan di antara mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kamar Aisyah karena lapar. Lalu, ada orang datang kepadaku dan meletakkan kakinya di atas leherku. Ia mengira aku gila, padahal aku hanya lapar.” (HR al-Bukhari dan at-Tirmidzi)

Anas radhiyalahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Umar radhiyallahu ‘anhu yang saat itu menjabat Amirul Mukminin sedang menambal pakaian (yang robek) di antara dua bahu dengan tiga kain alas pelana, sebagian dengan sebagian yang lain.”

Baca juga: SUNGGUH MENAKJUBKAN URUSAN ORANG BERIMAN

Baca juga: ADIL DALAM BERAKTIVITAS

Baca juga: BAHAYA PUJIAN

(Syekh Dr Ahmad Farid)

Kelembutan Hati